Kamis, 08 Oktober 2020

Bersaing dengan Asing, Industri Galangan Kapal Nasional Butuh Stimulus Pemerintah


Direktur Utama PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI Diana Rosa mengatakan, industri galangan kapal nasional masih kesulitan untuk bersaing dengan perusahaan asing dalam memproduksi kapal laut.


Diana menyampaikan, salah satunya lantaran mayoritas bahan material industri masih sangat bergantung pada produk impor. Ongkos pengeluaran semakin membengkak akibat terkena bea masuk.


"Memang kembali lagi, dengan material impor otomatis HPP (Harga Pokok Penjualan) kami akan lebih besar. Itu kendalanya. Belum lagi bea masuk. Itu memang kendala kami yang perlu bantuan atau kebijakan dari pemerintah," ungkapnya saat berbincang virtual dengan Liputan6.com, Selasa (22/9/2020).


Lebih lanjut, Diana menceritakan, pemerintah sejak 2016 sebenarnya telah mendorong berkembangnya industri perkapalan Indonesia.


Namun karena adanya tumpang tindih kebijakan dari berbagai kementerian terkait, ternyata hasilnya belum efisien dan efektif.


"Salah satunya adalah masalah bea masuk. Dulu sudah ada sih satu kebijakan pemerintah diberikan, namun kita harus daftar dulu. Sementara kita belum tentu dalam setahun akan dapat order untuk pembangunan kapal. Itu masalah bea masuk," ujarnya.


Stimulus Lain

Selain itu, ia juga meminta kepada pemerintah agar pengenaan suku bunga bagi pelaku industri kapal di Tanah Air jangan terlalu tinggi. Menurutnya, itu turut membuat harga kapal di galangan nasional mahal.


"Kalau dipelajari di luar negeri misal di China, di Korea (Selatan), itu banyak kebijakan untuk menghidupkan bisnis lokal. Sehingga kami berharap memang sudah ada dari pemerintah, tapi bagaimana yang lebih efisien dan efektif," kata Diana.


Oleh karenanya, ia memohon kepada bank-bank yang masuk dalam kelompok Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk bisa memangkas pengenaan suku bunga. Sehingga harga kapal produksi nasional bisa lebih bersaing dengan buatan luar negeri.


"Tadi bea masuk, terus kemudahan kami untuk modal kerjanya dari bank. Katakanlah dari bank Himbara, yaitu terkait panjang jangka waktu, sama suku bunga. Itu memberatkan kita dalam penentuan harga kapal. Di sana kita tidak bisa bersaing dengan kapal-kapal luar," pungkasnya.


sumber:  liputan6

Selasa, 15 September 2020

Strategi Industri Galangan Kapal Bertahan di Era Pandemi Corona



Pandemi corona (Covid-19) turut memberikan pengaruh terhadap industri perkapalan Indonesia saat ini. Pelemahan ekonomi ikut menyurutkan permintaan kapal baru.


PT PAL Indonesia (Persero) sebagai pemain utama dalam industri galangan kapal dan produk maritim lainnya mengaku telah melakukan berbagai upaya mitigasi untuk mengantisipasi dampak tersebut. “Kami tetap memastikan kontribusi kami terhadap ketahanan nasional melalui penyelesaian proyek-proyek strategis seperti Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) yang nantinya akan dioperasikan oleh TNI AL,” terang Direktur Utama PAL Indonesia Budiman Saleh dalam keterangan tertulis, Senin (17/8).


PAL Indonesia saat ini sedang mengerjakan pembangunan Kapal BRS pertama TNI AL sekaligus telah mendapatkan kontrak pembangunan Kapal BRS kedua pada 16 Maret 2020 lalu. Selain fungsi asasi mendukung operasi militer, Kapal BRS juga memiliki kapabilitas operasi non militer seperti humanitarian assistance, tanggap darurat bencana, dan lainnya.


Saat ini, TNI AL mengoperasikan kapal Landing Platform Dock (LPD) KRI Semarang-594 produksi PT PAL Indonesia, yang difungsikan sebagai kapal BRS pada masa pandemi Covid-19. KRI tersebut pernah menjalani misi “penjemputan” konsentrat hand sanitizer sebanyak 2.100 liter bantuan Pemerintah Singapura pada 8 April 2020 lalu.


Kata Budiman, proyek-proyek yang dikerjakan PT PAL memiliki multiplier effect ekonomi yang besar. Dalam proyek pembangunan alutsista maupun non alutsista turut melibatkan pekerja (tier 1) serta perusahaan pemasok komponen dan bahan baku kapal (tier 2) dengan kurang lebih terdapat 3.000 karyawan yang terdiri dari karyawan organik dan karyawan mitra kerja.


Sementara itu, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga diketahui memiliki lini bisnis galangan kapal, namun manajemen mengaku bahwa galangan kapal ADRO fokus untuk perawatan dan perbaikan saja. "Salah satu pilar bisnis Adaro, yaitu Adaro Logistics memiliki anak perusahaan PT Barito Galangan Nusantara, yang mana fokusnya ke repair bukan pembangunan atau pembuatan kapal baru," ujar Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).


ADRO tidak ada rencana untuk membangun atau menambah kapal baru dari galangan tersebut. "Kami fokus pada repair kapal, tidak hanya milik grup saja yang bisa direpair namun juga terbuka untuk pihak diluar entitas perusahaan," terang Ira.


sumber:  kontan 

Rabu, 09 September 2020

Ekonomi Tertekan, Samudera Indonesia (SMDR) Tambah Dua Kapal Baru


 


Pandemi virus corona memang menekan ekonomi sejumlah negara. Bahkan banyak negara yang masuk jurang resesi. Namun, hal tersebut diprediksi tidak akan menghentikan industri pelayaran. 


Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk Bani Maulana Mulia mengungkapkan, resesi yang dialami sejumlah negara memang tak serta merta menghentikan industri pelayaran. Mengingat sampai saat ini masih banyak kapal yang beroperasi seperti biasanya. 


Karena itu, dia meminta para pelaut atau Anak Buah Kapal (ABK) tidak khawatir akan tersedianya lapangan pekerjaan di industri pelayaran ini.


"Bahwa sekarang kebanyakan kapal di lay up, sama sekali tidak benar karena masih banyak beroperasi. Hanya pertumbuhannya dibandingkan tahun sebelumnya mungkin lebih sedikit atau menurun. Tetapi masih banyak yang beroperasi dengan sehat. Jadi nomor 1, jangan terlalu khawatir tentang kemungkinan bekerja para ABK masih terbuka," kata dia, Senin (7/9).


Bahkan, di tengah situasi saat ini pun emiten dengan kode saham SMDR ini masih mendapatkan permintaan untuk menyediakan pelaut Indonesia baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.


Meski begitu, dia juga mengatakan para pelaku di industri pelayaran ini harus selektif dan fokus pada industri yang masih sehat di tengah kondisi sulit saat ini.


"Kami juga harus fleksibel, mungkin saat ini ada satu rute  yang menjadi rugi, kami bisa pindah ke rute lain, ke industri yang lain," terang Bani.


Lebih lanjut, dia bilang, di tengah pandemi dan resesi yang terjadi di beberapa negara juga bukan berarti tidak akan ada peluang menghasilkan kapal baru. Menurut Bani, sejauh ini sudah ada 2 kapal Samudera Indonesia yang sudah diluncurkan, dimana salah satunya sudah berada di Indonesia dan yang lainnya sudah selesai melakukan sea trial.


SMDR pun juga selalu memprioritaskan awak kapal yang bekerja di kapalnya adalah orang Indonesia.


"Di Samudera Indonesia, meski di masa pandemi ini kami juga masih bisa (menambah kapal), ada kapal yang sebagian dikurangi operasionalnya, tapi ada juga yang ditambah, bahkan ada kapal baru yang dibangun dan diproduksi dan membutuhkan pelaut baru," pungkas Bani.


sumber:  kontan 

Rabu, 02 September 2020

Agen Kapal Asing Bertindak Seenaknya, Kemenhub Diminta Tegas



Indonesia Maritime Logistics and Transportation Watch (IMLOW) meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) aktif mengawasi kinerja perusahaan keagenan kapal asing dan operator depo empty.

Hal itu bertujuan untuk menunjang operasional 24/7 layanan logistik di pelabuhan Tanjung Priok.


Sekretaris Jenderal IMLOW, Achmad Ridwan Tento mengatakan sesuai regulasi yang ada bahwa kementerian atau lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk mengawasi perusahaan keagenan pelayaran asing maupun depo empty tersebut adalah Kemenhub ataupun Dinas Perhubungan Provinsi.


"Pengawasan operasional 24/7 terhadap perusahaan keagenan kapal asing di Indonesia menjadi domain Kemenhub, sedangkan untuk depo empty adanya di Dishub untuk masalah perizinannya. Jadi soal pengawasannya harus dari sana juga artinya," ujarnya, Jumat (28/8/2020).


Dia mengatakan hal itu menyusul adanya keluhan kalangan pebisnis di pelabuhan Tanjung Priok lantaran program layanan 24/7 di pelabuhan Priok tidak berjalan efektif. Pasalnya, ia menilai hal ini belum mendapat dukungan penuh dari perusahaan agen kapal dan depo empty di luar pelabuhan yang menunjang aktivitas pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.


Kemenhub dan pihak yang memberikan perizinan usaha terhadap agen kapal dan depo empty menurutnya harus bersikap tegas, sebab program layanan 24/7 merupakan program pemerintah untuk mempercepat kelancaran arus barang dan mengefisiensikan layanan logistik dari dan ke pelabuhan.


Menurut Ridwan, dengan hadirnya PM No:42/2020 merupakan aturan perubahan atas PM 120/2017 tentang Pelayanan Pengiriman Pesanan Elektronik (Delivery Order Online) Untuk Barang Impor di Pelabuhan, semestinya layanan 24/7 bisa berjalan maksimal.


Sebab, imbuhnya, beleid yang ditandatangani Menhub Budi Karya Sumadi pada 15 Juni 2020 itu, sekaligus mempertegas bahwa pelaksanaan dalam pelayanan DO Online untuk Barang Impor merupakan sistem yang terhubung dengan sistem Indonesia National Single Window (INWS), Inaportnet, dan sistem para pemangku kepentingan terkait.


Lebih lanjut, jika kantor pelayaran asing di dalam negeri maupun fasilitas depo empty belum menerapkan 24/7 maka beleid DO Online yang diterbitkan Kemenhub itu akan sia-sia lantaran tidak bisa maksimal diimplementasikan, dan biaya logistik masih akan tetap tinggi.


Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Transportasi, Logistik dan Kepelabuhanan Kadin Provinsi DKI Jakarta, Widijanto menyebutkan komitmen pelayanan 24/7 untuk mendukung bisnis logistik di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu masih wacana dan belum berjalan alias isapan jempol.


Dia menerangkan perusahaan pelayaran maupun pengelola depo peti kemas kosong (empty) yang berada di DKI Jakarta belum beroperasi 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu (24/7) untuk mendukung implementasi PM 42/2020 itu.


Widijanto mengatakan Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perdagangan merupakan instansi teknis terkait untuk mengatur operasional kantor pelayaran asing yang melayani ekspor impor maupun depo empty.


“Kantor pelayaran asing melalui perwakilannya di Indonesia harus tunduk pada regulasi Kemenhub yang berlaku di dalam negeri untuk beroperasi 24/7. Begitupun dengan operasional depo empty juga mesti operasional 24/7. Depo empty perizinannya melibatkan Kemendag,” ucapnya.


Dia mengemukakan jika kantor agen kapal asing maupun fasilitas depo empty belum menerapkan 24/7 maka beleid DO Online yang diterbitkan Kemenhub itu akan sia-sia lantaran tidak bisa maksimal diterapkan di lapangan.


“Imbasnya biaya logistik khususnya importasi masih akan tetap tidak berubah dari kondisi saat ini,” ujar Widijanto.


Oleh sebab itu, Kadin DKI Jakarta meminta Kemenhub melalui Kantor Otoritas Pelabuhan di Tanjung Priok untuk mengawasi implementasi PM 42/2020 itu dengan memastikan seluruh kantor agen pelayaran asing dan depo empty yang berkegiatan sebagai pendukung layanan di pelabuhan Priok wajib beroperasi 24/7.


“Untuk apa kalau keluarkan aturan tidak ditaati, makanya harus diawasi implementasinya. Kalau gak ada pengawasan maka biaya logistik masih akan terus melambung seperti saat ini,” kata Widijanto.


sumber: bisnis 

Selasa, 01 September 2020

Strategi Industri Galangan Kapal Bertahan di Era Pandemi corona

 


Pandemi corona (Covid-19) turut memberikan pengaruh terhadap industri perkapalan Indonesia saat ini. Pelemahan ekonomi ikut menyurutkan permintaan kapal baru.


PT PAL Indonesia (Persero) sebagai pemain utama dalam industri galangan kapal dan produk maritim lainnya mengaku telah melakukan berbagai upaya mitigasi untuk mengantisipasi dampak tersebut. “Kami tetap memastikan kontribusi kami terhadap ketahanan nasional melalui penyelesaian proyek-proyek strategis seperti Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) yang nantinya akan dioperasikan oleh TNI AL,” terang Direktur Utama PAL Indonesia Budiman Saleh dalam keterangan tertulis, Senin (17/8).


PAL Indonesia saat ini sedang mengerjakan pembangunan Kapal BRS pertama TNI AL sekaligus telah mendapatkan kontrak pembangunan Kapal BRS kedua pada 16 Maret 2020 lalu. Selain fungsi asasi mendukung operasi militer, Kapal BRS juga memiliki kapabilitas operasi non militer seperti humanitarian assistance, tanggap darurat bencana, dan lainnya.


Saat ini, TNI AL mengoperasikan kapal Landing Platform Dock (LPD) KRI Semarang-594 produksi PT PAL Indonesia, yang difungsikan sebagai kapal BRS pada masa pandemi Covid-19. KRI tersebut pernah menjalani misi “penjemputan” konsentrat hand sanitizer sebanyak 2.100 liter bantuan Pemerintah Singapura pada 8 April 2020 lalu.


Kata Budiman, proyek-proyek yang dikerjakan PT PAL memiliki multiplier effect ekonomi yang besar. Dalam proyek pembangunan alutsista maupun non alutsista turut melibatkan pekerja (tier 1) serta perusahaan pemasok komponen dan bahan baku kapal (tier 2) dengan kurang lebih terdapat 3.000 karyawan yang terdiri dari karyawan organik dan karyawan mitra kerja.


Sementara itu, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga diketahui memiliki lini bisnis galangan kapal, namun manajemen mengaku bahwa galangan kapal ADRO fokus untuk perawatan dan perbaikan saja. "Salah satu pilar bisnis Adaro, yaitu Adaro Logistics memiliki anak perusahaan PT Barito Galangan Nusantara, yang mana fokusnya ke repair bukan pembangunan atau pembuatan kapal baru," ujar Head of Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).


ADRO tidak ada rencana untuk membangun atau menambah kapal baru dari galangan tersebut. "Kami fokus pada repair kapal, tidak hanya milik grup saja yang bisa direpair namun juga terbuka untuk pihak diluar entitas perusahaan," terang Ira.


sumber:  kontan 



Selasa, 25 Agustus 2020

Jokowi Minta Industri Perkapalan Diperkuat, Ini Alasannya


 

Industri perkapalan diminta untuk memaksimalkan produksi dari potensi sumber daya perikanan nasional agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan hal tersebut berdasarkan arahan dari Presiden Joko Widodo. Namun, bukan berarti pihaknya mengizinkan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya laut Indonesia.


"Indonesia masih memerlukan banyak kapal ikan untuk beroperasi dan menangkap ikan. Pak Presiden juga meminta industri perkapalan terus diperkuat sehingga mampu mendukung pergerakan industri perikanan," kata Edhy dalam simposium virtual, Sabtu (22/8/2020).


Dia menambahkan KKP berkomitmen dan mengajak semua pemangku kepentingan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan sesuai kesepakatan internasional agar kelestarian ekosistem terjaga.


Berdasarkan data KKP, potensi lestari sumber daya ikan Indonesia sebesar 12,54 juta ton per tahun dengan nilai ekonomi mencapai 20 miliar dolar Amerika Serikat/tahun. Dari jumlah tersebut, menurut ketentuan internasional yang boleh dimanfaatkan sekitar 10 juta ton per tahun, atau 80 persen dari seluruh potensi lestari.


Sementara dari data tahun lalu, lanjutnya, produksi perikanan tangkap Indonesia baru mencapai 7,53 juta ton, terdiri dari 92,68 persen sisanya sebesar 7,32 persen dari perairan umum daratan. Dari gambaran potensi dan data tersebut, pengembangan usaha perikanan tangkap masih belum optimal, namun prospeknya sangat baik, sehingga dia mendorong pula peningkatan produksi kapal dalam negeri agar produktivitas perikanan tangkap ikut naik.


Berdasarkan data, ada sekitar 600.000 kapal penangkap ikan di lautan Indonesia, di mana 71 persennya berupa kapal motor dan yang berukuran di atas 30 GT hanya sekitar 1 persen saja.


Di sisi lain, KKP juga berinovasi dalam memperkuat monitoring penangkapan ikan melalui penerapan E-Logbook, Vessel Monitoring System (VMS), observer on board, serta penguatan integrasi sistem perizinan pusat-daerah maupun pendataan di pelabuhan perikanan.


"Jika masih ada nelayan dan pelaku usaha yang nakal, tentu KKP dan aparat penegak hukum lainnya sudah siap dengan tugas dan fungsinya," ujarnya.


sumber:  bisnis 

Jumat, 14 Agustus 2020

Prospek Industri Galangan Kapal untuk Mendongkrak Konsumsi Baja RI

                                                    Gambar Ilustrasi


Konsumsi baja per kapita Indonesia merupakan yang terendah di kawasan Asia Tenggara. Direktur Utama Krakatau Steel Tbk Silmy Karim menyebutkan tingkat konsumsi baja per kapita di Indonesia hanya mencapai 68 kilogram (kg) per tahun. 


Menurut Silmy, jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia 361 kg, Thailand 322 kg, atau Vietnam 262 kg. Hal ini lantaran pembangunan infrastruktur yang masih kalah dengan negara-negara lain dan pembangunan industri yang cenderung lambat.


"Kalau kita bandingkan dengan Korea Selatan yang konsumsinya tertinggi di dunia, kalah jauh. (Korea Selatan) tingkat konsumsinya mencapai 1.093 kg," kata Silmy dalam diskusi daring di Jakarta, Rabu (12/8).


Menurut dia, sebagai salah satu produsen baja yang cukup besar kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Kondisi itu kian diperburuk dengan membanjirnya produk baja impor yang mencapai 50% dari total produk baja yang beredar di Tanah Air. 

Kendati demikian, Silmy menjelaskan peluang memperbaiki tingkat konsumsi per kapita masih terbuka melalui sektor industri galangan kapal yang ada di Indonesia. "Kami menjual plat baja hampir seluruh jenis untuk galangan kapal dan kami tidak ada masalah spesifikasi dan standarnya," kata dia. 

Lebih lanjut, Silmy menjelaskan untuk memberikan harga yang lebih kompetitif pihaknya bakal melakukan efisiensi biaya produksi dari yang saat ini mencapai US$ 33 juta atau setara Rp 488 miliar menjadi US$ 15 juta atau setara Rp 222 miliar. 


"Dari sisi internal industri baja itu melakukan efisiensi salah satunya kami dapat memproduksi 40% pangsa pasar Indonesia," kata dia.


Dalam kesempatan yang sama, Commercial Division Head PT Dok Pantai Lamongan (DPL) Romeo Hasan Basri mengatakan, peluang peningkatan konsumsi baja nasional terbuka lebar pada sektor galangan kapal. Pasalnya, kebutuhan armada kapal tongkang pengangkut batu bara per bulan mencapai 600 unit, dan baru terpenuhi 10%. 


Untuk estimasi kebutuhan plat baja dari satu unit kapal tongkang mencapai 1.300 ton sehingga secara keseluruhan kebutuhannya mencapai 702 ribu ton. "Di Jawa Timur saja ada 20 galangan kapal butuh plat baja 18 ribu ton per bulan, belum lagi secara nasional," kata dia. 

Meskipun kebutuhan plat baja sangat tinggi, Romeo menjelaskan kendala-kendala yang dihadapi sehingga konsumsi baja nasional masih sangat rendah di antaranya yakni harga baja nasional yang jauh lebih mahal dengan impor dan proses pembayaran yang tidak bisa dilakukan secara tempo. 


Sedangkan negara-negara lain biasanya produsen mengambil plat baja terlebih dahulu baru melakukan pembayaran. "Kondisi seperti ini seharunya kita ciptakan simbiosis muatualisme saling menguntungkan antara pengusaha kapal dengan produsen plat baja sesama anak bangsa," kata dia.


Sumber:  katadata

Rabu, 12 Agustus 2020

Tingkatkan Keselamatan Pelayaran, Indonesia Ratifikasi Konvensi Penyingkiran Kerangka Kapal

 

Guna meningkatkan keselamatan pelayaran terutama dalam menanggulangi potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kerangka kapal, Indonesia melalui Kementerian Perhubungan mengesahkan Konvensi Internasional Nairobi mengenai Penyingkiran Kerangka Kapal 2007.


Konvensi ini disahkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor. 80 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Nairobi International Convention On The Removal Of Wrecks, 2007 (Konvensi Internasional Nairobi Mengenai Penyingkiran Kerangka Kapal, 2007) yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo pada 20 Juli 2020 di Jakarta.


Menurut Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Hermanta bahwa pengesahan konvensi ini penting untuk menanggulangi potensi bahaya yang ditimbulkan oleh kerangka kapal yang mengancam keselamatan pelayaran dan lingkungan laut serta untuk memberikan kepastian hukum terhadap pengaturan tanggung jawab dan ganti rugi penyingkiran kerangka kapal.


“Pengesahan Ratifikasi Konvensi Internasional Nairobi ini sejalan dengan komitmen Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk terus meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan terhadap lingkungan laut,” kata Hermanta di Jakarta (5/8/2020).


Hermanta mengatakan bahwa Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal, 2007, mengatur kewajiban asuransi penyingkiran kerangka kapal (Wreck Removal) yang mulai diberlakukan secara internasional sejak tanggal 14 April 2015.


“Konvensi ini juga menetapkan kewajiban ketat bagi pemilik kapal untuk mencari, menandai, dan mengangkat bangkai kapal yang dianggap bahaya dan mewajibkan pemilik kapal untuk membuat sertifikasi asuransi negara, atau bentuk asuransi lain untuk keamanan finansial perusahaan kapal,” jelas Hermanta.


Menurutnya, dengan telah disahkannya Konvensi Internasional Nairobi tentang Penyingkiran Kerangka-Kapal 2007 maka Indonesia akan memiliki wewenang untuk menerapkan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi ini di laut teritorialnya.


“Konvensi Nairobi ini juga menyebutkan bahwa setiap kapal yang melintasi wilayah perairan yang menjadi yurisdiksi Indonesia wajib dilengkapi dengan jaminan asuransi penyingkiran kerangka kapal” kata Hermanta.


Lebih jauh, Hermanta menjelaskan bahwa posisi strategis geografis Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera yakni Benua Asia dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menjadikan tidak hanya sebagai sebagai salah satu perairan yang tersibuk di dunia, namun juga menjadikannya rentan terhadap kecelakaan kapal.


“Salah satu dampak yang diakibatkan terjadinya kecelakaan kapal di laut adalah adanya kerangka kapal yang kandas dan atau tenggelam tanpa ada tindakan atau tanggung jawab pemilik kapal,” ungkap Hermanta.


Terkait dengan hal tersebut, upaya penyingkiran kerangka kapal yang mengalami musibah di laut harus segera dilakukan karena dapat menimbulkan persoalan lanjutan yang berisiko bagi keselamatan dan keamanan pelayaran.


Saat ini masih sering terjadi adanya kerangka-kerangka kapal yang mengalami kecelakaan dan tenggelam tidak disingkirkan karena rendahnya tanggung jawab pemilik kapal karena besarnya biaya untuk pengangkatan kerangka kapal tersebut.


“Untuk itu maka kewajiban pemberlakuan asuransi penyingkiran kerangka kapal wajib diberlakukan. Dengan asuransi kapal ini tentunya akan memberikan perlindungan bagi pemilik kapal terutama jika terjadi musibah yang mengakibatkan kapal tenggelam, maka asuransi tersebut bisa mengganti biaya untuk pengangkatan kerangka kapal tersebut,” kata Hermanta.


Sebagai informasi, Organisasi Maritim Internasional atau International Maritime Organization (IMO) telah mengadopsi Konvensi Nairobi International Convention on the Removal of Wrecks, 2007 (Konvensi Internasional Nairobi mengenai Penyingkiran Kerangka Kapal, 2007) dalam Konferensi pada tanggal 18 Mei 2007 di Nairobi, Kenya.


Selain itu, berdasarkan amanah dari Undang-Undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran juga menyebutkan bahwa pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam.


sumber:  tribunnews

Kamis, 30 Juli 2020

Galangan Kapal Banyak Masalah, Kemenperin Cari Solusi


Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui industri galangan kapal di Indonesia masih memiliki banyak permasalahan, salah satu solusi yang tengah disiapkan yakni penyiapan regulasi peraturan pemerintah (PP) tentang industri kemaritiman.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (Imatap) Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan pemangku kepentingan perlu mengambil posisi perannya masing-masing, mulai dari galangan kapal, pelayaran hingga pemerintah agar dapat memperbesar kapasitasnya industri ini supaya dapat menguntungkan.

"Ini yang agak sulit dicapai, perencanaan [masih jadi kendala], produksi yang belum terencana sehingga belum bagus juga pelaksanaanya, ini pembiayaan juga catatan hal-hal ke depan yang harus diperbaiki," jelasnya dalam diskusi daring, Rabu (15/7/2020).

Pihaknya, sepakat industri galangan kapal ini bisa dikembangkan jika semua pemangku kepentingannya bersatu bersinergi. Dia menyebut salah satu sinergi yang tengah dilakukan, yakni Kemenperin bersama asosiasi dan tokoh-tokoh perkapalan tengah menyiapkan roadmap atau peta jalan pengembangan industri ini.

Namun, peta jalan ini menurutnya tidak cukup, perlu ditingkatkan lagi regulasinya sehingga dapat menjadi pedoman bersama dan mengikat seluruh pemangku kepentingan.

"Kami susun PP industri kemaritiman, ini perlu ada dirigen yang lebih tinggi yang mengkoordinasikan, dalam pengembangan industri perkapalan ini ada Kemenko Maritim dan Investasi serta Kemenko Perekonomian," katanya.

Keterlibatan lembaga lain seperti Bappenas sebagai penyusun dan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai evaluator yang akan menguji target di setiap periode waktu yang sudah ditetapkan dalam regulasi mengenai industri ini.

Di sisi lain, dia mengatakan tidak melihat adanya kebebasan yang cukup agar industri ini dapat berkembang, sehingga dari segi pembiayaan non APBN melalui Bappenas sempat bermasalah dan harus terus diperbaiki ke depannya.

Menurutnya, pasar galangan kapal di Indonesia cukup besar, tetapi banyak diisi oleh negara lain melalui impor kapal bekas atau kapal bukan baru. Dia juga menyoroti komponen kapal yang terlalu bervariasi sehingga turut berpengaruh juga ke skala ekonomi pembuatan komponennya menjadi sangat kecil.

"Kami berusaha keras bagaimana membangun kapal series [terstandar] yang secara nasional mengikat semua pihak untuk sesuai itu. Kalau bisa seperti itu, kapal terstandarisasi variasi tidak terlalu luas, jadi bisa membuat standar komponen yang skala ekonomi dan margin cukup," paparnya.

sumber:  bisnis 

Rabu, 22 Juli 2020

Pertamina Butuh Kapal, Pengusaha Minta Dahulukan Galangan Kapal Nasional


Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyatakan galangna kapal milik swasta harus diikutsertakan dalam proyek pembangunan kapal nasional agar industri galangan kapal tumbuh.

Ketua Umum Iperindo Edy K. Logam menyarankan agar Pertamina meningkatkan kontribusi industri galangan kapal pada pengadaan kapal baru perseroan. Edy optimistis industri galangan kapal nasional telah memiliki kemampuan untuk memenuhi permintaan Pertamina.

"Saya yakin ketika industri galangan [kapal] diberikan kesempatan berulang-ulang, akan tercapai titik efisiensi di mana galangan [kapal nasional] bisa produksi [seluruh permintaan dengan baik]," ucapnya, kepada Bisnis, Selasa (14/7/2020).

Adapun, total kebutuhan kapal Pertamina saat ini mencapai 270 unit.  Berdasarkan catatan Pertamina, saat ini perseroan memiliki sekitar 70 unit kapal tanker dan lebih dari 200 unit kapal tug boat.

Industriwan galangan kapal mengapresiasi penandatanganan memo kesepahaman (MoU) pembangunan kapal baru antara PT Pertamina (Persero) dan tiga badan usaha milik negara (BUMN) galangan kapal.

Namun demikian, Pertamina disarankan untuk menignkatkan kontribusi galangan kapal lokal untuk pengadaan kapal perseroan hingga 2025. Pasalnya, industriwan swasta menopang hingga 90 persen dari total pabrikan galangan kapal domestik.

"[Namun demikian, penandatangan MoU] itu suatu yang positif. Lebih baik lah daripada membangun kapal di luar negeri," katanya.

Seperti diketahui, MoU tersebut menyebutkan Pertamina akan menambah 48 unit kapal baru hingga 2025. Adapun, industri galangan kapal nasional hanya berkontribusi 31,25 persen dari total pengadaan tersebut atau hanya 15 unit kapal.

Sementara itu, Pertamina menandatangani MoU tersebut dengan tiga pabrikan yakni  PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), dan PT Industri Kapal Indonesia (Persero).

Dengan kata lain, masing-masing galangan kapal tersebut hanya akan mengerjakan 1 unit kapal per tahunnya hingga 2025.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mencatat industri perkapalan nasional kapasitas produksi kapal nasional kini mencapai sekitar 1 juta tonase bobot mati (dead weight tonnage/DWT) per tahun untuk bangunan baru dan hingga 12 juta DWT per tahun untuk reparasi kapal.

“Ke depan, kami berharap kapasitas produksi untuk bangunan baru maupun reparasi kapal dapat terus ditingkatkan,” ujarnya.

Agus menyampaikan bahwa pihaknya mendukung kemajuan industri galangan kapal di Tanah Air dengan mengeluarkan program dan kebijakan strategis.

Menurutnya, iklim investasi yang kondusif merupakan syarat mutlak yang menjadi perhatian pemerintah agar kesinambungan operasional dan produktivitas sektor industri perkapalan dapat menjadi lebih optimal.

“Dalam membangun kapal, mereka membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara proyeknya tidak bisa dijadikan jaminan oleh pihak bank. Sesuai amanat Undang-Undang Perindustrian, pemerintah perlu membangun lembaga pembiayaan itu sendiri,” terangnya.

Di samping itu, kebijakan lainnya yang bakal terus didorong untuk kemajuan industri galangan kapal adalah pemberian insentif fiskal. “Kebijakan ini dinilai penting karena dapat memberikan keleluasan," katanya.

sumber: bisnis 

Jumat, 10 Juli 2020

Geliat Industri Kapal di Surabaya Mendorong Permintaan Asuransi Marine Hull ASBI


Meski penyebaran virus corona 2019 (Covid-19) telah menekan bisnis asuransi umum, sejumlah lini bisnis masih bisa tumpul optimal di tengah pandemi. Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatatkan asuransi rangka kapal (marine hull) tumbuh 29,9% yoy menjadi Rp 586,99 miliar pada kuartal pertama 2020.

PT Asuransi Bintang Tbk (ASBI) juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan premi yang positif pada lini bisnis ini. Presiden Direktur Asuransi Bintang HSM Widodo menyatakan pendapatan premi rangka kapal mencapai Rp 27 miliar pada April 2020. Nilai itu tumbuh 107,69% yoy dibandingkan April 2019 senilai Rp 13 miliar.

“Rangka kapal kebetulan kita tumbuh di area Jawa Timur. Terkait dengan peningkatan penetrasi pasar dan juga fungsi Surabaya sebagai distribution center laut untuk Indonesia timur yang cukup stabil,” ujar Widodo kepada Kontan.co.id pada akhir pekan lalu.

Widodo menyatakan kenaikan pendapatan premi juga didorong dengan implementasi digitalisasi pada proses bisnis saat melaksanakan working from home. Asuransi Bintang mampu meningkatkan kecepatan administrasi sehingga penerbitan polis dapat 23% lebih cepat dari biasa.

“Polis yang kompleks rata-rata kita terbitkan 5,8 hari dari sebelumnya 7 hari pada Januari. Sedangkan polis yang bersifat sederhana bisa diterbitkan 1,4 hari, ini di luar automation policy yang SLA-nya realtime. Bulan April saja kita produced 132 ribu polis melalui proses automation,” papar Widodo.

“Beroperasi 100% dengan mode Working From Home menjadi salah satu penunjang pertumbuhan dari jalur distribusi Broker dan Bank yang memang membutuhkan kecepatan dalam akseptasi dan penerbitan polis,” tambah Widodo.

Ia menyebut ASBI berhasil menghimpun pendapatan premi senilai Rp 166,8 miliar hingga April 2020. Nilai itu tumbuh 31,5% secara tahunan atau year on year (yoy) dibanding April 2019.

Sumber:  kontan 

Minggu, 21 Juni 2020

Kapal Tua Dilarang Beroperasi, Premi Asuransi Rangka Kapal Naik 29,9% di Kuartal I


Pandemi Covid-19 menekan bisnis industri asuransi umum sepanjang kuartal pertama 2020. Hal ini tecermin dari pendapatan premi asuransi umum hanya tumbuh 0,4% year on year (yoy) dari Rp 19,76 triliun menjadi Rp 19,84 triliun hingga Maret 2020.

Kendati demikian, lini bisnis asuransi rangka kapal (marine hull) mampu mencatatkan pertumbuhan dobel digit. Wakil ketua bidang statistik dan penelitian Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Trinita Situmeang menyatakan pendapatan premi segmen ini tumbuh 29,9% yoy menjadi Rp 586,99 miliar di tiga bulan pertama 2020. Adapun hingga Maret 2019 hanya Rp 451,73 miliar.

“Memang hingga kuartal pertama 2020 lini bisnis ini meningkat sejak tiga tahun terakhir. Para pemain di lini bisnis ini mulai prudent dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini terlihat dari pendapatan premi dan underwriting. Sehingga kecukupan premi terhadap risiko yang dijamin lebih bagus,” ujar Trinita pada akhir pekan lalu.

Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menyatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi kenaikan pendapatan premi asuransi rangka kapal. Pertama para pemain asuransi umum mulai bangkit setelah beberapa tahun terakhir mengalami klaim rasio yang tinggi. Tecermin dari perbaikan rasio klaim dibandingkan premi dari 65,5% di kuartal pertama 2019 menjadi 54,3% di kuartal pertama 2020.

“Lalu kebijakan pemerintah batasi dan mengurangi kapal tua, sehingga ada peningkatan premi untuk kapal-kapal baru yang diasuransikan,” papar Dody.

Adapun secara keseluruhan, AAUi memproyeksi pendapatan premi asuransi umum bisa turun 15% hingga 25% dibandingkan 2019 lalu. Sebelumnya, pada akhir 2019, asosiasi memproyeksi bisnis bisa tumbuh 17%, sayangnya Covid-19 menghambat harapan ini.

Sepanjang 2019 lalu, asuransi umum mampu meraup pendapatan premi senilai Rp 79,71 triliun. Nilai itu tumbuh 14,1% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 69,85 triliun.

Sumber: Kontan

Jumat, 19 Juni 2020

PT PAL Menilai Prospek Bisnis Galangan Kapal Masih Baik



Prospek bisnis galangan kapal diprediksi masih stabil. Meski asuransi kerangka kapal meningkat, hal tersebut belum dapat menjadi acuan terdorongnya bisnis galangan kapal secara umum.

Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan asuransi rangka kapal (marine hull) tumbuh 29,9% yoy menjadi Rp 586,99 miliar pada kuartal pertama 2020. Menurut Irianto Sunardi, Direktur Keuangan PT PAL Indonesia, kenaikan asuransi bisa saja terjadi karena resiko (risk) di sektor industri kapal secara global meningkat.

"Misalnya karena beberapa waktu yang lalu ada kecelakaan kapal pesiar di Eropa dan juga ada kebakaran galangan juga di Eropa, ini mempengaruhi persepsi risk di kalangan pemain asuransi," kata Irianto kepada Kontan.co.id, Selasa (16/6).

Di samping itu pemain asuransi yang bermain di kapal menurut Irianto juga semakin sedikit. Sehingga ia menyimpulkan asuransi lebih terkait dengan risk, bukan prospek bisnis.

"Sementara kalau prospek bisnis industri galangan tentu terkait dengan segmennya, mungkin yang fokus pada merchant ships sangat dipengaruhi demand secara global, namun PT PAL saat ini fokus pada kapal combatan (pertahanan), sehingga permintaannya sesuai kebutuhan negara ini, masih banyak kapal perang yg harus disiapkan," urai Irianto.

Sebelumnya perseroan diketahui tengah mengerjakan beberapa proyek kapal pertahanan, salah satunya kapal selam untuk keperluan militer. Adanya pandemi covid-19 tak mengurangi aktivitas produksi galangan kapal perseroan, dimana PT PAL tetap beroperasi sesuai dengan protokol kesehatan yang ada.

Saat ini PT PAL Indonesia (Persero) tercatat tengah menyelesaikan Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) TNI AL (W000302) yang rencananya akan diserah-terima kepada TNI AL pada Oktober 2021 nanti. Pembangunan kapal diyakini on schedule.

Kapal BRS merupakan kapal pendukung atau support dalam pelaksanaan operasi militer. Kapal tersebut merupakan kapal pendukung Operasi Militer Perang (OMP), sedangkan pada masa damai kapal tersebut dapat difungsikan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP).

Selain kapal, perseroan juga tengah mengerjakan proyek pembangkit listrik terapung dual fuel BMPP 60 MW Kolaka 1 pesanan PT Indonesia Power yang di bulan Juni ini progres nya telah mencapai 44,61% dan akan terus dipastikan berjalan sesuai jadwal.

sumber:  kontan 

Senin, 01 Juni 2020

Pemilik Kapal Wisata di Labuan Bajo Diimbau Punya Asuransi untuk Mengatasi Dampak Pandemi


Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Timur (NTT) Wayan Darmawa menanggapi kabar kapal angkutan wisata rusak, tak terurus, dan tenggelam karena tak mengangkut wisatawan di masa pandemi. 

Menurutnya, para pemilik kapal wisata seharusnya memiliki asuransi guna mengantisipasi musibah tak terduga seperti saat ini. 

"Kalau kapal itu kapal usaha, mestinya kan mereka memiliki asuransi. Dengan asuransi kita berharap mereka bisa memulihkan aktivitasnya," kata Wayan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/5/2020). 

Ia menyebut hingga kini bantuan pemerintah berfokus pada penanganan Covid-19 yaitu soal kesehatan dan pemberian stimulus sosial masyarakat. 

Terlebih ia mengatakan, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) provinsi NTT terbatas. 

Alhasil kecil harapan untuk pemerintah membantu kejadian akan kapal wisata. Ditambah  fokus pemerintah saat ini adalah menangani virus corona, kata dia. 

Soal kapal tenggelam dan rusak karena tak terurus, Wayan juga menyorotinya.

"Sampai sekarang soalnya enggak ada laporan, dan enggak ada permintaan dari pemilik kapal," kata Wayan. 

"Paling tidak kan kalau ada laporan, walaupun pemerintah daerah belum bisa memberikan dukungan, kita bisa beri dukungan dengan menyampaikan (laporan) ke pemerintah pusat," jelasnya. 

Oleh sebab itu, ia mengimbau bagi pemiliki kapal wisata yang kapalnya rusak, dan tenggelam karena masa pandemi ini bisa melaporkan kepada Dinas Pariwisata terlebih dulu. 

Setelah itu pihak Dispar akan mengirimkan laporan kepada pemerintah pusat untuk ditindaklanjuti. 

Sebelumnya sejumlah kapal angkutan wisata dikabarkan rusak dan tenggelam di perairan kawasan Pelabuhan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. 

Dikutip dari ANTARA, kondisi itu terjadi lantaran kapal-kapal tidak terurus pada masa pandemi Covid-19 dan tidak ada wisatawan berwisata ke daerah itu. 

Penanggung jawab kapal motor Sarana Inti Pangan 01, Idrus, mengatakan tiga bulan terakhir sedikitnya ada lima unit kapal wisata yang tenggelam karena tidak terurus. 

"Banyak kapal wisata yang rusak dan tenggelam karena memang tak diurus, termasuk kapal wisata yang saya tangani," katanya.

Ia menjelaskan Kapal Motor (KM) Sarana Inti Pangan 01 merupakan kapal milik salah satu mitra Indofood yang berada di Jakarta. 

Kapal itu tenggelam di perairan kawasan Pelabuhan Labuan Bajo pada Senin, pukul 08.30 Wita, saat dirinya hendak mengecek kapal tersebut. 

Kapal dengan ukuran 14 gross tonage itu tenggelam di parkiran mooring buoy tanpa anak buah kapal.

sumber: kompas 

Rabu, 13 Mei 2020

Kebijakan Kapal Ekspor Batu Bara Ganti, Premi Asuransi Umum Bisa Turun


Asosiasi Asuransi Umum Indonesia atau AAUI menilai kebijakan pencabutan wajib kapal nasional untuk keperluan ekspor batu bara berdampak bagi kinerja asuransi, khususnya lini bisnis asuransi rangka kapal.

Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menjelaskan sebelumnya pemerintah mewajibkan berbagai aktivitas ekspor untuk disertai dengan proteksi asuransi. Namun, adanya pencabutan wajib kapal nasional tersebut membuat industri asuransi umum kehilangan sebagian sumber pendapatan.

Menurutnya, industri kapal dalam negeri akan terdampak oleh kebijakan tersebut, yang akhirnya akan berpengaruh terhadap lini bisnis asuransi rangka kapal (marine hull). Meskipun begitu, AAUI belum dapat memperkirakan berapa potensi penurunan premi akibat kebijakan itu.

"Hal [pencabutan wajib kapal nasional] tersebut akan memperbanyak kapal dari luar negeri. Yang jadi masalah bagi industri asuransi adalah jika kapal luar yang masuk ke Indonesia usianya tua, tentunya asuransi rangka kapal tidak mau memproteksi karena risikonya tinggi," ujar Dody kepada Bisnis, Senin (23/2/2020).

Berdasarkan data AAUI, total premi yang diperoleh industri asuransi umum dari lini rangka kapal pada 2019 mencapai Rp1,64 triliun. Jumlah tersebut meningkat 3,2 persen (year-on-year/yoy) dari 2018 senilai Rp1,59 triliun.

Lini bisnis tersebut akhirnya tumbuh setelah terus mencatatkan penurunan selama tiga tahun. Perolehan premi asuransi rangka kapal pada 2016 mencapai Rp1,76 triliun, lalu turun 9,1 persen yoy pada 2017 menjadi Rp1,6 triliun, kemudian kembali menurun 1,4 persen yoy pada 2018.

Klaim yang dibayarkan lini bisnis tersebut pada 2019 tercatat senilai Rp1,08 triliun. Jumlahnya meningkat hingga 47 persen yoy dibandingkan dengan klaim pada 2018 senilai Rp982 miliar.

Adapun, menurut Dody, kebijakan pencabutan wajib kapal tersebut tidak akan terlalu mempengaruhi lini bisnis asuransi pengangkutan, sepanjang tertanggung tetap mengasuransikan pengirimannya ke perusahaan asuransi nasional.

Meskipun begitu, Dody menilai dalam aktivitas pengiriman batu bara, eksportir tidak dapat memaksa pemilik barang untuk membeli polis pengiriman dari perusahaan asuransi nasional. Hal tersebut membuat pencabutan wajib kapal nasional tidak memberikan pengaruh signifikan bagi asuransi pengangkutan.

"Yang terjadi justru saat ini asuransi pengangkutan ekspor batu bara masih banyak menggunakan [jasa] perusahaan asuransi luar negeri. Jadi, industri asuransi menanti implementasi di mana pemilik batu bara menggunakan asuransi nasional," ujar Dody.

sumber:  bisnis 

Selasa, 21 April 2020

Mendag Wajibkan Eksportir Gunakan Kapal Nasional



Kementerian Perdagangan (Kemendag) mewajibkan eksportir batu bara dan crude palm oil (CPO), serta importir beras dan barang pengadaan barang pemerintah menggunakan angkutan laut dan asuransi nasional.

Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2020 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut Nasional dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengklaim aturan tersebut berperan dalam meningkatkan pendapatan nasional dari sektor jasa melalui peningkatan peran angkutan laut dan asuransi nasional dalam kegiatan ekspor dan impor.

"Melalui penyempurnaan Permendag ini, Kementerian Perdagangan berharap peran serta angkutan laut nasional dalam kegiatan ekspor impor akan meningkat, sekaligus mendorong tumbuhnya industri galangan kapal nasional," ujar Agus dalam keterangan resmi yang diterima Medcom.id, Minggu, 19 April 2020.

Untuk penggunaan angkutan laut nasional, kewajiban tersebut hanya berlaku untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15 ribu deadweight tonnage (dwt).

Sebelumnya, ketentuan wajib penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional telah diatur dalam Permendag Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 80 Tahun 2018.

Namun, pemberlakuan secara efektif baru dilakukan pada asuransi nasional, sedangkan implementasi angkutan laut nasional akan dilakukan pada 1 Mei 2020.

Agus menjelaskan penetapan kebijakan ini masih membuka peluang bagi perusahaan asing, khususnya perusahaan angkutan laut asing, untuk berperan dalam kegiatan ekspor dan impor barang-barang tersebut. Hal ini mengingat kewajiban penggunaan angkutan laut nasional hanya diberlakukan untuk penggunaan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15 ribu dwt.

"Dengan masih dibukanya peran perusahaan angkutan laut asing, maka diharapkan kegiatan ekspor dan impor barang-barang tersebut tetap dapat berjalan lancar," ungkap dia.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menambahkan, perusahaan angkutan laut nasional yang menggunakan angkutan laut dengan kapasitas sampai dengan 15 ribu dwt wajib menyampaikan data penggunaan angkutan laut tersebut kepada Kemendag secara elektronik melalui aplikasi pengajuan perijinan ekspor-impor, Inatrade, sebelum angkutan laut tersebut sandar di pelabuhan Indonesia.

Selain wajib melaporkan realisasi ekspor-impor melalui inatrade, juga wajib mencantumkan cost dan freight serta data polis asuransi dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atau Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

"Hal ini dilakukan tidak hanya untuk penyempurnaan data logistik ekspor dan impor, namun juga sebagai indikator penilaian efektivitas dari penerapan kebijakan ini," tutur Wisnu Wardhana.

Selain mengatur angkutan laut nasional, Permendag Nomor 40 Tahun 2020 juga terkait dengan asuransi nasional yang telah lebih dulu dilaksanakan pada 1 Februari 2019. Kegiatan asuransi yang dimaksud mencakup ekspor untuk dua produk ekspor, yakni batu bara dan CPO, serta impor untuk beras dan pengadaan barang pemerintah.

sumber: medcom.id

Jumat, 17 April 2020

Harapan Baru Dicalonkan Jadi Lokasi Industri Pembuatan Kapal


Pemkot Samarinda berusaha mendorong produksi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kota Tepian dengan membangun beberapa kawasan industri. Paling dekat, mereka ingin menyiapkan kawasan khusus untuk pembuatan kapal.

Dinas Perindustrian Samarinda terus mematangkan penetapan beberapa kawasan industri di Kota tepian. Saat ini mereka mulai mengusulkan kawasan tersebut pada revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Samarinda.

Kepala Dinas Perindustrian Samarinda Muhammad Faisal mengatakan, saat ini industri yang banyak berkembang di Samarinda adalah industri alami, seperti amplang dan kerajinan tangan dari manik-manik. Oleh karena itu perlu dibentuk kawasan. Termasuk di daerah Selili yang banyak terdapat pembuat kapal kayu tradisional. “Sekarang kita coba buat sentra industri buatan. Rencananya digarap tahun ini,” ujarnya, Senin (13/4).

Ada dua sentra yang sedang digarap, yaitu sentra industri kayu mebel dan sentra industri kapal tradisional. “Ini masih dalam tahap kajian, baik studi kelayakan, detail engineering, dan lain-lain. Yang dalam rencana normal dilakukan pada tahun ini dan eksekusi kelengkapan studi dan kita coba masukan dalam dana alokasi khusus (DAK) pada anggaran tahun depan, untuk suratnya kita sudah punya,” ucapnya.

Hingga Maret 2020, data penunjang telah selesai. Walaupun belum berbentuk dokumen, namun untuk sentra industri kayu mebel secara dokumen sudah selesai pada Desember 2019. Ada sekitar 58 industri kayu, yang telah digabungkan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Dan dari survei data tersebut dicarikan titik radius minimal ada 10 IKM yang sejenis untuk bisa dibuat sentra industri.

“Ada beberapa titik yaitu di daerah Harapan Baru dan di sekitar Jalan M Said yang berpotensi. Dengan mempertimbangkan aksesibilitas bahan baku lebih condong ke daerah Harapan Baru, Tani Aman,” ungkapnya.

Sambil menunggu situasi normal (tanpa adanya penyebaran virus corona), pihaknya terus menyiapkan kelengkapan untuk kemudian diajukan ke walikota terkait penetapan sentra industri tersebut. Sehingga proses industri akan terfokus di satu titik dan lebih efisien dan efektif.

“Daripada misalkan 20 IKM (Industri Kecil Menengah) kita berikan bantuan peralatan mesin yang mana lebih boros, dan alatnya pun kecil-kecil, lebih baik kita kumpulkan sediakan mesin penunjang yang representatif, bisa digunakan bersama, dan ruang display-nya pun bersama,” terangnya.

Begitu pula kapal kayu, serta rencana pembuatan sentra tahu tempe, yang dapat dikoordinasikan untuk ditata dan dibimbing. ”Bahkan hingga ke pengelolaan limbahnya juga akan kita kelola,” tuturnya.

Setelah pengelola sentra ini selesai, pihaknya akan beralih pada penetapan kawasan industri yang mencakup industri menengah dan besar. “Dengan kajian akses, transportasi, bahan baku, ketersediaan listrik, air, jaringan telekomunikasi dan lain-lain. Itu semua harus diperhitungkan,” tutupnya.

sumber: prokaltim

Jumat, 10 April 2020

Ada Penundaan Kewajiban Penggunaan Kapal Nasional, Ini Kata Golden Eagle (SMMT)


PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) menyambut positif keputusan pemerintah menunda kewajiban penggunaan kapal nasional untuk ekspor batubara.

Direktur Utama SMMT Roza Permana Putra bilang keputusan ini akan berdampak positif pada pasar ekspor batubara. "Ini akan menggairahkan kembali pasar ekspor terutama saat penurunan nilai rupiah akibat wabah corona walaupun indeks harga semakin tertekan pada sisi lain," terang Roza ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (20/3).

Kendati demikian, Roza memastikan pihaknya tetap mendukung penggunaan kapal berbendara Indonesia untuk ekspor. Menurut dia, langkah ini harus dilakukan secara bertahap demi menjaga penjualan ekspor batubara.

Roza menambahkan, SMMT terus melakukan pemantauan kondisi pasar seiring merebaknya dampak dari pandemi corona. "Perusahaan akan terus memonitor biaya operasi dengan menjaga striping ratio," ujar Roza.

Roza mengatakan, diperlukan peranan pemerintah dalam menjaga daya saing penjualan batubara Indonesia di pasar internasional.

Asal tahu saja, pemerintah memutuskan untuk mencabut aturan soal kewajiban penggunaan kapal nasional untuk ekspor batubara. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan bilang semula kebijakan ini diharapkan mendorong industri kapal dalam negeri.

"Memang dulu pada tahun 2017 untuk kapal dalam negeri supaya mereka berinvestasi, tapi ternyata tidak (terjadi) sehingga mengganggu ekspor kita," ujar Luhut.

Asal tahu saja, aturan ini merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 yang kemudian diubah untuk kedua kalinya dalam Permendag Nomor 80 Tahun 2018. Dengan aturan itu mulai 1 Mei 2020 ekspor batubara wajib menggunakan kapal nasional.

sumber:  kontan