Kamis, 30 Juli 2020

Galangan Kapal Banyak Masalah, Kemenperin Cari Solusi


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui industri galangan kapal di Indonesia masih memiliki banyak permasalahan, salah satu solusi yang tengah disiapkan yakni penyiapan regulasi peraturan pemerintah (PP) tentang industri kemaritiman.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (Imatap) Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pemangku kepentingan perlu mengambil posisi perannya masing-masing, mulai dari galangan kapal, pelayaran hingga pemerintah agar dapat memperbesar kapasitasnya industri ini supaya dapat menguntungkan.

"Ini yang agak sulit dicapai, perencanaan [masih jadi kendala], produksi yang belum terencana sehingga belum bagus juga pelaksanaanya, ini pembiayaan juga catatan hal-hal ke depan yang harus diperbaiki," jelasnya dalam diskusi daring, Rabu (15/7/2020).

Pihaknya, sepakat industri galangan kapal ini bisa dikembangkan jika semua pemangku kepentingannya bersatu bersinergi. Dia menyebut salah satu sinergi yang tengah dilakukan, yakni Kemenperin bersama asosiasi dan tokoh-tokoh perkapalan tengah menyiapkan roadmap atau peta jalan pengembangan industri ini.

Namun, peta jalan ini menurutnya tidak cukup, perlu ditingkatkan lagi regulasinya sehingga dapat menjadi pedoman bersama dan mengikat seluruh pemangku kepentingan.

"Kami susun PP industri kemaritiman, ini perlu ada dirigen yang lebih tinggi yang mengkoordinasikan, dalam pengembangan industri perkapalan ini ada Kemenko Maritim dan Investasi serta Kemenko Perekonomian," katanya.

Keterlibatan lembaga lain seperti Bappenas sebagai penyusun dan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai evaluator yang akan menguji target di setiap periode waktu yang sudah ditetapkan dalam regulasi mengenai industri ini.

Di sisi lain, dia mengatakan tidak melihat adanya kebebasan yang cukup agar industri ini dapat berkembang, sehingga dari segi pembiayaan non APBN melalui Bappenas sempat bermasalah dan harus terus diperbaiki ke depannya.

Menurutnya, pasar galangan kapal di Indonesia cukup besar, tetapi banyak diisi oleh negara lain melalui impor kapal bekas atau kapal bukan baru. Dia juga menyoroti komponen kapal yang terlalu bervariasi sehingga turut berpengaruh juga ke skala ekonomi pembuatan komponennya menjadi sangat kecil.

"Kami berusaha keras bagaimana membangun kapal series [terstandar] yang secara nasional mengikat semua pihak untuk sesuai itu. Kalau bisa seperti itu, kapal terstandarisasi variasi tidak terlalu luas, jadi bisa membuat standar komponen yang skala ekonomi dan margin cukup," paparnya.

sumber:  bisnis 

Rabu, 22 Juli 2020

Pertamina Butuh Kapal, Pengusaha Minta Dahulukan Galangan Kapal Nasional


Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyatakan galangna kapal milik swasta harus diikutsertakan dalam proyek pembangunan kapal nasional agar industri galangan kapal tumbuh.

Ketua Umum Iperindo Edy K. Logam menyarankan agar Pertamina meningkatkan kontribusi industri galangan kapal pada pengadaan kapal baru perseroan. Edy optimistis industri galangan kapal nasional telah memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan Pertamina.

"Saya yakin ketika industri galangan [kapal] diberikan kesempatan berulang-ulang, akan tercapai titik efisiensi di mana galangan [kapal nasional] bisa produksi [seluruh permintaan dengan baik]," ucapnya, kepada Bisnis, Selasa (14/7/2020).

Adapun, total kebutuhan kapal Pertamina saat ini mencapai 270 unit.  Berdasarkan catatan Pertamina, saat ini perseroan memiliki sekitar 70 unit kapal tanker dan lebih dari 200 unit kapal tug boat.

Industriwan galangan kapal mengapresiasi penandatanganan memo kesepahaman (MoU) pembangunan kapal baru antara PT Pertamina (Persero) dan tiga badan usaha milik negara (BUMN) galangan kapal.

Namun demikian, Pertamina disarankan untuk menignkatkan kontribusi galangan kapal lokal untuk pengadaan kapal perseroan hingga 2025. Pasalnya, industriwan swasta menopang hingga 90 persen dari total pabrikan galangan kapal domestik.

"[Namun demikian, penandatangan MoU] itu suatu yang positif. Lebih baik lah daripada membangun kapal di luar negeri," katanya.

Seperti diketahui, MoU tersebut menyebutkan Pertamina akan menambah 48 unit kapal baru hingga 2025. Adapun, industri galangan kapal nasional hanya berkontribusi 31,25 persen dari total pengadaan tersebut atau hanya 15 unit kapal.

Sementara itu, Pertamina menandatangani MoU tersebut dengan tiga pabrikan yakni  PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), dan PT Industri Kapal Indonesia (Persero).

Dengan kata lain, masing-masing galangan kapal tersebut hanya akan mengerjakan 1 unit kapal per tahunnya hingga 2025.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mencatat industri perkapalan nasional kapasitas produksi kapal nasional kini mencapai sekitar 1 juta tonase bobot mati (dead weight tonnage/DWT) per tahun untuk bangunan baru dan hingga 12 juta DWT per tahun untuk reparasi kapal.

“Ke depan, kami berharap kapasitas produksi untuk bangunan baru maupun reparasi kapal dapat terus ditingkatkan,” ujarnya.

Agus menyampaikan bahwa pihaknya mendukung kemajuan industri galangan kapal di Tanah Air dengan mengeluarkan program dan kebijakan strategis.

Menurutnya, iklim investasi yang kondusif merupakan syarat mutlak yang menjadi perhatian pemerintah agar kesinambungan operasional dan produktivitas sektor industri perkapalan dapat menjadi lebih optimal.

“Dalam membangun kapal, mereka membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara proyeknya tidak bisa dijadikan jaminan oleh pihak bank. Sesuai amanat Undang-Undang Perindustrian, pemerintah perlu membangun lembaga pembiayaan itu sendiri,” terangnya.

Di samping itu, kebijakan lainnya yang bakal terus didorong untuk kemajuan industri galangan kapal adalah pemberian insentif fiskal. “Kebijakan ini dinilai penting karena dapat memberikan keleluasan," katanya.

sumber: bisnis 

Jumat, 10 Juli 2020

Geliat Industri Kapal di Surabaya Mendorong Permintaan Asuransi Marine Hull ASBI


Meski penyebaran virus corona 2019 (Covid-19) telah menekan bisnis asuransi umum, sejumlah lini bisnis masih bisa tumpul optimal di tengah pandemi. Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatatkan asuransi rangka kapal (marine hull) tumbuh 29,9% yoy menjadi Rp 586,99 miliar pada kuartal pertama 2020.

PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan premi yang positif pada lini bisnis ini. Presiden Direktur Asuransi Bintang HSM Widodo menyatakan pendapatan premi rangka kapal mencapai Rp 27 miliar pada April 2020. Nilai itu tumbuh 107,69% yoy dibandingkan April 2019 senilai Rp 13 miliar.

“Rangka kapal kebetulan kita tumbuh di area Jawa Timur. Terkait dengan peningkatan penetrasi pasar dan juga fungsi Surabaya sebagai distribution center laut untuk Indonesia timur yang cukup stabil,” ujar Widodo kepada Kontan.co.id pada akhir pekan lalu.

Widodo menyatakan kenaikan pendapatan premi juga didorong dengan implementasi digitalisasi pada proses bisnis saat melaksanakan working from home. Asuransi Bintang mampu meningkatkan kecepatan administrasi sehingga penerbitan polis dapat 23% lebih cepat dari biasa.

“Polis yang kompleks rata-rata kita terbitkan 5,8 hari dari sebelumnya 7 hari pada Januari. Sedangkan polis yang bersifat sederhana bisa diterbitkan 1,4 hari, ini di luar automation policy yang SLA-nya realtime. Bulan April saja kita produced 132 ribu polis melalui proses automation,” papar Widodo.

“Beroperasi 100% dengan mode Working From Home menjadi salah satu penunjang pertumbuhan dari jalur distribusi Broker dan Bank yang memang membutuhkan kecepatan dalam akseptasi dan penerbitan polis,” tambah Widodo.

Ia menyebut ASBI berhasil menghimpun pendapatan premi senilai Rp 166,8 miliar hingga April 2020. Nilai itu tumbuh 31,5% secara tahunan atau year on year (yoy) dibanding April 2019.

Sumber:  kontan