Jumat, 25 Oktober 2019

Setelah Jokowi Dilantik, Ini Catatan Khusus Para Pemilik Kapal



DPP Indonesian National Shipowners' Association memberikan catatan khusus kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres M Ma'ruf Amin.

Asosiasi para pemilik kapal itu meminta Jokowi untuk meneruskan kebijakan yang sudah berdampak positif dan memperbaiki birokrasi yang masih menghalangi aktivitas usaha.

Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan, proses pelantikan yang sudah selesai tentunya membuat pelaku usaha akan tidak lagi ragu-ragu atau khawatir jika akan melakukan aksi bisnis, seperti investasi.

"Kami berharap, pemerintah tetap konsisten dalam melanjutkan kebijakan di sebelumnya, khususnya yang telah nyata terbukti memberikan dampak positif bagi industri angkutan laut nasional, karena yang dibutuhkan pelaku usaha itu kepastian usaha dengan dukungan kebijakan pemerintah," terangnya kepada Bisnis.com, Minggu (20/10/2019).

Di sisi lain, INSA menilai terdapat beberapa kebijakan yang masih memerlukan penajaman atau perbaikan segera, seperti segera dibentuknya badan tunggal penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard.

"Nah, untuk itu, kami menyambut positif rencana omnibus law oleh Presiden Jokowi. Kami ini menilai pembentukan sea and coast guard dapat dilakukan tanpa merevisi UU yang ada," terangnya.

Dia mengharapkan peran sektor transportasi laut tetap menjadi fokus pemerintah. Alasannya, angkutan laut nasional sebagai jembatan antarpulau di Nusantara belum mendapat dukungan optimal dalam sektor pembiayaan.

"Harusnya skema pembiayaan di sektor angkutan laut dapat dimasukkan dalam skema pembiayaan infrastruktur, sehingga kita mendapatkan fasilitas pembiayaan yang berbunga rendah, tenor panjang, dan persyaratan pengajuan kredit yang sederhana," paparnya.

sumber: bisnis 

Senin, 21 Oktober 2019

DIGITALISASI PELABUHAN, 8 Pelabuhan Lagi Komitmen Terapkan Inaportnet



Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) di delapan pelabuhan menandatangani pakta integritas penerapan sistem Inaportnet menyusul 23 pelabuhan lain yang sudah mengimplementasikan sistem tersebut.

Kedelapan KSOP itu adalah Pelabuhan Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang, Pekanbaru, Samarinda, Ternate, Kendari, Bontang dan Kotabaru-Batu Licin. Inaportnet adalah portal elektronis yang terbuka dan netral guna memfasilitasi pertukaran data dan informasi layanan kepelabuhanan.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub R. Agus H. Purnomo menjelaskan, pakta integritas itu merupakan bentuk komitmen dalam memberikan pelayanan kepelabuhanan yang lebih baik, lebih transparan dan pada akhirnya menjadi kompetitif.

Menurutnya, penerapan Inaportnet di pelabuhan bertujuan meningkatkan pelayanan kapal dan barang di pelabuhan agar dapat berjalan cepat, valid, transparan dan terstandar serta biaya yang optimal sehingga dapat meningkatkan daya saing pelabuhan di Indonesia.

"Kegiatan ini menjadi quick win Kementerian Perhubungan yang akan diterapkan pada seluruh pelabuhan di Indonesia dan dilaksanakan secara bertahap," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (18/10/2019).

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Wisnu Handoko menambahkan penerapan sistem Inaportnet harus didukung oleh Sistem Internal Kemenhub dan Sistem yang ada pada Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

Adapun, Sistem Internal Kemenhub meliputi Sistem Informasi Lalu Lintas dan Angkutan Laut (SIMLALA), Sistem Kapal Online, Aplikasi Sertifikasi Pelaut, Sistem Informasi Kepelabuhanan.

"Selain itu, operator Pelabuhan [Pelindo] juga agar membangun dan mengembangkan sistem di pelabuhannya yang andal dan bersinergi serta terintegrasi dengan sistem-sistem di Kementerian Perhubungan, serta para Kepala Kantor agar melaksanakan penerapan Inaportnet di Pelabuhan secara konsisten," ujar Wisnu.

Dalam rangka penerapan sistem Inaportnet, imbuhnya,  telah dilaksanakan beberapa tahapan, antara lain Training of Trainers (TOT) kepada pegawai kantor KSOP, sosialisasi kepada pengguna jasa yang terdiri atas agen pelayaran, perusahaan bongkar muat serta uji coba satu siklus pelayanan kapal dan barang sampai penerbitan SPB.

Sampai saat ini, Inaportnet telah dimanfaatkan di 23 pelabuhan yaitu Makassar (Sulawesi Selatan), Belawan (Sumatra Utara), Tanjung Priok (DKI Jakarta, Surabaya (Jawa Timur), Teluk Bayur (Sumatra Barat), Panjang (Lampung), Banten, Pontianak (Kalimantan Barat), Palembang (Sulawesi Selatan), dan Tanjung Emas (Jawa Tengah).

Selain itu, Balikpapan (Kalimantan Timur), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), Gresik (Jawa Timur), Bitung (Sulawesi Utara), Ambon (Maluku), Sorong (Papua Barat), Pangkal Balam (Pulau Bangka), Pulau Baai (Bengkulu), Tanjung Pandan (Belitung), Cirebon, Talang Duku (Jambi), Benoa (Bali), dan Cilacap. 

sumber: Bisnis Indonesia

Rabu, 16 Oktober 2019

Pelaku Usaha Minta Pemerintah Dukung Pembuatan Kapal Dalam Negeri


Wakil Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Anita Puji Utami meminta dukungan pemerintah bagi industrinya. Salah satu bentuk dukungan pemerintah yakni dengan mendorong agar industri pelayaran membangun kapal di dalam negeri.

Menurut dia, pihaknya sudah memiliki kemampuan untuk membangun kapal. Hal ini tentu akan optimal jika industri pelayaran mau membangun kapalnya di dalam negeri. Salah dampak positif yang diperoleh yakni turunnya cost produksi.

"Karena industri galangan kapal mampu membangun, industri pelayaran masih membutuhkan armada. Kalau seandainya pemerintah mendorong industri pelayaran ini untuk membangun di Indonesia dengan diberikan insentif saya pikir selisih harga antara kita impor dan dibikin di Indonesia akan sangat minim," kata dia, di Jakarta, Rabu (28/8).

Saat ini, industri pelayaran mendapatkan insentif pembebasan PPn jika mengimpor komponen kapal. Karena itu jika bahan baku pembangunan kapal diimpor oleh industri pelayaran lalu dibangun di galangan kapal dalam negeri, maka biaya produksi pihaknya akan rendah.

"Industri pelayaran bisa melakukan impor komponen kapal tanpa PPn, (industri) galangan kapal, masih pakai PPn. Kalau perlu silahkan industri pelayaran membangun di galangan kapal, bawa barang sendiri, material sendiri itu sudah mengurangi cost 10 persen," ungkapnya.

"Daripada kita melakukan mobilisasi dari negara lain ke kita. Itu cost-nya cukup tinggi. Belum lagi one delivery voyage, asuransi, dan sebagainya, biaya crew, BBM," imbuhnya.

Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Indonesia atau INSA (Indonesian National Shipowners Association) Carmelita Hartoto menanggapi positif rencana tersebut. Sebab dapat meningkatkan daya saing industri galangan kapal.

"Kita tahu perjuangan dari Iperindo seperti apa. Malah tadi disampaikan kalau ada kemungkinan mereka juga menerima kita membawa mesin-mesin, komponen sendiri untuk mengecilkan biaya kalau impor. Saya pikir mereka sudah cukup baik. Kita harapkan berkelanjutan," ujarnya.

Namun, tidak semua kapal dapat dibangun di dalam negeri. Sebab terdapat dua jenis kontrak pengadaan kapal yang kerap diterima pihaknya, yaitu kontrak jangka panjang dan jangka pendek.

Jika pihaknya menerima kontrak jangka panjang, maka bisa menunggu kapal dibangun di dalam negeri. "Jadi misalnya Pertamina mereka mau buat akan ada tender kapal untuk Pertamina tapi yang jangka panjang, mintanya untuk pembangunan di dalam negeri. Nah itu kita biasanya ikut bangun di galangan dalam negeri," jelas Carmelita.

Namun, jika kontrak jangka pendek, pihaknya tidak dapat menunggu kapal dibangun. Artinya harus membeli kapal yang sudah jadi. "Kalau kontrak kita jangka pendek kan nggak mungkin kita bangun kapal di sini. Jadi kita harus impor kapalnya. Membangun kapal kan nggak sehari. Membangun kapal kan panjang," tegas dia.

Karena itu, dia pun berharap pemerintah ke depan pemerintah dapat memberikan kontrak pengadaan kapal yang bersifat jangka panjang. Dengan demikian dapat dibangun di galangan kapal dalam negeri.

"Saya lihat dari pemerintah kita mengharapkan untuk men-support mungkin kalau mereka (pemerintah) punya tender jangka panjang ya diberikan kesempatan untuk Iperindo untuk bisa membangun kapal pelayaran kita di sini," tandasnya. 

sumber: merdekacom

Kamis, 10 Oktober 2019

INSA Ingatkan Sejumlah Persoalan Maritim Perlu Dituntaskan


Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (DPP INSA) Carmelita Hartoto menilai pemerintah perlu menuntaskan persoalan-persoalan kemaritiman dalam periode 2019 - 2024.

Carmelita mengutarakan pelaku usaha pelayaran nasional mengapresiasi upaya pemerintah membenahi sektor maritim dalam 5 tahun terakhir guna mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim.

Namun, menurut dia, tantangan dan persoalan yang tak kunjung berhenti menyebabkan industri pelayaran nasional sulit bersaing atau bisa dikatakan belum memiliki daya saing yang mumpuni.

Pemerintahan yang baru nanti diharapkan sektor maritim terutama industri pelayaran masih mendapat perhatian khusus sebab masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dicarikan solusinya secara bersama-sama agar pelayaran nasional bisa bersaing di kancah internasional.

"Kami harap pemerintahan 5 tahun mendatang tetap memberikan fokus pada pembenahan sektor maritim, khususnya di sektor pelayaran niaga nasional," ujarnya pada satu diskusi di Jakarta pada Kamis (10/10/2019).

Carmelita menuturkan sejumlah tantangan yang masih dihadapi pelayaran nasional, misalnya di sektor pembiayaan pengadaan kapal yang masih dibebani bunga bank tinggi dan tenor pendek.

Dia menilai skema pembiayaan di angkutan laut nasional dapat disamakan dengan skema pembiayaan infrastruktur seperti jalan tol dan pelabuhan.

Untuk itu, diperlukan dukungan pemerintah dengan membuat aturan baru atau merevisi PM Menteri Keuangan No. 100/PMK 010/2009 tentang Pembiayaan Infrastruktur, dengan memasukkan kapal sebagai infrastruktur, sehingga perbankan nasional akan memberikan dukungan pendanaan dengan bunga bank rendah dan tenor panjang.

Terkait dengan kebijakan fiskal, industri pelayaran nasional membutuhkan kebijakan yang bersifat equal treatment dengan negara lain. Hal ini untuk mendorong tingkat daya saing pelayaran nasional.

Dia mendorong agar wacana merevisi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dihentikan, mengingat UU Pelayaran sudah terbukti mendorong laju pertumbuhan industri pelayaran nasional melalui pasal asas cabotage dalam UU tersebut.

Saat ini, armada pelayaran nasional telah berjumlah lebih dari 25.000 unit kapal, atau naik 323 persen dari awal dimulainya asas cabotage pada 2005 yang saat itu jumlah kapal hanya mencapai 6.000 kapal.

Dengan kekuatan itu, armada pelayaran nasional juga telah menjadi pemain utama di angkutan dalam negeri, dengan telah mampu melayani pengiriman kargo di seluruh Indonesia.

“Peraturan perundangan yang sudah terbukti sukses mendorong laju pertumbuhan industri pelayaran dan ekonomi nasional jangan diubah,” tegasnya.

Menurut dia, seluruh amanat undang-undang pelayaran agar dapat diimplementasikan dengan menerbitkan aturan turunannya. Salah satu amanat undang-undang pelayaran yang perlu segera diimplementasikan terkait badan tunggal penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard.

“Tumpang tindihnya penegakan hukum di laut saat ini mengakibatkan ketidakpastian pengiriman barang melalui laut, kerugiaan waktu operasional kapal dan berbiaya tinggi,” ucapnya.

Lain itu, diperlukan implementasi dari kebijakan Non Convension Vessel Standard (NCVS). Implementasi NCVS dibutuhkan mengingat banyak kapal-kapal kecil non konvensi yang beroperasi di Indonesia.

NCVS merupakan aturan yang dikeluarkan masing-masing negara dalam mengatur keselamatan pelayaran bendera kapal. Aturan ini ditujukan bagi kapal-kapal berbobot di bawah 500 GT yang melakukan kegiatan pelayaran domestik dan internasional.

Termasuk juga kapal dengan kriteria yang digerakkan tenaga mekanis, kapal kayu, kapal penangkap ikan, dan kapal pesiar.

“Dengan implementasi NCVS, maka negara hadir dalam mengontrol keselamatan kapal-kapal di bawah 500 GT, sehingga dapat mengurangi kecelakaan transportasi laut,” kata Carmelita.

sumber: bisnis 

Rabu, 09 Oktober 2019

Ironis, Baru Seperlima Operator Kapal yang Penuhi Aturan Pencegahan Pencemaran Laut


Kementerian Perhubungan menyatakan belum ada seperlima dari total ribuan operator pelayaran yang wajib memenuhi peraturan penanggulangan tumpahan minyak dan limbah kapal di Indonesia.

Kasubdit Penanggulangan Musibah dan Pekerjaan Bawah Air, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub Een Nuraini Saidah mengatakan jumlah itu masih sedikit meskipun pemerintah telah mewajibkan para operator melakukan assessment penanggulangan pencemaran di laut.

"Belum ada seperlima dari total operator yang mengajukan, tapi, kini [mereka] sedang mengajukan satu per satu. Beberapa Tersus pertamina sudah complied, banyak juga yang belum," katanya, Selasa (8/10/2019).

Saat ini, pemerintah berupaya mencari solusi penanggulangan tumpahan minyak maupun limbah kapal, meskipun pihaknya juga mengakui solusi yang ditawarkan ini belum dapat menyelesaikan permasalahan.

Dia menambahkan Kemenhub bersama dengan kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah terkait terus bekerja sama untuk menemukan solusi maraknya tumpahan minyak dan pencemaran di laut yang sudah terjadi bertahun-tahun.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No.58/2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan, para awak kapal diwajibkan melakukan risk assessment penanggulangan pencemaran.

Selain itu, awak kapal dan operatornya harus memiliki prosedur tetap dan memiliki peralatan pencegahan tumpahan minyak sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta melakukan latihan evaluasi rutin. Namun, Een menyebutkan bahwa masih sedikit operator yang memenuhi peraturan tersebut.

Sejauh ini, pemerintah masih belum mengetahui secara langsung operator yang melakukan penumpahan minyak yang selama ini terjadi, sehingga sering kali disebut sebagai unknown resources.

Selain itu, pihaknya juga belum pernah menangkap basah operator kapal yang bertindak demikian namun pemerintah terus melakukan pengintaian melalui satelit dengan menemukan indikasi tumpahan minyak yang terjadi di laut.

Sampai kini, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) juga membina para operator untuk memenuhi peraturan tersebut sehingga kejadian-kejadian tersebut dapat lebih diminimalisasi. Adapun, lima pangkalan armada KPLP yang melakukan monitor, patroli dan penindakan hukum untuk menangani tindakan atau kejadian tersebut  terjadi. Yakni di Pelabuhan Tanjung Priok , Tanjung Uban, Tanjung perak, Bitung, dan Tual, Maluku.

"Hubla hanya menilai pemenuhan tersebut dan melakukan supervisi baik melalui kantor UPT di daerah ataupun langsung melalui kantor pusat, Peraturan ini kami adopsi dari aturan internasional," lanjutnya.

kecelakaan penumpahan minyak dan pembuangan limbah kapal ke laut seringkali terjadi hampir setiap tahun. Adapun pada tahun ini, tumpahan minyak terjadi di wilayah Karawang, kepulauan Seribu, serta Balikpapan.

sumber: bisnis 

Rabu, 02 Oktober 2019

Penyingkiran Kerangka Kapal


Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Capt Sudiono mengatakan, perairan Indonesia tidak hanya sebagai sebagai salah satu wilayah laut tersibuk di dunia. Namun juga menjadikannya menjadi rentan dengan kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan laut, termasuk akibat dari kerangka kapal yang kandas atau tenggelam tanpa ada tindakan atau tanggung jawab pemilik kapal.

“Kerangka kapal dapat menghalangi dermaga dan/atau jalur pelayaran yang menimbulkan kerugian akibat utilitasnya berkurang karena tertutup bangkai kapal dan juga dapat menyebabkan kecelakaan pelayaran,” ujar Sudiono, saat membuka acara Workshop Persiapan Ratifikasi Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kerangka Kapal, Kamis (11/4) di Jakarta.

Menurut Sudiono, proses ratifikasi Konvensi Internasional Nairobi ini sejalan dengan komitmen Ditjen Perhubungan Laut untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan terhadap lingkungan laut. Penyingkiran kerangka kapal perlu segera dilakukan jika ada kapal yang mengalami musibah dan tenggelam karena dapat menimbulkan persoalan lanjutan yang berisiko bagi keselamatan dan keamanan pelayaran.

Berbagai kondisi ini, jelas Sudiono dapat terjadi karena kemungkinan tidak terdapat tanda yang menunjukkan posisi kerangka kapal, serta tanggung jawab yang rendah dari pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapalnya karena kegiatan penyingkiran kerangka kapal ini memang memerlukan pembiayaan cukup besar yang dapat memberatkan para pemilik kapal.

Asuransi dapat memberikan perlindungan bagi pemilik kapal dalam mengoperasikan setiap kapal. Jika terjadi musibah yang mengakibatkan kapal tenggelam, maka asuransi tersebut bisa mengganti biaya untuk pengangkatan bangkai kapal tersebut.

Sudiono mengatakan, Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal, 2007, mengatur kewajiban asuransi penyingkiran kerangka kapal (Wreck Removal) dan mulai diberlakukan secara internasional sejak 14 April 2015.

Konvensi tersebut menetapkan kewajiban ketat pada pemilik kapal untuk mencari, menandai, dan mengangkat bangkai kapal yang dianggap bahaya dan mewajibkan pemilik kapal untuk membuat sertifikasi asuransi negara, atau bentuk asuransi lain untuk keamanan finansial perusahaan kapal.

“Dengan meratifikasi Konvensi ini, Indonesia akan memiliki wewenang untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi ini di laut teritorialnya. Setiap kapal yang melintasi wilayah perairan yang menjadi yurisdiksi Indonesia wajib dilengkapi dengan jaminan asuransi penyingkiran kerangka kapal,” kata Sudiono.

Sebagai upaya untuk mewujudkan perlindungan lingkungan maritim, Indonesia telah memiliki aturan yang sejalan dengan Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kerangka Kapal, 2007.

“Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pada pasal 203 disebutkan bahwa pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam,” ujar Sudiono.

Workshop Persiapan Ratifikasi Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kerangka Kapal ini merupakan langkah Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut selaku regulator keselamatan pelayaran untuk meningkatkan kerja sama persiapan pengesahan Konvensi ini.

Workshop ini diikuti oleh perwakilan dari berbagai unit kerja di lingkungan Kementerian Perhubungan serta Kementerian/Lembaga dan stakeholder terkait, antara lain Sekretariat Kabinet, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DPP INSA, DPP GAPASDAP, Persatuan Perusahaan Pelayaran Rakyat, serta Konsorsium Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal.

sumber: darilaut

Selasa, 01 Oktober 2019

Industri Kapal Pesiar Dunia Mulai Tertarik Kunjungi Tanjung Lesung


Industri kapal pesiar dunia mulai tertarik untuk mengunjungi Tanjung Lesung. Tujuannya adalah untuk melihat Gunung Anak Krakatau, Belitung, Balikpapan, Rinca, dan mengunjungi Ambon sebagai destinasi-destinasi baru. 

Ketua Tim Percepatan Wisata Bahari Kemenpar Indroyono Soesilo mengatakan Indonesia menjadi prioritas menarik bagi industri kapal pesiar dunia. Meski Thailand, Vietnam, dan Filipina juga gencar mempromosikan destinasi-destinasi wisata kapal pesiar di wilayah mereka. Tapi Ini merupakan tantangan sekaligus peluang bagi industri wisata kapal pesiar di Indonesia. 

Dalam Konferensi Cruise Lines International Association (CLIA) 360 Cruise di Sydney, Australia, Indonesia memperkenalkan 19 Pelabuhan sebagai destinasi kapal pesiar di Nusantara.

"Hal ini sebagai upaya untuk memacu pertumbuhan industri kapal pesiar di Indonesia yang mulai menunjukkan hasil," katanya. 

Dia menegaskan, kunjungan wisman melalui sektor ini terus tumbuh terutama pada tiga tahun terakhir. Target kedatangan wisman melalui jalur kapal pesiar pada 2019 akan mencapai sekitar 430 ribu orang. 

“Jumlah itu merupakan peningkatan rata-rata 20 persen pertahunnya. Sedang jumlah singgah kapal pesiar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia (calls) pada 2019 ditargetkan mencapai 667 calls, atau kenaikan rata-rata 17,7 persen per tahun,” katanya. 

Namun demikian, masih ada beberapa catatan Delegasi RI untuk segera diselesaikan. Antara lain, ketersediaan BBM kapal pesiar di Pelabuhan Ambon, sistem air bersih, sistem pengolahan sampah, dan ketersediaan pengukur arus laut di Pelabuhan Benoa-Bali. 

Industri kapal pesiar dalam lima tahun ke depan akan menyelesaikan 127 kapal pesiar baru di seluruh dunia. Sebanyak 27 di antaranya mampu mengangkut 3 ribu - 7 ribu penumpang.

sumber: indozonedotid