Rabu, 14 Agustus 2019

Refleksi Pembangunan Maritim Indonesia


Pidato visi misi Indonesia 2019-2024 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Sentul International Convention Centre terkesan janggal. Nawacita, khususnya maritim tidak lagi disebut. 

Pembangunan maritim Indonesia maju pesat sejak dicanangkannya program Tol Laut pada 2014 lalu. Infrastruktur dibangun, armada ditambah, dan alutsista diperkuat. Namun, sebagai negara maritim besar, Indonesia tidak bisa berpuas diri. Masih ada beberapa masalah yang perlu menjadi perhatian baik pemerintah dan masyarakat, di antaranya regenerasi kapal serta modernisasi alutsista. 

Salah satu negara maritim yang berhasil meregenerasi armada lautnya adalah Federasi Rusia. Kekuatan maritim menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki Rusia. Sebagai negara terbesar di dunia, Rusia menempati posisi kedua dalam angkatan laut terkuat sedunia. Walaupun tidak memiliki garis pantai sepanjang Indonesia, tetapi Rusia tetap konsisten untuk membangun kekuatan maritimnya. 

Hal itu didasari oleh keinginan Rusia untuk mempertahankan wilayahnya, terlebih sejak munculnya konflik di Krimea. Rusia berani menjawab tantangan NATO yang dianggap merongrong kedaulatan Rusia sejak Perang Dingin. Faktor kedua diperkuatnya AL Rusia adalah kesadaran mereka bahwa Rute Laut Utara (Arktik) menjadi rute perdagangan yang sangat strategis. Arktik memberikan Rusia akses tanpa hambatan baik ke Samudra Atlantik dan Samudera Pasifik (via Laut Bering). 

Sama halnya dengan Jalesveva Jayamahe-nya Indonesia, dalam membangun kekuatan maritimnya Rusia juga menerapkan sebuah doktrin maritim. Namun, berbeda dengan Indonesia, Doktrin Maritim Rusia merupakan sekumpulan kebijakan yang tersusun seperti sebuah undang-undang. Salah satu latar belakang dibuatnya doktrin maritim ini adalah terbentuknya pola pikir perestroika (restrukturisasi ekonomi) dan uskoreniye (percepatan pembangunan) yang dicanangkan oleh Pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev (1985-1991). Selanjutnya, Presiden Boris Yeltsin juga mencanangkan National Security Concept sebagai sistem pandangan tentang bagaimana memberikan rasa aman bagi tiap individu, masyarakat, dan negara terhadap segala ancaman baik internal maupun eksternal. 

Kebijakan Maritim Nasional yang termuat dalam doktrin maritim berperan penting dalam menerapkan kebijakan sektor pelayaran Federasi Rusia. Hal ini bertujuan untuk menjamin kebebasan ekonomi, keamanan nasional, penurunan tarif dan harga, dan meningkatkan ekonomi daerah-daerah yang menjadi tempat persinggahan dalam rute pelayaran. Poin penting yang ada di dalam kebijakan tersebut (1) Pembentukan kerangka regulasi yang jelas dan sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan tujuan Federasi Rusia, (2) Kompetisi yang baik untuk menarik investor, (3) Modernisasi armada, pembangunan kapal-kapal baru dan penurunan batas ambang pakai (usia layak pakai) seluruh kapal Rusia, (4) Peningkatan ekspor oleh perusahaan lokal, (5) Penerapan transportasi multimoda dan teknologi bidang logistik, (6) Penerapan Safety Health Environment dalam industri maritim serta proaktif dalam melindungi laut dari polusi akibat kegiatan industri melalui serangkaian uji sertifikasi. 

Kebijakan maritim tersebut berlaku hingga 2020 dan diperbaharui tiap 10 tahun. Kebijakan maritim ini juga menghadiahi Rusia banyak galangan kapal baru. Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin mengapresiasi kinerja seluruh pihak dan menekankan bahwa setelah adanya doktrin maritim, industri perkapalan berkembang pesat sehingga hambatan dalam proses distribusi barang menurun. Proses pengangkutan barang melalui jalur laut berjalan lebih lancar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. 

Melalui doktrin maritim yang sudah digalakkan Rusia, setidaknya ada hal yang bisa ditiru oleh Indonesia sebagai negara maritim. Laut adalah nadi Indonesia, sehingga pembangunan maritim yang sustainable dapat dikatakan sebagai asupan gizi untuk bangsa. Periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo diharapkan mampu melihat laut kembali sebagai aset yang berharga. 

Program Tol Laut yang sudah berjalan hampir 5 tahun memberikan dampak yang luar biasa terhadap ekonomi kedaerahan. Distribusi berjalan lancar sehingga harga bahan pokok dan BBM cenderung stabil. Namun sayangnya dalam proses pengangkutan muatan, Indonesia masih menggunakan kapal yang usianya sudah di atas 25 tahun (tidak layak pakai). Oleh karena itu, kerap ditemui kecelakaan seperti halnya masalah permesinan yang dapat mengakibatkan korsleting hingga kebakaran. 

Untuk mengatasi hal itu, industri galangan kapal perlu meningkatkan produksi kapal-kapal baru (di samping kapal tempur) agar terciptanya regenerasi. Dalam kurun waktu 10 tahun, kapal-kapal yang saat ini dipakai tentu akan semakin tua dan tidak berfungsi secara optimal. Jika tidak ada regenerasi, maka kegiatan distribusi bisa mati dan ekonomi daerah terluar bisa tidak stabil. Maka dari itu, Indonesia perlu adanya kebijakan maritim terkait regenerasi dan modernisasi kapal, yang dapat diperbarui (menyesuaikan kebutuhan zaman), sebagai implementasi dari Jalesveva Jayamahe.

Indonesia juga harus tetap mempertahankan eksistensi asas cabotage. Asas ini hanya memperbolehkan kapal berbendera Indonesia (dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran asal Indonesia) untuk beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Dengan asas ini, maka terciptanya nasionalisme di bidang maritim. 

Diharapkan produksi kapal berkembang pesat, sehingga perusahaan pelayaran juga bisa memiliki armadanya sendiri tanpa harus tergantung pada kapal charter. Produktivitas perusahaan tentu juga akan meningkat. Dengan adanya armada sendiri maka perusahaan pelayaran dapat lebih fleksibel menentukan kapan muatan harus diangkut. Di sisi lain, konsumen tidak perlu menunggu lebih lama. Dengan demikian, aktivitas logistik tidak terhambat.

sumber: detiknews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar