Senin, 30 Juli 2018

Transportasi Perairan Nasional Harus di Benahi


Tragedi tenggelamnya kapal secara beruntun, KM Sinar Bangun di Danau Toba dan KM Lestari Maju di perairan Selayar beberapa waktu lalu, telah menciderai visi poros maritim dunia (PMD). Timbul pertanyaan, mungkinkah mewujudkan PMD jika soal keselamatan pelayaran saja masih bermasalah?

Dua kejadian di atas menampar ambisi PMD karena menelan korban jiwa. Apakah program-program pembangunan buat PMD telah berjalan efektif atau hanya retorika semata? Misalnya, tol laut. Jangan sampai pemerintah hanya menggenjot perbaikan logistik nasional tetapi mengabaikan pembenahan kuantitas dan kualitas tatakelola pelayaran yang berimbas pada munculnya tragedi.

Pembenahan tak semudah membalikan telapak tangan. Problemnya kompleks dan struktural. Penulis merasakan betul tatkala mudik lebaran berapa waktu lalu di daerah Sulawersi Tenggara (Sultra).

Saat menyeberang ke pulau Muna dari pelabuhan Kendari, ibu kota Sultra, menggunakan transportasi laut, jumah penumpang melebihi kapasitas. Banyak penumpang tak mendapatkan tempat duduk.

Mengapa bisa terjadi? Alasannya, armada yang beroperasi terbatas sementara penumpang membludak. Sayangnya, pemerintah pusat maupun daerah tak mengantisipasinya dan menyediakan langkah kontigensi. Kejadian ini selalu berulang.

Penulis memastikan fenomena serupa terjadi di daerah lain di Indonesia. Makanya, pemerintah pusat jangan hanya membangun jalan tol di darat. Bangun juga infrastruktur transportasi laut, danau, sungai dan penyeberangan yang memadai di seluruh Indonesia

Secara aktual, kecelakaan transportasi perairan di Indonesia masih terjadi dan intensitasnya meningkat. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melaporkan bahwa selama 2012—2017 jumlahnya 107. Penyebabnya beragam, mulai dari tenggelam (29), terbakar/meledak (40), tubrukan (24), kandas (10), dan lainnya (4). Korban meninggal/hilang tercatat

931 dan luka-luka 631 (KNKT, 2017). Dalam kurun waktu 6 tahun, pemerintah kurang membenahi tatakelola pelayaran dan infrastruktur pendukungnya. Faktor-faktor menyebabkan kecelakaan transportasi perairan ada enam.

Pertama, kesalahan manusia. Bentuknya ialah kecerobohan mengoperasikan kapal, minimnya kapasitas dan kemampuan anak buah kapak (ABK) menguasai problem dalam operasionalisiasi kapal, dan tindakan membiarkan mengangkut penumpang dan barang melebihi kapasitasnya.

Untuk mengantisipasi risiko kecelakaan dan meminimalisasi kesalahan manusia, ABK mesti memiliki pengetahuan, pemahaman, kecakapan dan keterampilan yang mumpuni.

Kedua, teknis. Penyebabnya, desain kapal yang tidak memenuhi standar. Perawatan kapal juga tidak rutin dan terjadwal, sehingga memicu kerusakan yang bisa berakibat fatal.

Ketiga, alamiah. Faktor ini terkait dengan cuaca dan kondisi oseanografi perairan seperti kecepatan arus yang kuat, gelombang tinggi serta badai disertai kabut yang membatasi jarak pandang. Faktor ini amat dipengaruhi musim.

Keempat, kapasitas berlebih. Jumlah penumpang yang diangkut melebihi kapasitas angkut kapal menjadi penyebab sebagian besar kecelakaan. Penyebabnya, kelalaian nahkoda dan minimnya pengawasan di pelabuhan. Selain itu perilaku aparat pengelola pelabuhan yang mengabaikan ketentuan yang berlaku.

Kelima, lemahnya tatakelola lalu lintas kapal. Lemahnya sistem informasi dan koordinasi menimbulkan kerugian.

Keenam, kelembagaan. Hal ini terkait dengan penegakan aturan main. Pengelola kapal kerap melanggar aturan dan aparat membiarkannya. Apalagi, aturannya belum tersedia, khususnya yang mengatur pelayaran kapal-kapal tradisional.

Penegakan Aturan

Kasus KM Sinar Bangun yang menelan korban jiwa membuktikan hal itu. Pengawasan dalam menerapkan ketentuan internasional dalam dunia pelayaran juga lemah. Padahal beberapa aturan tersebut sudah diratifikasi Indonesia. Misalnya International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974 telah disempurnakan pada 1988.

Ada pula Protocol of 1988 Relating to The International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) lewat Perpres No. 57/2017. Semua regulasi nasional maupun internasional (IMO) bertujuan melindungi dan menyelamatkan jiwa (SOLAS Convention, 1974), harta (Load Lines Convention, 1966), dan nyawa manusia di laut serta mencegah pencemaran dan kerusakan ekosistemnya (MARPOL Convention 73/78). Adapun International Safety Management (ISM) Code dan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code menjamin keselamatan dan keamanan.

Problemnya, praktik di Indonesia tidak sesuai antara dokumen dan fakta. International Convention on Standards of Training, Certification dan Watchkeeping for Seafarers 1978 telah direvisi pada 1995. Ketentuan ini mengatur sistem standarisasi berbasis sertifikasi bagi sumber daya manusia (SDM) yang mengoperasikan kapal.

International Convention on Maritime Search and Rescue (1979) mengatur soal mekanisme pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan pelayaran.

Indonesia telah meratifikasinya lewat Perpres No. 30/2012 dan International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR) yang diadopsi lewat Perpres No. 83/2016 dengan membentuk Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP).

Standar Kompetensi

Secara kelembagaan, tatakelola pelayaran di Indonesia sudah memadai. Masalahnya, penerapan dan penegakannya masih lemah. Inilah yang memicu kecelakaan pelayaran. Untuk itu pemerintah mesti melakukan langkah-langkah strategis dan solutif agar kecelakaan pelayaran tak berulang.

Pertama, menata ulang aransemen kelembagaan dan menegakan aturan pelayaran yang berlaku secara nasional (UU Pelayaran No. 17/2018) beserta turunannya Perpres No. 57/2017 dan Perpres No. 83/2016 serta ketentuan-ketentuan internasional yang telah diratifikasi.

Jika aturan mainnya belum tersedia, terutama transportasi perairan tradisional, pemerintah mesti menyediakannya.

Kedua, menerapkan standar kompetensi SDM berbasis sertifikasi untuk mengoperasikan kapal pada semua jalur pelayaran. Hal ini akan meningkatkan kualitas, profesionalisme, keterampilan dan posisi tawarnya. Nantinya, tidak ada lagi pemilik kapal merangkap nakoda. Penerapan standar kompentensi ini amat cocok buat kapal-kapal yang melayari destinasi wisata bahari kelas dunia seperti Raja Ampat, Wakatobi, dan Komodo.

Ketiga, mendata ulang kapal-kapal yang beroperasi di jalur-jalur tradisional (sungai, danau dan penyeberangan) dan antarpulau terkait dengan ketersediaan fasilitas penunjang dan tambahannya. Hal ini penting agar dapat dievaluasi kemanfaatan fasilitas tersebut.

Keempat, membenahi dan menegakan regulasi pelayaran secara ketat, karena menyangkut keselamatan jiwa. Diantaranya memastikan implementasi ISM Code lewat pengawasan secara berkala bagi kapal-kapal yang melakukan pelayaran pada jalur-jalur tradisional hingga antar pulau. Menetapkan prosedur operasi standar (SOP) dan penanganan yang ketat terhadap bahan berbahaya yang dimuat maupun kendaraan yang masuk kapal.

Menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat dalam penggunaan tiket kapal (termasuk pelayaran rakyat) pada jalur tradisional maupun antar pulau dengan membuat manifes penumpang yang jelas.

Kelima, merestorasi dan meningkatkan kualitas infrastruktur keselamatan transportasi perairan (laut, danau, sungai dan penyeberangan) maupun antar pulau, baik infrastruktur keras (pelabuhan, kapal dan fasilitas pendukungnya) maupun soft-infrastructure (regulasi, kebijakan, dan tatakelola).

sumber: suaracargo

Selasa, 24 Juli 2018

Bisnis Reparasi Kapal Jadi Pendapatan Utama Krakatau Shipyard


Perusahaan pembuatan dan perbaikan kapal PT Krakatau Shipyard musti mengambil langkah hati-hati dalam bisnisnya untuk saat ini. Hal ini karena kurs rupiah terhadap dollar AS kerap melemah yang saat ini mengutip Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) sudah mencapai Rp 14.541 per dollar AS.

Direktur Utama Krakatau Shipyard Askan Naim menjelaskan sejauh ini margin dari bisnis pembuatan kapal miliknya tidak terlalu besar. “Jika sampai 10% marginnya itu sudah bagus banget,” katanya kepada Kontan.co.id pada Senin (23/7).

Askan mengatakan, jika dolar terus menguat semakin tajam, maka keuntungan yang diperoleh bakal semakin tipis walaupun sudah menggunakan strategi klausul harga mengikuti kurs. “Dipastikan jika sudah mencapai Rp 17.000 itu pembuatan kapal pasti rugi,” jelas Askan.

Bisnis pembuatan kapal bagi Krakatau Shipyard hanyalah sebagai bentuk kebanggaan perusahaan saja. Lebih dari itu, kesuksesan perusahaan dalam pembuatan kapal hanya ingin menunjukkan performa perusahaan secara kualitatif.

Tapi, secara kuantitatif justru bisnis reparasi yang memiliki keuntungan yang lebih besar. “Cash flow aman dari situ, karena reparasi sebetulnya lebih menjanjikan” ujarnya.

Salah satunya, karena bahan baku untuk reparasi bisa banyak ditemukan dari produsen lokal. Sebut saja bahan-bahan seperti bahan plat, siku kapal, kawat las, dan oksigen walaupun ada juga beberapa bahan seperti plat baja yang harus didatangkan secara impor.

Kendati demikian, dollar yang kerap menguat juga membuat perusahaan melakukan penyesuaian harga pada bisnis reparasi kapal. Saat ini kenaikan sudah berdampak dan disebut Askan mencapai 6% hingga 7%.

sumber: kontan 

Senin, 23 Juli 2018

Pelindo IV Bidik Peningkatan Arus Peti Kemas Sebesar 10 Persen Tahun Ini



PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) membidik peningkatan arus peti kemas sebesar 10% sepanjang 2018. Dalam tiga bulan pertama, realisasi arus peti kemas telah tumbuh 5% secara tahunan.

Riman S. Duyo, Direktur Operasi dan Komersial Pelindo IV, mengatakan bahwa perseroan bakal menambah peralatan dan mengembangkan kapasitas di beberapa pelabuhan guna menggenjot arus barang.

Di samping itu, Pelindo IV juga mengoptimalkan pelayaran langsung atau direct call agar arus barang meningkat.

“Kecenderungannya [arus barang] mulai naik di April 2018. Di kuartal I, peti kemas di Pelindo IV tumbuh sekitar 5%,” ujarnya kepada Bisnis hari ini Selascoa (22/5/2018).

Sepanjang tahun 2017, arus kontainer di pelabuhan yang dikelola Pelindo IV telah mencapai 1,94 juta TEUs atau mengalami peningkatan 5,12% secara tahunan. Di kuartal I/2018 Riman memperkirakan arus peti kemas mencapai kisaran 500.000 TEUs.

Menurut Riman, arus barang di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menjadi wilayah kerja perseroan terbilang potensial untuk digarap. Namun, fasilitas dan infrastruktur pelabuhan yang kurang memadai membuat potensi kargo tersebut belum bisa digarap secara optimal.

Untuk itu, Pelindo IV bakal menambah beberapa peralatan di sejumlah pelabuhan agar kapasitas dan kecepatan bongkar muat semakin meningkat. Di Pelabuhan Merauke, misalnya, Pelindo IV telah mengoperasikan dua unit harbour mobile crane (HMC).

Dengan alat ini, produktivitas bongkar muat bisa mencapai 24 boks per jam atau dua kali lipat dibandingkan dengan alat derek statis di kapal.

Riman mengungkapkan, ikan bisa menjadi salah satu komoditas yang akan menjadi andalan untuk menggenjot arus peti kemas. Pelindo IV telah menambah sejumlah fasilitas di Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara agar bisa mengumpulkan hasil ikan di wilayah perairan Maluku. Potensi kargo ikan, lanjut Riman mencapai 2 juta ton per tahun.

“Kami sedang bangun konektivitasnya . Dari Tual sekarang banyak swasta yang tertarik untuk menjadi feeder,” ungkapnya.

Saat ini, Pelindo IV sudah melayani direct call (pengapalan langsung ke luar negeri) dari Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Balikpapan. Perusahaan Pelayaran SITC Line yang melayani direct call dari Makassar dan Balikpapan bakal Mambawa muatan ke Xiamen, Shanghai, Ningbo, dan Shekou.

sumber: suaracargo

Kamis, 19 Juli 2018

GINSI Desak Solusi Kemacetan Penghambat Akses Logistik Pelabuhan Tanjung Priok

                                                                         Ilustrasi

Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendesak adanya solusi atas kemacetan yang menghambat akses logistik dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok termasuk di New Priok Container Terminal-One (NPCT-1).

Ketua BPD GINSI DKI Jakarta, Subandi mengemukakan, kondisi kemacetan akses logistik Priok itu telah menyebabkan kerugian bagi importir lantaran barang/peti kemas terlambat tiba di gudang importir atau pabrik.

Kondisi ini, selain mengganggu kelangsungan kegiatan produksi terhadap kargo impor yang berupa bahan baku, juga membuat proses distribusi kargo konsumsi menjadi lama sampai ke konsumen.

“Dari sisi cost tentu importasi menjadi bengkak biayanya akibat kemacetan itu.Akibatnya cost produksi pabrik juga bertambah.Harus ada solusi dari pemerintah agar barang kita bisa berdaya saing,” ujarnya kepada Bisnis, hari ini Sabtu (26/5/2018).

Subandi mengatakan, akses keluar masuk pengangkutan peti kemas ke NPCT-1 sejak sebelum bulan Ramadhan hingga saat ini juga semakin krodit dan tidak ada perbaikan.

“Importir dirugikan selain ongkos angkutanya jadi besar karena minta tambahan ongkos angkut juga biaya storagenya di terminal yang makin lama semakin mencekik,” paparnya.

GINSI mengharapkan instansi berwenang dan Otoritas Pelabuhan Priok maupun PT.Pelindo II selaku pengelola terminal peti kemas di pelabuhan Priok harus bertanggung jawab mengatasi hal ini.

“Jika tidak bisa mengatasi hal seperti ini maka NPCT-1 tidak layak disebut terminal berkelas international,” tuturnya.

Subandi mengatakan, upaya menurunkan biaya logistik jangan hanya retorika dan tidak punya langkah strategis untuk mencapainya, sebab selama ini pemilik barang / importir yang menanggung beban biaya tinggi itu.

Importir, imbuhnya, selama ini hanya dapat janji yang gak ada realisasinya dalam program penurunan cost logistik di pelabuhan Tanjung Priok itu.

“Bila perlu Presiden kalau mau datang ke Priok ataupun NPCT-1 dengan cara inspeksi mendadak saja supaya melihat jelas kondisi asli keseharian di kawasan tersebut,”ujar dia.

sumber: suaracargo

Kamis, 12 Juli 2018

Ingin Kembali Go Internasional, Djakarta Lloyd Berencana Ganti Nama Perusahaan

                                                                           illustrasi

Guna berlayar kembali ke pasar internasional, perusahaan pelayaran milik negara PT Djakarta Lloyd (Persero) berniat untuk mengubah nama perusahaan. 

Direktur Utama PT Djakarta Lloyd Suyoto mengatakan saat ini rencana untuk mengubah nama perusahaan masih menjadi wacana. Meski begitu, ia berencana untuk menggelar lomba pemilihan nama serta logo ke universitas-universitas di akhir tahun ini.

“Nanti kami akan lombakan untuk nama serta logonya, nanti kami tinggal milih mana yang mewakili perusahaan pelayaran negara, mewakili BUMN, serta masih membawa sejarah Djakarta Lloyd,” ujar Suyoto kepada Kontan.co.id, Kamis (12/7).

Salah satu tujuan perusahaan mengganti nama kata Suyoto agar perusahaan kembali go internasional. “Kalau sekarang di dalam pasar internasional namanya masih jelek,” ungkapnya.

Sebagai informasi, Djakarta Lloyd yang bergerak di bidang pelayaran kargo kontainer dan curah berbasis transportasi kapal laut ini pernah berjaya pada 1970-1980. Akan tetapi dari catatan Kontan.co.id, kinerjanya tertekan ketika open sea policy diterapkan.

Hingga Juni 2018, Djakarta Lloyd telah mengantongi pendapatan Rp 300 miliar. Hingga akhir tahun, perusahaan menargetkan bisa membukukan pendapatan Rp 600 miliar. 

Suyoto bilang, target awal pendapatan pada 2018 hanya sebesar Rp 400 miliar, kemudian Djakarta Lloyd merevisi RKAP 2018. Ia optimistis target pendapatan itu akan tercapai lantaran perusahaan sudah mengantongi beberapa kontrak. Seperti kontrak dari Pertamina, PT Surya Mega Adiperkasa, PT PLN Batubara, serta ada penambahan kontrak dari PLN.

Sebagai informasi, tahun ini Djakarta Lloyd akan mengangkut 3,7 ton batubara ke pembangkit listrik milik PLN. Saat ini, Djakarta Lloyd juga tengah mengejar penyelesaian untuk dua proyek lagi untuk tahun 2018 dari Pertamina dan PT Aneka Tambang.

Dengan begitu, Suyoto berharap laba bersih perusahaan pada akhir tahun 2018 bisa mencapai Rp 70 miliar.

sumber: kontan

Rabu, 11 Juli 2018

Mulai 1 Maret 2015, Semua Kapal Motor Lebih Dari GT 35 Wajib Diasuransikan

                                                             illustrasi

Guna lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran di seluruh perairan Indonesia, terhitung mulai tanggal 1 Maret 2015, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan menginstruksikan kepada seluruh pemilik kapal yang memiliki kapal motor dengan ukuran GT 35 atau lebih, wajib untuk mengasuransikan kapalnya dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi.

Pemberlakukan Ketentuan tersebut berdasarkan Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor. AL.801/1/2 Phb 2014 tanggal 8 Desember 2014 perihal Kewajiban Mengasuransikan Kapal dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi. Dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan dimaksud, apabila pemilik kapal tidak mematuhi ketentuan ini maka akan dikenakan sanksi adminsitratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin.

Namun demikian, kewajiban untuk mengasuransikan kapal dimaksud dikecualikan bagi kapal perang, kapal Negara yang digunakan untuk melakukan tugas pemerintahan, kapal layar dan kapal layar motor, atau kapal motor dengan tonase kotor kurang dari GT 35 (tiga puluh lima Gross Tonnage)

Kewajiban asuransi penyingkiran tersebut di atas sudah diatur di dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pasal 203. Kewajiban itu juga diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 tahun 2013 tentang Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah Air. Untuk melaksanakan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut telah mengeluarkan peraturan dengan Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Tidak Diberikan Pelayanan Operasional Kapal.

Peraturan Dirjen Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tanggal 3 Desember 2014 mengatur dalam Pasal 1 sebagai berikut:

-Ayat (1) Pemilik kapal wajib mengasuransikan kapalnya yang berukuran sama atau lebih 35 GT dengan asuransi atas kewajiban menyingkirkan kerangka kapal dan/atau asuransi perlindungan dan ganti rugi;

-Ayat (2) Pemilik kapal dan/atau Nakhoda wajib melaporkan kerangka kapalnya yang kandas atau tenggelam;

-Ayat (3) Pemilik kapal wajib menyingkirkan kapalnya yang kandas atau tengelam sesuai batas waktu yang ditetapkan.

Sedangkan Pasal 2 Peraturan Dirjen Perhubungan Laut di atas mengatur sanksi kepada pemilik kapal yang tidak memenuhi kewajibannya seperti tersebut di atas yaitu: Ayat (1) Terhadap pemilik kapal yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana pasal 1 ayat (1) dikenakan sanksi tidak diberikan pelayanan operasional sebagai berikut: a. Pemanduan; b. Sandar; c. Bongkar dan/atau muat.

Terkait dengan ketentuan di atas dan guna lebih mensosialisasikan kepada seluruh stakeholders terkait, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyelenggarakan Seminar Sehari Tantang Pelaksanaan Kewajiban Asuransi Kerangka Kapal (Wreck Removal Insurance) pada tanggal 24 Februari 2015 bertempat di Ruang Mataram Kantor Pusat Kementerian Perhubungan. Acara ini dibuka oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut dengan menghadirkan para pembicara dari Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai, Otoritas Jasa Keuangan, dan P & I Club.

Sebagaimana diketahui, Pasal 203 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam. Untuk menjamin tanggung jawab pemilik kapal menyingkirkan kerangka kapalnya seperti tersebut di atas, pemilik wajib mengasuransikan kapalnya.

Pemerintah menyadari, apabila kapal mengalami musibah dan tenggelam tentunya diperlukan upaya tindak lanjut untuk segera dilakukan penyingkiran dalam rangka menghilangkan hambatan dan menjaga kelancaran operasional kapal lainnya terkait aspek keselamatan dan keamanan pelayaran pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan. Untuk melakukan kegiatan tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan cukup besar yang dapat memberatkan para pemilik kapal. Untuk itulah kewajiban asuransi tersebut di atas diberlakukan.

sumber: Biro Komunikasi dan Informasi Publik

ITS Kembangkan Sistem Peringatan Dini Bahaya untuk Kapal


Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan sebuah inovasi teknologi berupa sistem pencegahan dini pada kapal saat berada dalam zona berbahaya.

Ketut Buda Artana, Wakil Rektor IV Bidang Inovasi, Kerjasama, Kealumnian, dan Hubungan Internasional ITS, mengatakan teknologi tersebut bernama Automatic Identification System ITS (AISITS) yang berfungsi sebagai alarm peringatan dini yang dapat meminimalisir kemungkinan bahaya-bahaya di laut.

"Inovasi yang dikembangkan bersama Kobe University Jepang ini dapat menampilkan data secara real time sebuah peringatan dini jika kapal mendekati zona bahaya, di mana AISITS akan mengirim alarm jika ia memasuki zona bahaya misalnya terdapat instalasi kelautan seperti pipa atau kabel bawah laut,” jelasnya dalam rilis Selasa (10/7/2018).

Dia mengatakan keselamatan lalu lintas laut selama ini telah menjadi isu penelitian penting di beberapa tahun terakhir karena tingginya angka kecelakaan maritim, terutama pada kasus tabrakan kapal laut.

Berdasarkan data statistik Lloyd's List Intelligence Casualty Statistics, kerugian tertinggi yang diakibatkan kecelakaan kapal pada rentang 2007-2016, terdapat di Laut China Selatan, Indochina, Indonesia termasuk di dalamnya dan juga Filipina.

Indonesia pun termasuk di dalamnya. Misalnya, permasalahan yang terjadi di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) sebagai akses menuju pelabuhan terbesar kedua di Indonesia, yaitu Tanjung Perak.

APBS dikenal sebagai jalur padat lalu-lintas laut. Serta terdapat banyak instalasi pipa minyak dan gas milik berbagai macam perusahaan.

“Yang menjadi masalah adalah risiko terjadinya kecelakaan kapal yang melibatkan pipa-pipa tersebut,” ujarnya. 

Ketut menjelaskan, pipa bawah laut yang berada di wilayah APBS dengan jarak sekitar 100 meter di bawah permukaan laut sangat berisiko. Jika ada kapal karam maupun jangkar yang diturunkan mengenai pipa bisa mengakibatkan dampak yang lebih besar. 

“Seperti contoh kasus di teluk Balikpapan beberapa bulan lalu, jangkar kapal yang terbawah arus mengenai pipa minyak milik PT Pertamina dan menyebabkan kebakaran besar,” kata Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) ITS ini. 

sumber: bisnis

Senin, 09 Juli 2018

Jalur Pelayaran Sekitar Lokasi Kebocoran Pipa Gas di Bojonegara Diamankan

                                                                        ilustrasi

Kapal Patroli KPLP KNP. Trisula milik Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Tanjung Priok, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tengah mengamankan alur pelayaran pada lokasi terjadinya kebocoran pipa gas bawah laut pada posisi 05-55-52.S / 106-07-075.E di sekitar ujung Pulau Panjang Bojonegara, Banten pada Senin pagi (9/7).

Tak lama setelah kejadian, Vessel Traffic Services (VTS) Merak langsung melakukan Broadcast Securite Messages untuk dipancarkan kepada kapal-kapal yang melintas atau berlabuh di sekitar area tersebut agar berhati-hati dan menjaga jarak aman dengan radius 2-3 nm dari area pipa gas bocor.

Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Bojonegara Kant Dicky membenarkan adanya kebocoran pipa gas yang menyembur hingga ke permukaan laut. Menurutnya, lokasi semburan berada persis di pintu masuk pelabuhan Bojonegara, sehingga pengamanan khusus harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran.

"Saat ini UPP Bojonegara beserta instansi terkait fokus melakukan koordinasi dan pengamanan di sekitar perairan dengan melibatkan KNP Trisula dan kapal lainnya untuk melakukan blokade," ujar Kant Dicky dalam keterangan tertulisnya, Senin (9/7/2018).

Kant Dicky menjelaskan, upaya pengamanan tersebut dilakukan agar tidak ada kapal yang menyasar ke lokasi kebocoran yang dapat menimbulkan kebakaran hebat di sekitar perairan.

"Belum diketahui pasti penyebab bocornya pipa gas tersebut, namun kami mendapat info dari pihak PGN Bojonegara bahwa jalur pipa tersebut milik perusahaan PT. China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan kmungkinan pihak CNOOC sudah mengetahui ada kebocoran dan sudah menutup Valve," katanya.

Kant Dicky mengatakan, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan perusahaan PT. CNOOC untuk segera melakukan perbaikan pipa dan CNOOC telah mengerahkan tiga unit kapal miliknya dari Pabelokan Kepulauan Seribu ke lokasi, yaitu kapal SV Swiber Venturer, SV Patra Marine dan CB NMS Acelerite.

Perkembangan hingga siang ini, lanjut Kant Dicky, UPP Bojonegara telah menerima info dari KNP.Trisula yang berada di lokasi bahwa semburan air laut sudah menurun baik volume dan ketinggiannya.

Kant Dicky mengatakan bahwa dalam memastikan keselamatan pelayaran di wilayah tersebut, VTS Merak terus memantau pergerakan kapal-kapal di wilayah sekitar kebocoran tersebut.

"Menurut laporan yang kami terima dari KNP. Trisula bahwa semburan air laut sudah menurun baik volume maupun ketinggiannya dan dinyatakan sudah tidak terlihat lagi adanya semburan air laut ke permukaan," ujarnya.

sumber: bisnis 

Minggu, 08 Juli 2018

Analisa ITS Atas Karamnya KM Sinar Bangun IV di Danau Toba

                                                                         Dok: Jurnalmaritim

Tim Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) Fakultas Teknologi Kelautan ITS menyampaikan analisanya mengenai kasus karamnya KM Sinar Bangun IV pada 18 Juni 2018 di Danau Toba. Operasi SAR terhadap penumpang KM Sinar Bangun dihentikan setelah berlangsung 16 hari. Selama pencarian tersebut, 21 orang berhasil diselamatkan, 3 orang ditemukan meninggal dunia, dan diperkirakan 164 orang belum ditemukan

Mewakili tim Siskal kepada Jurnal Maritim, Ketua Pasca Sarjana Departemen Teknik Siskal ITS, Saut Gurning, PhD mengatakan bahwa analisa dari sisi teknik sistem perkapalan merupakan bentuk kepedulian ITS bagi upaya perbaikan dan pembenahan pelayaran nasional.

Kapal Yang Tak Layak

Kapal seperti KM Sinar Bangun IV banyak ditemui di perairan Danau Toba. Berbobot 35 GT, LOA 17,44 meter, lebar 4,8 meter dan tinggi 1,8 meter. Dari aspek teknik siskal, kapal yang disebut “Tuktuk” tersebut diperkirakan tidak memenuhi persyaratan atau tidak memenuhi kelaikan pelayaran. Berikut rincian alasannya:

Tuktuk merupakan kapal yang dibangun dengan cetakan kapal yang sebanding dan tidak memiliki gambar teknik. Konstruksi lambung kapal didominasi material kayu dan tidak memiliki sekat sebagai penambah kekuatan kapal.

Penggerak kapal adalah mesin truk yang tipe land use (daya 100-150 PS), yang kemampuan menahan beban operasi tidak sebaik mesin laut (tipe marine use). Mesin yang khusus untuk kapal (marine engine) didesain mampu beroperasi sesuai dengan kondisi olah gerak dan kemiringan kapal di perairan. Kemudi kapal mirip kendaraan angkutan darat. Pada sebagian besar kapal tuktuk, koneksi kemudi dan propelerq penggerak tidak menggunakan gearbox.

Free-board kapal sangat rendah dan terjadi penambahan dek terbuka di atas kapal (rooftop). Membuat jarak antara titik gravitasi dan meta-centre semakin jauh sehingga kestabilan kapal menjadi negatif.

Peralatan navigasi praktis hanya menggunakan HP/mobil phone. Sehingga tidak ada komunikasi dan informasi terkait kondisi perairan dan operasi kapal, atau hubungan dengan kapal lain

Peralatan keselamatan seperti life-jacket, life-ring; dan life-raft sangat minim. Jikapun ada, sebagian besar dalam keadaan tidak terawat atau tidak dapat digunakan.

Sebagian besar jendela dan ruang akomodasi penumpang ditutupi dengan railing besi sehingga mengurangi akses penumpang saat kondisi emergency.

Kapal tidak memiliki sertifikat apapun, seperti sertifikat pembuatan kapal, konstruksi/penggerak kapal, awak/nakhoda, peralatan keselamatan, navigasi penyeberangan, dan lain-lain.

Perawatan kapal tidak standar, dilakukan setiap 10-15 tahun. Perawatan rutin tahunan hanya berupa pengecetan. Tidak ada pembaruan konstruksi, permesinan, alat komunikasi dan peralatan keselamatan.

Nir Pengawasan

Selain aspek kelayakan kapal di atas, buruknya pelaksanaan di lapangan menambah daftar penyebab tenggelamnya KM Sinar Bangun IV.

Saut menjelaskan, dari analisa terhadap seluruh informasi yang tersedia, pihaknya memperoleh beberapa temuan sebagai berikut, yaitu:

Pengaturan penumpang dan barang tidak memenuhi kapasitas aman kapal (tidak diikat dan disusun dengan baik), baik untuk kondisi normal atau cuaca buruk.

Ada pihak tertentu, non petugas, yang mengendalikan naik-turunnya penumpang serta tingkat pemenuhan kapal. Penumpang umumnya tidak memiliki tiket, sehingga manifest kapal tidak mencerminkan kondisi aktual.

Rendahnya kesadaran penumpang atas keselamatan pelayaran. Banyak penumpang yang memaksa naik walau kondisi kapal sudah penuh.

Rendahnya kompetensi awak kapal (secara nautika dan teknika). Pengelolaan armada dilakukan koperasi kapal yang tidak memilki otoritas dan kemampuan yang memadai.

Menurut Saut, semua analisa dan temuan di atas menjadi bukti buruknya manajemen keselamatan pelayaran di Danau Toba. Terhadap aspek ini, ITS memberi beberapa simpulan, antara lain:

Tidak ada pengawasan sama sekali terhadap kelaikan kapal, baik untuk beroperasi dalam kondisi normal atau dalam cuaca buruk.

Tidak ada pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemuatan penumpang dan barang. Sehingga terjadi kelebihan kapasitas, kapal berlayar dangan tingkat stabilitas yang buruk, serta manifest yang tidak dapat dipercaya.

Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupaten) tidak menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab keselamatan pelayaran. Pengawasan dilepas kepada koperasi angkutan Tuktuk. Pemda terlihat hanya peduli pada urusan yang terkait restribusi daerah, seperti perijinan dan pembagian area operasi.

Pihak ITS mendesak segera dilakukannya upaya yang serius, sistematis dan holistik terhadap pelayaran Danau Toba. Selain -terutama- untuk menghindari berulangnya kejadian serupa yang telah menelan ratusan korban jiwa dan harta benda, danau terbesar di Asia Tenggara tersebut kini sedang dipersiapkan sebagai destinasi wisata utama Indonesia. 

sumber: jurnalmaritim

Kamis, 05 Juli 2018

Kemenhub Akan Evaluasi Tatanan Kepelabuhanan dan Beri Peluang Pelabuhan Naik Kelas


Kementerian Perhubungan berencana melakukan evaluasi tatanan kepelabuhan. Pelabuhan yang mencetak kinerja operasional di atas kriteria berpeluang naik kelas.

Direktur Kepelabuhan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Chandra Irawan mengatakan pihaknya tengah menghimpun usulan dari para pengguna jasa terkait evaluasi kelas pelabuhan. Dia menyebut Kemenhub bisa menurunkan kelas pelabuhan bila operasional tercatat di bawah kriteria.

“Kami memang ada rencana untuk penataan lagi, kalau kelas pelabuhan besar tapi output-nya kecil, bisa kami ubah,” jelas Chandra kepada Bisnis.com, Senin (16/4/2018) malam.

Dia menerangkan, Kemenhub juga bisa menaikkan kelas pelabuhan bila arus barang sudah mendekati atau melampaui kapasitas pelabuhan. Chandra juga menekankan bahwa selama lahan tersedia, kapasitas pelabuhan bisa terus dikembangkan untuk selanjutnya kelas pelabuhan dinaikkan.

Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RPIN), pelabuhan laut yang melayani angkutan laut terdiri dari empat hierarki, yakni Pelabuhan Utama, Pelabuhan Pengumpul, Pelabuhan Pengumpan Regional, dan Pelabuhan Pengumpan Lokal.

Sementara itu, Statistik Perhubungan 2016 menyebutkan di luar empat pelabuhan kelas utama, ada 20 Pelabuhan Kelas I, 25 Pelabuhan Kelas II, 171 Pelabuhan Kelas III, 10 Pelabuhan Kelas IV, dan 16 Pelabuhan Kelas V. Pelabuhan-pelabuhan tersebut dikelola oleh BUMN kepelabuhan dan Kemenhub melalui Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP).

Salah satu pelabuhan yang diusulkan naik kelas adalah Pelabuhan Marunda. Ketua DPC Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Jaya Capt. Alimudin menuturkan arus kunjungan kapal ke Pelabuhan Marunda terus meningkat dan menjadi alternatif dari Pelabuhan Tanjung Priok.

“Kami mengusulkan agar Pelabuhan Marunda naik kelas menjadi Kelas III agar fasilitasnya lebih baik lagi,” ujarnya.

Alimudin menambahkan pula jika pihaknya juga mengusulkan kepada Kantor Syahbandar & Otoritas Pelabuhan Kelas V Marunda agar operasional pelabuhan bisa berlangsung 24 jam. Menurutnya, saat ini hal itu sukar dilakukan karena kondisi alam, baik akibat pasang surut maupun hambatan alam lainnya.

Berdasarkan RPIN 2016, Pelabuhan Marunda diproyeksi menjadi Pelabuhan Pengumpul hingga 2030. Kelas Pelabuhan Pengumpul setingkat di bawah Pelabuhan Utama.

Pelabuhan Pengumpul minimal harus memiliki kolam pelabuhan -7 LWS hingga -9 LWS, panjang dermaga 120-250 meter, dan luas lahan pelabuhan minimal 10 hektare (ha).

Secara keseluruhan, pada 2020, total pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan laut mencapai 340 pelabuhan, terdiri dari 29 Pelabuhan Utama, 186 Pelabuhan Pengumpul, 103 Pelabuhan Pengumpan Regional, dan 22 Pelabuhan Pengumpan Lokal.

Dalam periode 2015-2020, diproyeksi ada 5 pelabuhan pengumpan regional yang naik kelas menjadi pelabuhan pengumpul. Di samping itu, ada satu pelabuhan pengumpul yang diproyeksi naik kelas menjadi pelabuhan utama pada 2020.

sumber: suaracargo

Selasa, 03 Juli 2018

Pelindo IV Bidik Peningkatan Arus Peti Kemas Sebesar 10 Persen Tahun Ini


PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) membidik peningkatan arus peti kemas sebesar 10% sepanjang 2018. Dalam tiga bulan pertama, realisasi arus peti kemas telah tumbuh 5% secara tahunan.

Riman S. Duyo, Direktur Operasi dan Komersial Pelindo IV, mengatakan bahwa perseroan bakal menambah peralatan dan mengembangkan kapasitas di beberapa pelabuhan guna menggenjot arus barang.

Di samping itu, Pelindo IV juga mengoptimalkan pelayaran langsung atau direct call agar arus barang meningkat.

“Kecenderungannya [arus barang] mulai naik di April 2018. Di kuartal I, peti kemas di Pelindo IV tumbuh sekitar 5%,” ujarnya kepada Bisnis hari ini Selascoa (22/5/2018).

Sepanjang tahun 2017, arus kontainer di pelabuhan yang dikelola Pelindo IV telah mencapai 1,94 juta TEUs atau mengalami peningkatan 5,12% secara tahunan. Di kuartal I/2018 Riman memperkirakan arus peti kemas mencapai kisaran 500.000 TEUs.

Menurut Riman, arus barang di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang menjadi wilayah kerja perseroan terbilang potensial untuk digarap. Namun, fasilitas dan infrastruktur pelabuhan yang kurang memadai membuat potensi kargo tersebut belum bisa digarap secara optimal.

Untuk itu, Pelindo IV bakal menambah beberapa peralatan di sejumlah pelabuhan agar kapasitas dan kecepatan bongkar muat semakin meningkat. Di Pelabuhan Merauke, misalnya, Pelindo IV telah mengoperasikan dua unit harbour mobile crane (HMC).

Dengan alat ini, produktivitas bongkar muat bisa mencapai 24 boks per jam atau dua kali lipat dibandingkan dengan alat derek statis di kapal.

Riman mengungkapkan, ikan bisa menjadi salah satu komoditas yang akan menjadi andalan untuk menggenjot arus peti kemas. Pelindo IV telah menambah sejumlah fasilitas di Pelabuhan Tual, Maluku Tenggara agar bisa mengumpulkan hasil ikan di wilayah perairan Maluku. Potensi kargo ikan, lanjut Riman mencapai 2 juta ton per tahun.

“Kami sedang bangun konektivitasnya . Dari Tual sekarang banyak swasta yang tertarik untuk menjadi feeder,” ungkapnya.

Saat ini, Pelindo IV sudah melayani direct call (pengapalan langsung ke luar negeri) dari Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Balikpapan. Perusahaan Pelayaran SITC Line yang melayani direct call dari Makassar dan Balikpapan bakal Mambawa muatan ke Xiamen, Shanghai, Ningbo, dan Shekou.

sumber: suaracargo

Senin, 02 Juli 2018

RI Harap Angkut 2 Juta TEUs Peti Kemas dari Singapura

                                                                          Ilustrasi

Kementerian Perhubungan berharap bisa memindahkan dua juta TEUs peti kemas dari Singapura dengan pelayaran dagang rute langsung (direct call) Indonesia.

Diharapkan, pelayaran langsung dapat menarik barang-barang Indonesia yang selama ini ditransitkan di Singapura (transhipment) untuk pelayaran dengan kapasitas yang lebih besar.

Saat ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan rata-rata barang dari Indonesia barat yang ditransitkan mencapai 3 juta TEus per tahun. Jika 2 juta TEUs berhasil ditarik, maka daya angkut di terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) bisa tumbuh 20 persen tahun depan.

"Karena dengan direct call, barang-barang dari Indonesia barat, seperti Belitung, yang tadinya ingin ke Singapura akan dipindah ke Jakarta. Kalau bisa menarik 2 juta TEUs, maka pertumbuhan muatan Jakarta bisa tumbuh 20 persen," ujarnya, Selasa (15/5).

Ia melanjutkan, transhipment di Singapura memang terkenal akan biaya murah dan pengiriman yang cepat. Rencananya, Indonesia juga akan melakukan hal serupa, sehingga JICT harus bekerja sama dengan kapal-kapal ukuran besar agar tercipta skala ekonomi yang besar.

Pada awalnya, lanjut dia, JICT sudah bekerja sama dengan kapal-kapal berukuran 1.000 TEUs, 2 ribu TEUs, dan 3 ribu TEUs. Saat ini, kapal berukuran 10 ribu TEUs sudah singgah ke JICT.

Salah satunya adalah kapal CMA CGM Tage berkapasitas 10 ribu TEUs yang mengangkut ekspor Indonesia ke Los Angeles, AS, yang dilepas oleh Presiden Joko Widodo. Nilai ekspor di atas kapal tersebut bernilai US$11,98 juta yang diproduksi oleh 32 perusahaan di Indonesia.

"Kami harap bagi produksi di daerah yang tadinya 60 persen dikirim ke Jakarta, kini bisa mencapai 80 persen. Sejauh ini, informasi yang kami dapat, sudah ada 800 ribu TEUs yang pindah dari Singapura ke Indonesia," jelasnya.

Hanya saja, direct call bukan satu-satunya kunci bagi Jakarta untuk menggantikan fungsi pelabuhan transit dari Singapura. Menurut dia, kecepatan pelayaran dan frekuensi kapal adalah kunci utama dalam menciptakan hal tersebut.

Tak hanya itu, masalah administrasi pelabuhan juga disebut sebagai faktor utama.

Ia berkisah, kala itu kapal pengangkut barang dari pelabuhan yang dikelola PT Pelindo 3 (Persero) dijadwalkan ke Jakarta dua minggu sekali. Namun, pemilik barangnya enggan memuatnya ke kapal tersebut karena kapal dari Singapura datang setiap sepekan sekali.

"Itu yang menjadi pekerjaan rumah saat ini. Kami akan melakukan improvement internal (perbaikan internal) terlebih dulu," imbuh dia.

Saat ini, direct call dari Jakarta baru akan menjangkau Amerika Serikat dan pelayaran intra Asia. Namun, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan rencananya destinasi pelayaran direct call akan diperluas dengan menjangkau Eropa.

AS dianggap sebagai tujuan pertama direct call karena Indonesia mengalami neraca perdagangan yang positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan neraca perdagangan surplus US$2,78 miliar dengan AS antara Januari hingga April tahun ini.

"Tapi saat ini barang Indonesia masih kena bea masuk 10 persen hingga 20 persen ke AS. Sehingga tentu diperlukan perjanjian dagang agar ekspor lebih kompetitif," jelasnya.

sumber: cnnindonesia

Minggu, 01 Juli 2018

Bisnis Asuransi Pengangkutan Diyakini Bisa Tumbuh Dua Digit

                                                                            Ilustrasi

Lini bisnis asuransi pengangkutan menunjukan pertumbuhan di periode awal 2018. Tren positif ini diyakini bisa berlanjut di sisa tahun ini.

Hingga kuartal I-2018, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat premi yang diperoleh pebisnis asuransi kerugian dari lini usaha tersebut naik 13,5% secara year on year menjadi Rp 1,17 triliun.

Sementara, sampai penghujung tahun 2018 nanti, Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe memperkirakan prospek dari lini usaha ini masih terbilang cerah. "Kami optimistis pertumbuhan premi dari asuransi pengakutan bisa tetap berada di kisaran dua digit sepanjang tahun," katanya belum lama ini.

Salah satu faktor yang mendorong optimisme ini adalah proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi di dalam negeri yang tetap bakal tumbuh positif. Kondisi ini akan meningkatkan ekspansi industri maupun daya beli masyarakat.

Dus hal ini bakal mendorong kegiatan pengiriman barang baik antar pulau maupun untuk kegiatan ekspor. Tentunya lini bisnis asuransi pengakutan bakal berpeluang untuk ikut terkerek.

Hal lain yang juga jadi pengharapan industri adalah dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48 Tahun 2018 yang didalamnya ikut mengatur kewajiban penggunaan asuransi dalam negeri untuk kegiatan ekspor barang tertentu. Seperti untuk pengangkutan batubara dan crude palm oil.

Bila tak ada aral melintang, kewajiban ini bakal belaku pada Agustus nanti. Sehingga menjadi ladang bisnis yang bisa dimaksimalkan pemain asuransi domestik.

Optimisme terhadap prospek asuransi pengakutan juga dimiliki PT Asuransi Sinar Mas (ASM). 

Direktur ASM Dumasi MM Samosir menyebut selama beberapa tahun ke belakang, lini bisnis ini menunjukan tren yang cukup menggembirakan.

Di tahun lalu misalnya, lini bisnis ini melompat 52% menjadi Rp 459 miliar. Dengan sejumlah sentimen positif di atas, ia yakin bisnis asuransi pengangkutan perseroan bisa kembali tumbuh dua digit di tahun ini.

sumber: kontan