Kamis, 27 Juni 2019

Regulasi IMO : Indonesia Harus Turunkan Kadar Sulfur Bahan Bakar Kapal


Indonesia diingatkan  sudah harus siap menghadapi regulasi International Marine Organization (IMO) yang menetapkan kadar sulfur rendah pada bahan bakar kapal.

Regulasi yang ditetapkan IMO tersebut sudah harus dilaksanakan pada 1 Januari 2020, tulis rilis IMO yang diterima Bisnis.com, Rabu (26/6/2019)

Ketua Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional (INSA) Johnson Sutjipto pada seminar bertajuk 2020 Sulfur Cap Fuels and Lubricants and Biofuel and Fuel Quality ISO 8217, mengatakan, peraturan IMO mewajibkan kapal-kapal Indonesia sudah harus menggunakan bahan bakar berkadar sulfur rendah untuk mengurangi tingkat polusi udara.

IMO menetapkan bahan bakar yang digunakan harus memiliki kadar sulfur 0.5 persen pada 1 Januari 2020 mendatang. Pada saat ini kapal-kapal di Indonesia masih menggunakan bahan bakar berkadar sulfur 3.5 persen.

“Dengan ketentuan ini pemilik kapal harus sudah melakukan rencana perubahan pada kapal-kapal mereka dengan batas waktu 3-6 bulan sebelum tahun 2020,” kata Johnson.

Seminar tersebut diadakan di hotel Pullman Jakarta Barat pada Rabu (26/06/2019) oleh PT Inco Global Nusantara bersama perusahaan oli Gulf Marine dan perusahaan produksi mesin-mesin kapal dari Jepang Mitsui E&S.

Inco Global Nusantara sendiri merupakan distributor tunggal di Indonesia untuk Gulf Oil Marine dan Mitsui. INCO juga menyediakan jasa perawatan mesin serta suku cadang untuk mesin-mesin kapal.

“Ini adalah seminar pertama di Indonesia yang merangkul semua pihak, baik pemilik kapal, produsen oli dan mesin-mesin kapal, serta para ahli di bidang perawatan mesin kapal,” kata Tania Ho, Direktur PT Inco Global Nusantara.

Tania mengatakan, pertemuan tersebut untuk menjembatani berbagai persoalan yang muncul selama ini terkait penggunaan bahan bakar dan juga memberi pengetahuan kepada para pemilik kapal untuk menghadapi regulasi IMO terkait bahan bakar bersulfur rendah pada tahun 2020.

Johnson mengatakan, para pemilik kapal harus sudah siap dengan regulasi IMO tersebut, namun mereka belum memperhatikan hal-hal apa saja yang harus disiapkan saat regulasi tersebut diberlakukan, seperti kesiapan mesin-mesin kapal, perawatan, dan lain-lain.

Jika aturan tersebut diberlakukan, para pemilik kapal butuh kepastian dari Pertamina terkait pasokan serta harga bahan bakar rendah sulfur tersebut.

Pertamina juga harus segera menetapkan pelabuhan mana saja yang nantinya menyediakan bahan bakar bersulfur rendah.

Menurut Johnson, Indonesia baru mengadopsi sebagian regulasi IMO tersebut dengan mewajibkan hanya kapal-kapal yang beroperasi ke luar negeri yang menggunakan bahan bakar rendah sulfur.

“Jadi hanya sekitar 3-5 persen kapal yang terdampak dengan aturan IMO tersebut,” kata Johnson. Harga bahan bakar dengan kadar sulfur rendah diperkirakan dua kali lipat lebih mahal dari bahan bakar yang selama ini dipakai para pemilik kapal Indonesia.

Gulf Oil Marine sebagai produsen oli dari Inggris dan sudah menguasai pasar dunia ikut mendukung para pemilik kapal di Indonesia untuk tahun 2020.

Simon Lew, Sales Director Gulf Oil Marine untuk kawasan Asia Pasifik, mengatakan, Gulf sudah masuk ke pasar Indonesia sejak tiga tahun lalu. Indonesia memiliki pasar yang potensial sehingga Gulf sejak tahun lalu mulai berani memproduksi oli di Indonesia yaitu di Cilegon Jawa Barat.

Untuk pasar Indonesia, sebelumnya Gulf membuat oli di Singapura lalu bekerjasama dengan PT INCO Global Nusantara sebagai distributor.

“Saya meminta Gulf untuk bisa membuat oli di Indonesia untuk mempersingkat distribusi sehingga harganya terjangkau. Impor oli dari Singapura sangat mahal sehingga harga jual oli tidak terjangkau untuk industri kapal Indonesia,” kata Tania.

Untuk tahun 2020, Gulf sudah mempersiapkan produk oli silinder dan piston dengan Total Base Number yang cocok untuk bahan bakar dengan kadar sulfur 0.5 persen. Penggunaan oli yang tepat tentunya akan mencegah kerusakan pada mesin-mesin kapal.

Mitsui produsen mesin-mesin kapal ikut mendukung perkapalan niaga Indonesia. Perusahaan dari Jepang tersebut sudah memproduksi mesin-mesin sejak tahun 1917 dan mulai memproduksi mesin-mesin kapal sejak 1928.

Managing Director Mitsui Engineering and Ship Building Asia, Tetsuo Sayama, mengatakan, Mitsui siap mendukung perubahan pada mesin-mesin perkapalan Indonesia dengan menyediakan mesin berkualitas tinggi.

sumber: bisnis 



Selasa, 25 Juni 2019

Emiten Pelayaran Masih Menantang Angin Kencang


Emiten pelayaran masih harus menghadapi beberapa tantangan untuk bisa mencatatkan kinerja keuangan yang menarik tahun ini. Tapi, rebound harga minyak dunia bisa menjadi salah satu sentimen positif emiten sektor ini.

“Permintaan pelanggan bisa meningkat terutama bagi emiten yang selama ini mengangkut minyak,” kata Sukarno Alatas, analis Oso Sekuritas.

Bagai pisau bermata dua, kenaikan itu sekaligus dapat menjadi beban emiten lantaran harus menambah biaya operasional kapal. “Perusahaan tidak bisa seenaknya menaikkan nilai transaksi karena sifatnya sudah kontrak ketika minyak naik. Itu menjadi konsekuensi logis bagi emiten pelayaran,” ungkap Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali, Kamis (20/6).

Asal tahu saja, harga minyak dunia berada di sekitar US$ 57,43 per barel. Harga minyak ini naik sekitar 22% sejak awal tahun.

Frederik menambahkan, menarik atau tidaknya prospek pelayaran juga tergantung pada komoditas atau barang apa yang diantar oleh kapal perusahaan tersebut. Ia mencontohkan Soechi Lines (SOCI) dan Wintermar Offshore Marine (WINS) yang telah memiliki kontrak jangka panjang dengan beberapa perusahaan tambang untuk mendistribusikan komoditas seperti minyak dan batubara. “Biasanya akan lebih stabil karena itu komoditas sehari-hari ya,” kata Frederik.

Hal itu akan berbeda bagi emiten-emiten pelayaran yang mengangkut peti kemas seperti Pelayaran Tamarin (TAMU). Emiten itu akan sangat bergantung pada kondisi ekspor-impor Indonesia. “Selain regulasi domestik, kondisi ekonomi global yang tidak kondusif seperti ini juga bukan tidak mungkin memengaruhi usaha emiten,” kata Frederik.

Untuk itu Frederik tidak memungkiri bahwa investasi di saham pelayaran memiliki tingkat risiko lebih tinggi. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan investor yang ingin berinvestasi di sektor tersebut. Salah satunya adalah utilisasi kapal emiten.

Frederik mengatakan, rata-rata emiten pelayaran memiliki utilisasi armada sebesar 88% hingga 90%. “Tidak mungkin 100% karena emiten kapal harus melakukan docking 2 tahun hingga 5 tahun sekali,” terang Frederik.

Di lain sisi, Sukarno menambahkan alasan lain mengapa saham emiten pelayaran cukup riskan. “Pelemahan rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan tarif masuk ekspor Indonesia bisa menurunkan permintaan,” kata Sukarno.

Kondisi fundamental perusahaan juga beragam. Dari segi net profit margin (NPM) dan return on equity (ROE) emiten pelayaran masih menyajikan nilai yang menarik. Humpuss Intermoda Transportasi (HITS) misalnya memiliki NPM sebesar 14,7% dan ROE 37,13% . Atau coba tengok Transcoal Pacific (TCPI) yang memiliki rasio NPM sebesar 10,8% dan ROE 25,78%. Sedangkan SOCI memiliki NPM sebesar 10,4% dan 4,3%.

Dari valuasi, tak semua saham emiten pelayaran menarik. Beberapa saham memiliki nilai price earning ratio, price book value dan EV/EBITDA lebih tinggi dari industri yang masing-masing senilai 31,32x, 3,34x dan 148x.

“Hanya SOCI yang menarik karena secara valuasi masih ada di bawah rerata industri yakni PE sebesar 6,04x, PBV 0,33x, EV/EBITDA 6,54x,” papar Sukarno. Untuk itu Sukarno merekomendasikan untuk mengamati saham SOCI dengan target harga Rp 256.

sumber: kontan 


Senin, 24 Juni 2019

Hubla Pastikan Pelayaran Kapal Perintis di Maluku


Kementerian Perhubungan cq. Ditjen Perhubungan Laut memastikan angkutan laut perintis terus melayani masyarakat di wilayah Maluku dan sekitarnya. Kendati, sejumlah kapal yang melayani wilayah tersebut harus masuk docking untuk keselamatan pelayaran.

Demikian yang disampaikan Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt Wisnu Handoko, Sabtu (22/6) di Jakarta menyikapi adanya isu terhentinya pelayanan angkutan laut perintis di wilayah Maluku dan sekitarnya.

"Kapal KM. Sabuk Nusantara 71 kembali akan melayani masyarakat di Pulau Seram mulai 26 Juni 2019 dengan rute Pulau Teon, Nila dan Serua yang kesemuanya masih di wilayah propinsi Maluku," ujar Wisnu dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.

Wisnu memastikan, bahwa pemerintah selalu terus mengawasi penyelenggaraan angkutan laut perintis dan memastikan agar pelayanan angkutan laut perintis tidak berhenti akibat kapal mengalami kerusakan sehingga harus masuk docking untuk keselamatan pelayaran.

"Wilayah Maluku seharusnya dilayani oleh 3 kapal perintis yaitu kapal Sabuk Nusantara 67, 87 dan 71. Namun, ketiga kapal tersebut harus masuk docking untuk keselamatan pelayaran sehingga pelayanan angkutan laut perintis di wilayah tersebut menjadi berkurang. Adapun KM. Sabuk Nusantara 71 sudah selesai perbaikan dan segera melayani wilayah tersebut mulai 26 Juni 2019," ujar Wisnu.

Dikatakan Wisnu, Ditjen Perhubungan Laut telah meminta PT. Pelni sebagai operator yang mengoperasikan kapal perintis tersebut untuk mengatasi permasalahan kekurangan kapal di wilayah tersebut.

"Kami minta agar PT. Pelni segera mencarikan kapal pengganti sementara atau mengajukan deviasi kapal-kapal perintis yang ada di wilayah Ambon dan sekitarnya ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Ambon untuk diteruskan ke Ditjen Perhubungan Laut cq. Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut agar tidak terjadi kekosongan layanan di salah satu pulau," ujarnya.

Wisnu juga menambahkan bahwa  Ditjen Perhubungan Laut akan mengirimkan jajarannya ke wilayah tersebut untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan berdialog dengan tokoh masyarakat setempat sebagai bentuk respons dan kepedulian pemerintah terhadap aspirasi masyarakat di wilayah tersebut.

"Kami bergerak cepat mencarikan solusi dengan turun ke lokasi, berkoordinasi dengan Pemda dan mendengarkan masukan dari masyarakat. Intinya, pelayanan angkutan laut perintis harus berjalan kembali di wilayah tersebut karena masyarakat sangat bergantung terhadap keberadaan kapal sebagai penghubung antar wilayah," ujar Wisnu.

Adapun mulai 2019 ini, Ditjen Perhubungan Laut memgubah sistem pelaksanaan do"cking kapal-kapal perintis yang semula pengadaannya dilakukan di Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut menjadi langsung dilakukan oleh operator kapal.

Tentunya,  kata dia, hal itu disertai dengan catatan daftar perbaikan atau Docking List yang harus diverifikasi dan disetujui oleh Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut agar sesuai dengan anggaran yang tersedia dalam DIPA. "Hal ini sudah masuk dalam Revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. PM 48/2018 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pelayanan Publik Kapal Perintis," ujar Wisnu.

sumber:  republika

Kamis, 20 Juni 2019

Asosiasi Minta Pemerintah Beri Kesempatan Industri Bangun Kapal di Dalam Negeri


Industri galangan kapal dinilai memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Pasalnya, kebutuhan kapal di dalam negeri terbilang masih sangat besar. 

"Kedepan kita lihat prospek untuk industri ini (Galangan Kapal) sangat menjanjikan, dan akan menjadi industri yang besar di kemudian hari. Apalagi program maritim Presiden Joko Widodo masih terus berjalan," kata Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam kepada Industry.co.id di Jakarta, Jumat (14/6).

Besarnya kebutuhan kapal dalam negeri terlihat dari semakin tingginya angka impor kapal di Indonesia. Berdasarkan catatan Iperindo, sejak tahun 2006-2019 impor kapal Indonesia mencapai angka 16 ribu. Pada tahun 2018, impor kapal mencapai lebih dari USD 1 miliar, dan menduduki posisi ketujuh dari seluruh barang yang diimpor oleh Indonesia. "Angka impor tersebut menunjukkan bahwa Indonesia itu sangat membutuhkan kapal," jelasnya.

Menurutnya, jika dirata-rata sejak azas cabotage pelayaran hingga saat ini, Indonesia memasukan kapal mencapai 1.000 kapal per tahun baik bekas maupun baru. Namun, sayangnya hampir 99 persen kapal-kapal tersebut buatan luar negeri. "Jadi kami dari Asosiasi optimis bahwa kebutuhan kapal itu ada, tinggal bagaimana kita menciptakan sinergi antara pelayaran dan industri galangan kapal di dalam negeri yang akhirnya hal tersebut akan menciptakan sesuatu yang baik dan akan mengurangi tekanan pada APBN," ungkap Edy.

Edy mengungkapkan bahwa industri dalam negeri sudah cukup mumpuni untuk membangun kapal, tinggal bagaimana pemerintah memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri untuk lebih berkontribusi penuh dalam pembuatan kapal. "Tinggal diberi kesempatan, memang butuh waktu. Tapi, jika kesempatan itu ada secara otomatis tingkat efisiensi tertinggi akan dicapai," jelas Edy.

Dijelaskan Edy, kebijakan ekspor/impor menggunakan kapal dalam negeri belum sepenuhnya membuat permintaan pembuatan kapal dalam negeri meningkat. Pasalnya, jika melihat barang-barang yang diekspor ke luar negeri didominasi oleh hasil tambang, dan itu membutuhkan kapal-kapal besar. 

"Jika bicara kapal besar memang Indonesia masih kalah bersaing dengan Tiongkok, Korea, dan Jepang. Kalau kita (Indonesia) ingin bersaing, harus ada satu policy untuk membuat kita lebih kompetitif, salah satunya membebaskan bea masuk untuk impor komponen kapal yang hingga saat ini masih sekitar 5-12,5 persen," tuturnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan bahwa pihaknya telah mengidentifikasi sejak dua tahun belakangan untuk mencari komponen apa saja yang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. Selain itu, Iperindo juga telah mengajukan kepada Kementerian Perindustrian agar komponen yang belum bisa dibuat di dalam negeri jangan diproteksi. 

"Biarkan impor komponen tersebut berjalan terlebih dahulu, tapi tidak untuk selamanya. Karena, ketika industri galangan kapalnya bertumbuh otomatis industri komponen akan ikut bertumbuh. Nah, dihari nanti ketika industri komponen dalam negeri sudah mampu, baru boleh dikenakan bea masuk lagi," ucap Edy.

Berdasarkan hasil identifikasi Iperindo, ada 115 tipe komponen kapal yang memang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. 

sumber:  industry


Selasa, 18 Juni 2019

Biaya Asuransi Kapal Tanker Melonjak Pasca Serangan di Teluk Oman


 Pemilik kapal tanker minyak menghadapi kenaikan biaya asuransi untuk memuat kargo dari wilayah ekspor minyak mentah terbesar di dunia setelah sebuah serangan terjadi di Teluk Oman.

Premi risiko perang yang dibayarkan pemilik kapal setiap kali pergi ke Teluk Persia sekarang telah melonjak menjadi setidaknya US$185.000 untuk supertanker. Premi sebelumnya sudah pernah naik menjadi US$50.000 setelah serangan sebulan yang lalu.

Beberapa pemilik maupun perusahaan yang mencarter kapal memutuskan untuk menghentikan pemesanan segera pascaserangan terjadi pada Kamis (13/6), setelah mengevaluasi kembali risiko pengiriman barel dari Timur Tengah.

Washington menuding Iran sebagai penyebab terjadinya serangan di area yang berdekatan dengan Selat Hormuz, koridor penting untuk ekspor minyak mentah.

Negara Teluk Persia itu segera menyangkal tuduhan AS.

Terlepas dari itu, enam kapal tanker, yang mengangkut berbagai kargo minyak bumi, kini telah menjadi target dalam waktu hanya 32 hari, sebuah ancaman terhadap pengirim barang yang belum pernah terlihat di kawasan itu selama beberapa dekade terakhir.

“Kita harus ingat bahwa sekitar 30% dari minyak mentah dunia dikirim melewati Selat tersebut. Jika perairan menjadi tidak aman, pasokan ke seluruh dunia Barat bisa berisiko,” kata Paolo d'Amico, Ketua Intertanko, kelompok perdagangan terbesar bagi pemilik kapal tanker, seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (15/6/2019).

Sejak Kamis, pemilik kapal enggan  melakukan pengiriman ke wilayah konflik meskipun pada saat yang sama tengah terjadi kekurangan kargo.

Menurut seorang sumber, DNK, perusahaan asuransi (mutal insurer) yang menjamin salah satu kapal yang rusak akibat serangan pada hari Kamis akan menaikkan tarif  untuka risiko perang.

Sementara itu, dikutip dari pemberitahuan resmi, perusahaan asuransi Hellenic War Risks Club mungkin akan segera meningkatkan premi tambahan yang dibayarkan pemilik saat berlayar ke Teluk Persia.

Berdasarkan informasi, DNK juga menjamin kapal tanker Front Altair milik Norwegia secara penuh. Sebuah kapal dengan ukuran serupa Front Altair itu bernilai antara US$30 juta dan US$50 juta.

Menurut laporan DNK yang dilansir melalui Bloomberg, pasca serangan, awak Front Altair dipaksa naik ke kapal Iran dan kemudian dibawa ke Iran.

"Meskipun telah dijemput oleh kapal dagang di dekatnya, angkatan laut Iran menuntut agar awaknya dipindahkan ke kapal mereka," kata laporan itu.

Eskalasi yang secara material mengganggu pasokan minyak Timur Tengah relatif jarang terjadi.

Sebagai contoh, Perang Iran-Irak bertepatan dengan penurunan besar dalam produksi minyak OPEC pada paruh pertama 1980-an. Konflik itu membuat menghancurkan beberapa kapal tanker dalam upaya disrupsi ekonomi oleh kedua negara.

Sebaliknya, invasi Irak tahun 1990 ke Kuwait, dan Perang Teluk sesudahnya, memiliki dampak yang relatif kecil pada aliran kiriman melalui Selat Hormuz karena  Arab Saudi berperan menggantikan minyak mentah Irak dan Kuwait yang hilang dalam jumlah banyak.

sumber:  bisnis 

Jumat, 14 Juni 2019

Pelabuhan Marunda, Wujud KCN Sokong Poros Maritim Jokowi


Karya Citra Nusantara (KCN) berkomitmen untuk memperkuat program Presiden Jokowi di Poros Maritim yang terdapat dalam Nawa Cita.

PT KCN sendiri mengelola Pelabuhan Marunda yang terletak di kawasan Berikat Nusantara Marunda, yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Pelabuhan Tanjung Priok. Aktivitas pelabuhan 24 jam itu melayani beragam kapal curah seperti batu bara, tiang pancang, minyak sawit mentah, pasir dan semen.

"Hadirnya pelabuhan Karya Citra Nusantara sebagai salah satu pelabuhan umum di Marunda siap mendukung salah satu program Nawa Cita Presiden Jokowi, yakni memperkuat jati diri negara maritim," demikian Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi dalam keterangan resmi, Jumat (17/5).

Dia menuturkan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar menjadi poros maritim dunia. Widodo menegaskan poros maritim diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau.

Widodo juga menyatakan dengan pelabuhan yang dikelola PT KCN, dwelling time berangsur-angsur turun dari semula enam hari menjadi di bawah tiga hari. 

KCN sendiri merupakan perusahaan patungan antara PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) dan PT Karya Teknik Utama sejak 2005 lalu.

Dwelling time merupakan waktu proses sejak bongkar muat barang di pelabuhan ke Tempat Penimbunan Sementara hingga akhirnya keluar dari pelabuhan.

Pelabuhan Marunda sendiri memiliki panjang bibir pantai 1.700 M dari Cakung Drain - Sungai Blencong yang terdiri dari Pier 1, Pier 2, Pier 3. PT KCN sendiri telah mempersiapkan dermaga Pier 1 dengan panjang dermaga siap pakai 800 Meter dari 1.975 Meter dan luas lahan pendukung 20 Ha dari 42 Ha.

Pemain Utama

Induk usaha PT KCN, PT Karya Teknik Utama, juga bukan pemain baru di sektor pelabuhan. Berdiri sejak 1983, perusahaan sendiri menjadi pemain tepercaya dalam bisnis tersebut.

Dalam pengelolaan pelabuhan, perusahaan itu telah menunjukkan kemampuannya di sejumlah lokasi macam di Batam dan Bojonegara di Tangerang, Banten.

Lainnya, PT KTU juga meneguhkan posisinya sebagai pemain utama dalam bisnis perkapalan dengan mengikuti perkembangan teknologi dan bisnis kapal dunia.

"Perusahaan terlibat dalam pelbagai proyek konstruksi kapal di Indonesia, termasuk pembuatan kapal untuk pengeboran minyak," demikian perusahaan.

Diketahui, Poros Maritim berfokus pada lima pilar utama. Di antaranya adalah membangun kembali budaya maritim Indonesia, menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama.

Poros Maritim ala Jokowi juga memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.

Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda Iwan Sumantri sebelumnya memuji kontribusi PT KCN untuk menekan dwelling time.

Menurutnya, sejak pelabuhan Marunda dikelola PT KCN terjadi pengurangan dwelling time yang cukup signifikan. 

"Banyak aktivitas bongkar muat barang curah yang sebelumnya dilakukan di Tanjung Priok, kini bisa dilayani di Marunda, sehingga secara tidak langsung mengurangi waktu bongkar muat kapal," kata Iwan, beberapa waktu lalu.

sumber: cnnindonesia 

Kamis, 13 Juni 2019

Tersandung Bisnis Komoditas, Laju Asuransi Marine Cargo Melambat


Lini bisnis asuransi pengangkutan di laut (marine cargo) tengah lesu. Hal ini terlihat dari pertumbuhan premi asuransi marine cargo tumbuh tipis karena dipengaruhi penurunan penggunaan asuransi nasional.

Mengutip data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), sampai kuartal I 2019, industri asuransi umum mencatatkan perolehan premi asuransi marine cargo sebesar Rp 1,18 triliun, atau tumbuh 1,3% dibandingkan tahun lalu yakni Rp 1,17 triliun.

Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimuthe menjelaskan perlambatan ini dipengaruhi aktivitas pengangkutan ekspor baru bara dan minyak kelapa sawit (CPO) menggunakan asuransi nasional turun. Jadi eksportir lebih memilih menggunakan asuransi luar negeri untuk memproteksi barang yang diangkut melalui jalur laut.

“Produk kita berkurang untuk ekspor keluar. Jadi mereka lebih banyak menggunakan di luar kemungkinan dari Australia. Tapi apakah hal ini berdampak, saya kira bisa saja,“kata Dody di Jakarta, belum lama ini.

Selain itu, menurut Dody, asuransi impor juga tumbuh lebih kecil karena harga makin kompetitif dengan perusahaan asuransi lain. Tapi penggunaan asuransi nasional diperkirakan membaik seiring kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batu bara yang berlaku mulai 1 Juni 2019.

Perusahaan asuransi nasional sudah siap untuk melayani perdagangan batu bara secara internasional. Meski demikian, mereka perlu beradaptasi dulu untuk menggunakan asuransi nasional maka itu penggunaan asuransi nasional belum optimal.

“Masih ada buyer menggunakan asuransi dari luar. Kementerian Perdagangan memaklumi hal ini karena masih perkenalan. Tantangannya, adalah bagaimana asuransi yang terdaftar baik individu maupun konsorsium mendekati para eksportir agar beralih ke asuransi nasional,” tutup Dody.

Sebelumnya Kepala Subdirektorat Sistem Pembiayaan dan Pembayaran Kementerian Perdagangan Rumaksono menyebutkan, pengapalan atau shipment ekspor batu bara sudah memakai asuransi nasional baru sebesar 9% per Maret 2019.

Jumlah tersebut dihitung berdasarkan Laporan Surveyor (LS) dalam aktivitas ekspor batu bara yang tercatat sebanyak 1.095 shipment. Dari jumlah itu, baru 103 shipment yang menggunakan asuransi nasional atau sebesar 9%.

sumber:  kontan 

Selasa, 11 Juni 2019

Bahas Industri Galangan Kapal di KTI, IKA Teknik Unhas Gelar Dialog


Panitia penyelenggara Halal Bi Halal dan Reuni Ikatan Alumni Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin menyelenggarakan agenda dialog alumni dan Civitas Akademika FT-UH yang bertempat di Center of Technology (COT) Kampus Gowa Universitas Hasanuddin.

Dialog ini dipimpin langsung oleh Dekan Fakultas Teknik Unhas, Dr. Ir. Arsyad dan Ir. Muhammad Sapri Pamulu, PhD selaku perwakilan Ikatan Alumni Teknik Unhas (IKATEK UH) berlangsung sangat interaktif.

Ketua penyelenggara HBH Nasional 2019, Ir. Anwar Mattawappe memberikan update tentang industri galangan perkapalan di Kawasan Indonesia timur (KTI).

“Jumlah galangan kapal di KTI hanya 12 persen dari total jumlah galangan kapal di Indonesia dan di Sulsel sendiri kita hanya punya PT IKI sedangkan di Sulawesi Utara mereka punya 2-3 galangan kapal,” kata Anwar, Senin, 10 Juni 2019.

“Melihat arus lalu lintas di selat Makassar dilewati oleh lebih dari 30 ribu kapal setiap tahunnya membuka peluang besar untuk alumni Unhas membuka beberapa galangan kapal lagi di Sulsel ini,” sambungnya.

Sementara itu, Dr. Ir. Arsyad menambahkan bahwa Fakultas Teknik Unhas akan mengambil peran strategis di dalam mendirikan science technopark untuk mendukung industri perkapalan ini.

Science Technopark (STP), kata dia, merupakan salah satu bentuk wadah untuk menghubungkan institusi perguruan tinggi dengan dunia industri.

“Definisi dari Technopark atau Scienceparka dalah suatu kawasan terpadu yang menggabungkan dunia industri, perguruan tinggi, pusat riset dan pelatihan, kewirausahaan, perbankan, pemerintah pusat dan daerah dalam satu lokasi yang memungkinkan aliran informasi dan teknologi secara lebih efisien dan cepat,” paparnya.

Tanggapan Ketua IKATEK UH Wilayah Sumatera
Ir. Sapri Pamulu, PhD sebagai perwakilan alumni menyampaikan bahwa dibutuhkan sinergi dan kolaborasi apik antara alumni dan pihak civitas akademika FT-UH untuk mewujudkan industri kemaritiman di Sulsel yang terintegrasi.

“Kita membutuhkan pelabuhan berskala internasional di setiap pulau penting yang ada di nusantara, industri galangan kapal, industri migas lepas pantai, industri perikanan, pengembangan potensi wisata bahari, pengembangan industri manufaktur untuk penyediaan komponen konstruksi perkapalan dan lain sebagainya dibangun di Sulawesi Selatan, kita punya potensi itu sebagai alumni,” ujar Ir. Sapri yang juga merupakan pengurus pusat PII.

Ir. Anwar Mattawappe menyebutkan bahwa alumni Unhas sudah banyak membangun fasilitas galangan kapal di Jawa dan Sumatera.

“Di KTI sendiri kita masih menjajaki potensi bisnis ini yang diyakini sangat prospektif,” terangnya.

Sementara Ir. Jamsir selaku Ketua IKATEK UH Wilayah Sumatera menyebutkan bahwa alumni Unhas yang terlibat dalam industri kemaritiman termasuk sektor offshore oil & gas perlu ditingkatkan lagi.

“Kita berharap pihak Unhas juga lebih banyak memberikan kandungan migas dan kemaritiman pada kurikulum Teknik kita. Saya sendiri melihat bahwa industri kemaritiman dan migas adalah sangat bergengsi bagi alumni, melihat potensi migas di kawasan timur Indonesia sangat menjanjikan, sebutlah megaproyek Inpex Masela di Maluku dan BP Tangguh di Papua,” ujarnya.

Dr. Ir. Isradi Zainal selaku Ketua IKATEK UH wilayah Kalimantan menyebutkan bahwa untuk lebih memperkuat lagi peranan alumni Teknik Unhas di tingkat nasional maka perlu segera untuk mengusulkan dibentuknya Badan Kejuruan Perkapalan pada organisasi Persatuan Insinyur Indonesia (PII).

“Saat ini, sudah ada BK Teknologi Kelautan dan akan lebih bagus lagi ketika ada BK yang terdedikasi untuk pengembangan industri perkapalan,” jelasnya.

Pemaparan Ir. Habibie Razak
Ir. Habibie Razak sebagai salah satu peserta dialog menginfokan bahwa inisiatif untuk membentuk BK perkapalan sebenarnya sudah dilakukan sejak 3 tahun lalu melalui rapat IKATEK UH yang dihadiri pengurus dari Ikatan Sarjana Perkapalan Unhas (ISP)

“Sebaiknya usaha ini dilanjutkan, harapannya dengan BK Perkapalan ini alumni Sarjana Perkapalan Unhas bisa mengambil peranan strategis di kepengurusan yang baru,” kata Ir. Habibie yang juga merupakan pengurus PII Pusat.

“Industri migas adalah satu bagian dari industri kemaritiman merupakan sub-sektor yang sangat strategis di Indonesia. Alumni Teknik Unhas diharapkan mengisi posisi-posisi strategis sebagai project manager ataupun project director di perusahaan-perusahaan terkemuka yang berinvestasi di Indonesia,” tambahnya.

Tentunya, kata dia, untuk berkiprah di sub sektor ini dibutuhkan technical competency yang kuat, memiliki kompetensi multi-disiplin bukan hanya single discipline saja.

“Seperti Insinyur Sipil misalnya, juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang disiplin mekanikal, elektrikal, instrumentasi dan kontrol, process engineering dan disiplin lainnya,” kata Ir. Habibie Razak yang juga merupakan Ketua Badan Otonom Pengembangan Profesi Insinyur Ikatan Alumni Unhas (IKATEK UH).

“Dan yang tak kalah penting, menurut PII selain technical competency para alumni atau lulusan juga harus memiliki attitudes, perilaku dan kebiasaan kebiasaan positif yang bisa dibentuk dari organisasi kemahasiswaan di Fakultas Teknik Unhas,” tambahnya.

Tanggapan Ketua Ikatan Sarjana Perkapalan Unhas
Ketua IKATEK UH Wilayah Jatimteng & DIY, Ir. Askari Azis menyampaikan bahwa dengan ber-IKATEK banyak yang bisa dilakukan antarsesama alumni bukan hanya sekedar bersilaturahmi tapi juga bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai bisnis dan komersil.

Sesi tanya jawab ini dimoderasi oleh Dr. Ir. Mukti Ali selaku Wakil Dekan III Kemahasiswaan. hadir juga Dr. Ir. Rusman Muhammad Wakil Dekan II yang juga merupakan Ketua PII Cabang Makassar.

Ir. Muhammad Fitri atau yang bisa dipanggil Pitto’ selaku Ketua Ikatan Sarjana Perkapalan Unhas memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada civitas akademika FT-UH yang memberikan kesempatan kepada alumni untuk berkunjung dan berdiskusi dengan Dekan dan para jajarannya.

Acara tersebut kemudian dilanjutkan dengan penanaman pohon secara simbolik di lokasi kampus Gowa ini.

Di acara ini turut hadir Ir. Andi Razak Wawo selaku Ketua Alumni IKA Unhas Wilayah Jabodetabek yang juga merupakan praktisi onshore oil & gas exploration drilling.

Ir. Andi Razak Wawo memberikan sedikit pemaparan tentang peranan alumni Teknik Unhas pada industri minyak dan gas di Indonesia.

sumber: makassarterkini

Senin, 03 Juni 2019

Pelayaran Nelly (NELY) Siapkan Rp 140 Miliar untuk Beli Empat Set Kapal


PT Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk (NELY) menyiapkan alokasi belanja modal sekitar Rp 120 miliar hingga Rp 140 miliar. Jumlah tersebut mayoritas untuk penambahan kapal tongkang dan tugboat.

Tjahja Tjugiarto, Direktur Utama NELY menjelaskan bahwa perusahaan akan mendatangkan 4 set kapal tongkang dan tunda tahun ini. Dua set kapal sudah terealisasi di semester I tahun ini dan sisanya di paruh kedua tahun ini.

"Dua terakhir itu akan kami beli yang jumbo karena itu harganya 10% lebih mahal. Kami alokasikan sekitar Rp 120 miliar sampai Rp 140 miliar untuk pembelian kapal tahun ini," ujarnya di Jakarta, Selasa (28/5).

Asal tahu saja, untuk investasi pembelian satu set kapal ukuran 300 feet berkisar Rp 35 miliar sehingga total sampai Mei perusahaan sudah merealisasikan dana belanja modal Rp 70 miliar. Penambahan kapal dilakukan untuk antisipasi demand yang ada khususnya untuk pengangkutan kayu.

"Saat ini kami punya kapal tunda totalnya 22 unit, tongkang totalnya 24 unit, ditambah kapal kontainer 1 unit dan tongkang kontainer 1 unit," lanjutnya.

Dirinya menjelaskan seluruh armadanya saat ini terutilisasi dengan baik, hanya ada 4 set kapal tongkang dan tunda yang dilakukan dry docking. Sedangkan sisanya melayani kontrak pengangkutan kayu dan batu pasir dengan utilisasi penuh.

sumber:  kontan