Rabu, 31 Juli 2019

Pedoman Kompas Magnet Kapal Harus Ditimbal Usai Docking


Pedoman kompas magnet atau alat navigasi yang berfungsi menetapkan arah di laut harus ditimbal setelah docking.

Direktur Perkapalan dan Kepelautan Sudiono menjelaskan penimbalan pedoman kompas magnet dilakukan untuk memastikan pemenuhan aspek keselamatan kapal berdasarkan pada Konvensi SOLAS 1974 serta mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan No 65/2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia (NCVS).

Aturan tersebut dipertegas kembali dalam Surat Edaran No SE.64/PK/DK/2019 tentang Pelaksanaan Penimbalan Pedoman (Compasseren) 19 Juli 2019.

“Penimbalan pedoman magnet dilakukan setelah kapal selesai melaksanakan docking. Setelah dilaksanakan penimbalan pedoman magnet, hasilnya dituangkan dalam Daftar Deviasi Pedoman Magnet dengan menggunakan blanko yang disediakan oleh Direktorat Perkapalan dan Kepelautan serta ditandatangani oleh penimbal (compass adjuster)," ujar Sudiono dalam siaran pers, Jumat (26/7/2019).

Adapun penimbal (compass adjuster) atau yang melakukan penimbalan adalah pejabat pemeriksa keselamatan kapal (PPKK) yang ditugaskan sebagai penimbal dan telah mengikuti diklat compass adjuster serta memiliki sertifikat dan telah dikukuhkan.

Adapun Kepala Kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut yang belum memiliki tenaga teknis compass adjuster dapat mengajukan permintaan kepada UPT terdekat yang telah memiliki tenaga teknis compass adjuster atau meminta tenaga teknis kepada Direktur Perkapalan dan Kepelautan.

Baca juga: Laporan Keuangan Garuda Indonesia Diperbaiki, Sanksi Tetap Berlaku
Lebih lanjut Sudiono mengatakan, pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terkait pelaksanaan penimbalan pedoman kompas mengacu kepada Peraturan Pemerintah No 15/2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan.

“Kepada Kepala Kantor UPT Ditjen Perhubungan Laut dan organisasi yang ditunjuk (recognized organization) diminta untuk melakukan pengawasan terhadap kapal yang selesai docking dan segara menyosialisasikan instruksi ini kepada perusahaan pelayaran atau kepada pihak-pihak yang berkepentingan,” kata Sudiono.

sumber: bisnis

Selasa, 30 Juli 2019

Kalla Group akan Beli Kapal Kargo Khusus Demi Bisnis Logistik Terintegrasi


Unit usaha Kalla Group, Kalla Logistics, melakukan pengembangan layanan bisnis logistik yang terintegrasi. Layanan tersebut diklaim akan lebih ekonomis dibanding satuan harga layanan non integrasi.

CEO Kalla Automotive Transport Logistics, Hariyadi Kaimuddin, mengatakan bahwa layanan yang ditawarkan juga otomatis akan memangkas waktu pendistribusian kendaraan dari lokasi produksi hingga ke showroom/pelanggan sebagai tujuan akhir.

“Sebelumnya, proses pengiriman mobil cukup lama. Karena satu diler harus menunggu mobilnya terkumpul semua baru diantar. Sekarang, sekali pengantaran mobil bisa beberapa dealer,” ujar Hariyadi usai Launching Integrated Logistic Service, Selasa (23/7/2019).

Hariyadi mengatakan, untuk menguatkan integrasi logistik tersebut, perseroan juga berencana membeli kapal kargo khusus untuk melayani pengiriman barang dari berbagai industri seperti otomotif, elektronik, maupun barang-barang jualan e-commerce.

Barang-barang angkutan kapal kargo akan mengisi warehouse (pergudangan) yang akan dibangun Kalla Group dalam waktu dekat.

“Kapal RoRo pengangkut mobil sudah cukup untuk kebutuhan pengisian Stockyard hingga beberapa tahun ke depan. Tapi yang dibutuhkan sekarang adalah kapal kargo,” jelasnya.

Menurut Chief Operational Officer Kalla Transport, Andi Muh Gunawan M, untuk mendukung pelayanan transporter dan trucking secara terintegrasi, pihaknya menyediakan berbagai jenis armada sesuai kebutuhan pelanggan dengan spesifikasi dan kualitas yang handal.

“Untuk menjamin kualitas pelayanan tetap prima, setiap driver armada kami telah bersertifikat kompetensi khusus sehingga mutu layanan pengantaran terjamin aman hingga proses penyimpanan stok kendaraan dilakukan pada Yard dengan standar keamanan yang tinggi dan transparan,” terang Andi Muh Gunawan.

sumber: bisnis 

Senin, 29 Juli 2019

Pebisnis Industri Kapal Korea Selatan Cari Partner di Indonesia


Luasnya wilayah laut masih membuat Indonesia sebagai negara maritim yang potensial. Korea Trade Investment-Promotion Agency (KOTRA) mencoba menggali potensi itu dengan menggelar pertemuan bisnis dan seminar bertajuk: Pertemuan Bisnis Dan Seminar Industri Perkapalan Dan Perlengkapan Penunjang Indonesia–Korea di Surabaya, Kamis (25/7).
Dalam acara yang digelar kantor perwakilan dagang pemerintah Korea Selatan di Surabaya itu dibagi menjadi dua sesi. Pertama, one on one meeting antara perusahaan Korea Selatan dan Indonesia. Meeting antara delapan perusahaan Korea Selatan dengan Indonesia itu bersifat business-matchmaking.

Itu adalah proses mempertemukan dua perusahaan yang memiliki bidang bisnis yang sama atau ada ketertarikan akan suatu bidang bisnis yang tersedia. Sedangkan pada sesi kedua, merupakan seminar dari dua guest speaker yang telah berpengalaman di Industri perkapalan Korea Selatan. Mereka memaparkan bagaimana konstruksi, manajemen, dan modernisasi pembuatan kapal sehingga meningkatkan produktivitas serta efisiensi.

Director General KOTRA Hyuna Kim menjelaskan, Indonesia merupakan negara maritim yang cukup potensial. Hal ini membuat Korea Selatan tertarik untuk menjadikan Indonesia sebagai partner bisnisnya. Terutama di bidang industri perkapalan. Menurutnya, banyak hal yang bisa disuplai oleh negaranya ke Indonesia.

Misalnya, komponen-komponen kapal yang disertai dengan teknologi canggih. Sehingga kapal-kapal di Indonesia bisa memiliki nilai tambah dan berdaya saing dengan negara lain. Oleh karena itu, dia berharap untuk kedepannya antara Indonesia dan Korea Selatan bisa menghasilkan hubungan simbiosis mutualisme.
“Saya melihat hal ini merupakan peluang besar yang sebenarnya dapat digarap oleh Korea Selatan. Khususnya di bidang perkapalan,” ujarnya, Kamis (25/7).

Hyuna menuturkan, berbagai perusahaan komponen kapal dari Korea Selatan dipastikan dapat memberikan angin segar bagi industri marine and shipyard Indonesia. Apalagi, di negara ini butuh kapal untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan mendukung konektivitas antar daerah.

“Benar-benar diperlukan keunggulan teknologi agar pengoperasian kapal lebih maksimal,” tuturnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, di acara yang digelar KOTRA itu, perusahaan asal negeri ginseng menawarkan berbagai spare part dan teknologi terkini. “Dari berbagai pemaparan produk seperti ini, kami harap banyak perusahaan Indonesia yang cocok dan tertarik untuk kerja sama,” tutur Hyuna.

Hyuna mengakui bahwa respon pelaku bisnis Indonesia sangat baik. Sehingga bukan tidak mungkin perusahaan-perusahaan Korea Selatan itu akan berinvestasi dengan membuka pabrik atau kantor di Indonesia.

“Perusahaan yang join di sini berasal dari berbagai sektor. Mulai dari spare part permesinan, keselamatan kapal, sampai geladak kapal,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Business Director Dong Joo Metal, Yoon-Gi Son juga mengungkapkan industri kapal di Korea Selatan sangat dinamis. Maka dari itu, pihaknya ingin mengambil peluang pasar di Indonesia. Dia melihat ada beberapa peluang untuk industri kapal Indonesia.

Misalnya, soal teknologi, sumber daya manusia, dan pengetahuan. “Itulah kenapa kami ingin masuk untuk membantu mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut,” lanjut Yoon-Gi.

Dalam kegiatan ini, Yoon-Gi juga melakukan corporate social responsibility (CSR) dengan menghibahkan 2 komponen mesin kapal kepada Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS). Seperti diketahui, PPNS adalah satu-satunya politeknik perkapalan di Indonesia.

sumber: jawapos 

Jumat, 19 Juli 2019

Kemenko Perekonomian : Pembiayaan Bukan Isu Utama Galangan Kapal


Kemenko Perekonomian menyatakan galangan kapal harus melihat situasi global lebih dulu sebelum mengusulkan pelonggaran kredit pembelian kapal.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bahwa tren permintaan dunia sedang melemah. Pertumbuhan ekonomi China, ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, misalnya melambat dengan laju 6,2 persen pada kuartal II/2019 setelah tumbuh 6,4 persen pada kuartal sebelumnya. Pada saat yang sama, ekspor Indonesia melemah. 

"Mau bangun kapal, kalau perekonomian lemah, mau apa? Saya mau mengingatkan, selain masalah pembiayaan, ada masalah lain di depan mata yang bisa berdampak ke pembiayaan," ujarnya dalam seminar yang mengupas pembiayaan industri maritim, Rabu (17/7/2019).

Di sisi lain, perbankan menghadapi risiko bagaimana mengelola dana jangka pendek untuk pembiayaan jangka panjang. Maka, menurut Iskandar, pelaku usaha harus mencari alternatif, misalnya menerbitkan obligasi. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik, Iskandar menyebutkan output industri perkapalan Rp12,5 triliun pada 2015 atau hanya 0,3 persen terhadap output industri nasional. 

Pada saat yang sama, pertumbuhan industri alat angkutan berfluktuasi sepanjang 2014-2018 dan nyaris selalu di bawah pertumbuhan industri pengolahan nasional. Terakhir pada 2018, pertumbuhan industri alat angkutan, termasuk kapal, hanya 4,24 persen, di bawah pertumbuhan industri pengolahan yang 4,27 persen. 

Meskipun demikian, lanjut Iskandar, industri perkapalan berkaitan erat dengan jasa angkutan laut yang berdasarkan analisis input-output 185 sektor, potensial untuk dikembangkan.

Berdasarkan analisis itu, sektor jasa angkutan laut memiliki keterkaitan ke belakang atau backward linkage yang cukup tinggi, yakni 1,9, kedua terbesar setelah jasa angkutan rel. Selain itu, input dan output multiplier-nya pun relatif tinggi dibandingkan jasa angkutan lain.

Pemerintah pun kemudian memberikan insentif fiskal berupa tax holiday, a.l. kepada industri pembuatan komponen utama kapal, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 150/2018.

Iskandar menjanjikan rencana pembebasan bea masuk komponen kapal direalisasikan tahun ini.

sumber: bisnis

Kamis, 18 Juli 2019

Utilisasi Galangan Kapal Rendah, Anggota Iperindo Butuh Ini


Industri galangan kapal membutuhkan relaksasi pembiayaan perbankan untuk memacu pembangunan kapal di dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.  

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy K. Logam mengatakan jumlah armada niaga bertambah pesat sekitar 18.000 unit sejak asas cabotage diterapkan mulai 2006 menjadi sekitar 27.000 unit kapal per akhir 2017. 

Dengan demikian, menurutnya, jumlah armada naik rata-rata 1.500 unit kapal per tahun yang 1.300 unit di antaranya diimpor. Iperindo menghitung nilai impor kapal sejak 2015 hingga 2018 mencapai Rp14 triliun. 

Di sisi lain, utilisasi galangan kapal nasional rata-rata hanya 30 persen dari kapasitas bangun baru yang sekitar 1,2 juta DWT atau 8,5 juta GT.

Eddy menilai ketergantungan terhadap impor ini tidak lepas dari pembiayaan bank asing yang menarik dengan bunga single digit dan jangka pengembalian pinjaman yang panjang sehingga pelayaran lebih berminat membeli kapal bekas dari negara lain atau membangun kapal di luar negeri.

"Selain pembangunan kapal oleh pemerintah dan BUMN, kami melihat potensi pembangunan kapal oleh swasta besar sekali. Tetapi, swasta akan beralih membangun kapal di dalam negeri kalau ada insentif pembiayaan," katanya dalam seminar yang mengupas pembiayaan industri maritim, Rabu (17/7/2019).

Eddy menilai jangka waktu kredit pembelian kapal di Indonesia hanya 5 tahun-7 tahun, padahal belanja satu kapal bisa bermiliar-miliar. Iperindo mengusulkan tenor kredit bisa diperpanjang hingga 15-20 tahun, seperti di negara lain, misalnya China.

Iperindo pun mengusulkan agar bunga kredit diturunkan dari saat ini 12 persen menjadi sekitar 7 persen. 

Dengan pelonggaran pembiayaan ini, Eddy yakin kapasitas industri galangan kapal dalam negeri akan terisi. Pada saat yang sama, industri komponen kapal akan tumbuh lebih tinggi. "Multiplier effect-nya luas. Kami juga bisa mengurangi defisit transaksi berjalan," katanya. 

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Indonesia mengekspor kapal US$150 juta, tetapi impornya mencapai US$1,05 miliar. Akibatnya, neraca perdagangan kapal defisit US$900 juta.

sumber: bisnis 

Rabu, 17 Juli 2019

Konflik Timur Tengah Tingkatkan Biaya Asuransi Kapal


Serentetan serangan terhadap tanker di sekitar Selat Hormuz dan Teluk Oman, kawasan Timur Tengah, membuat biaya asuransi risiko perang melonjak. Hal tersebut mendorong operator kapal untuk sebisa mungkin mengurangi waktu yang dihabiskan di sana.

Saat memasuki kawasan-kawasan berisiko tinggi, operator kapal membayar biaya pertanggungan risiko perang secara tahunan yang disertai premi 'tambahan'. Premi yang terpisah tersebut dihitung sesuai dengan nilai kapal atau lambung kapal untuk periode perjalanan selama tujuh hari.

Dilansir dari Reuters, premi tambahan tersebut mencatatkan peningkatan sekitar 0,35% dalam 7 hari terakhir, setelah meningkat sekitar 0,5% pada dua pekan lalu. Kondisi tersebut membuat operator kapal terbebani biaya tambahan hingga US$100.000 untuk kapal tanker berkapasitas 300.000 ton atau Very Large Crude Carrier (VLCC), per 7 hari perjalanan.

"Premi risiko perang ini adalah mimpi buruk. [Pembelian premi tambahan] ini adalah keputusan [yang diambil] kasus per kasus, per transaksi perdagangan, dan tidak ada ilmu untuk itu ... Hanya berdasarkan kemampuan dalam setiap perdagangan dan bagaimana mengatasinya dengan baik," ujar salah seorang eksekutif pialang kapal yang berbasis di Singapura pada Rabu (17/7/2019), dilansir dari Reuters.

Berdasarkan sumber Reuters, kondisi tersebut membuat operator kapal meminimalisir waktu perjalanan di kawasan Timur Tengah dan berdampak pada berkurangnya pembelian bahan bakar laut dari pusat minyak Fujairah di Uni Emirat Arab (UEA).

Meningkatnya biaya di kawasan timur tengah membuat para operator kapal beralih untuk membeli bahan bakar laut ke Singapura, pusat pengisian bahan bakar utama di dunia. Selain di Singapura, beberapa operator kapal pun dialihkan ke beberapa pelabuhan pengisian bahan bakar yang lebih kecil, termasuk di India dan Sri Lanka.

Operator-operator tersebut memilih untuk mengisi bahan bakar di Singapura meskipun harga bahan bakar di Fujairah tengah menurun. Berdasarkan tiga sumber Reuters, harga satu ton bahan bakar sulfur tinggi (HSFO) 380-centistoke (cst) di Fujairah telah turun dari rata-rata US$5–US$10 di atas Singapura pada Mei 2019, menjadi sekitar US$30–US$70 di bawah Singapura dalam dua pekan terakhir.

“US$50 per ton di bawah Singapura? Setujui [harga tersebut], jika anda dapat menutupi premi risiko perang. Ada banyak bukti bahwa kapal menghindari Fujairah dan itu menyebabkan meningkatnya permintaan [bahan bakar] di Singapura,” ujar seorang pedagang bahan bakar yang berbasis di Singapura menanggapi menurunnya harga di Fujairah, dilansir dari Reuters.

sumber: bisnis 

Selasa, 16 Juli 2019

Semua Kapal di Perairan Indonesia Wajib Aktifkan AIS Per 20 Agustus


Kementerian Perhubungan mewajibkan seluruh kapal berbendera Indonesia serta kapal asing yang berlayar di perairan Nusantara untuk mengaktifkan sistem identifikasi otomatis atau automatic identification system per 20 Agustus 2019.

Direktur Kenavigasian Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Basar Antonius menyatakan kewajiban itu merupakan implementasi PM No. 7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia yang akan berlaku efektif pada 20 Agustus 2019.

“Tipe AIS sendiri terdiri dari dua kelas yakni AIS Kelas A dan AIS Kelas B,” katanya dalam siaran pers, Senin (15/7/2019).

Menurutnya, AIS Kelas A wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di Tanah Air.

Untuk AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain kapal penumpang dan kapal barang non konvensi berukuran paling rendah 35 gross tannage. Kewajiban itu juga untuk kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

“Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah GT 60,” ujarnya.

Basar menambahkan bahwa nakhoda juga wajib mengaktifkan dan memberikan informasi yang benar pada AIS, seperti misalnya informasi terkait data statik dan data dinamik kapal untuk AIS Kelas A.

Untuk AIS Kelas B, informasi yang wajib diberikan terdiri atas nama dan jenis kapal, kebangsaan kapal, MMSI, titik koordinat kapal, dan kecepatan serta haluan kapal.

Basar mengungkapkan pengawasan dan pemantauan terhadap implementasi regulasi itu dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui shore base station, dalam hal ini adalah Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Stasiun Vessel Traffic Services (VTS) milik Ditjen Perhubungan Laut.

“Pengawasan dan pemantauan akan kita lakukan secara langsung maupun melalui satellite guna meningkatkan keselamatan, keamanan pelayaran, serta perlindungan lingkungan maritim,” tukasnya.

sumber: bisnis 

Senin, 15 Juli 2019

Kapal Kontainer Tabrak Crane Sampai Roboh, Ini Penjelasan KSOP Tanjung Emas


Kapal MV Soul of Luck menyenggol container crane hingga roboh di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) pukul 17.10 WIB setelah terjadi masalah saat pemanduan.

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan kapal yang mengangkut peti kemas itu menabrak dermaga saat hendak sandar. Akibatnya, satu unit container crane ambruk.

Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Tanjung Emas Semarang Ahmad Wahid menjelaskan kapal kontainer berbendera Panama dengan registrasi IMO 9148647 itu berlayar dari Port Klang Malaysia pada 11 Juli 2019 dan tiba di Pelabuhan Tanjung Emas pada Minggu (14/7/2019) pukul 17.10 WIB.

Insiden terjadi setelah terjadi trouble pada kapal tunda KT Jayanegara 304 dan KT Jayanegara 201 yang dioperasikan PT Pelindo Marine Service (PMS).

MV Soul of Luck kemudian menabrak struktur crane di dermaga. Kapal kargo yang diageni oleh PT Layar Sentosa itu berbobot 16.915 gros ton dengan panjang 168,05 meter dan lebar 27 meter.

"Korban jiwa tidak ada, hanya ada korban luka ringan satu orang, yakni operator head truk yang langsung dibawa ke rumah sakit Panti Wilasa Citarum," kata Wahid dalam keterangan resmi, Minggu (14/7/2019).

KSOP terus berkoordinasi dengan PT Pelindo III (Persero) selaku induk usaha PT PMS yang bergerak di bidang jasa pandu.

Wahid mengimbau seluruh penyedia layanan jasa transportasi laut untuk senantiasa mengutamakan keselamatan dan keamanan pelayaran untuk mencegah hal-hal yang berisiko terjadi.

Wahid memastikan pelayanan kepelabuhanan tetap berjalan seperti biasa meskipun lokasi kejadian sudah disterilkan.

"Kami akan berkoordinasi dengan KNKT [Komite Nasional Keselamatan Transportasi] untuk menginvestigasi penyebab kejadian tersebut," katanya.

Sebagai informasi, TPKS melayani pelayaran domestik dan internasional. Namun, aktivitas ekspor dan impor mendominasi dibandingkan dengan aktivitas domestik.

Komoditas ekspor Jawa Tengah yang paling tinggi adalah garmen, furnitur, dan kayu. Adapun komoditas impor Jateng yang dominan melalui TPKS a.l. tekstil dan bahan tekstil, makanan, dan bibit tanaman.

sumber: bisnis 

Kamis, 11 Juli 2019

Insentif Bagi Produsen dapat Dongkrak Asuransi Rangka Kapal


Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai pemberian insentif bagi produsen kapal dalam negeri dapat mendorong geliat industri kapal yang kemudian berpengaruh pada pertumbuhan asuransi rangka kapal.

Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad S. Dalimunthe kepada Bisnis, Minggu malam (24/03/2019). Dia menjelaskan pemberian insentif bagi produsen kapal dapat berpengaruh pada kinerja asuransi rangka kapal yang mencatatkan pertumbuhan negatif dalam dua tahun terakhir.
Berdasarkan catatan AAUI, premi asuransi rangka kapal pada 2018 mencapai Rp1,59 triliun atau mencakup 2,27% dari keseluruhan premi asuransi umum 2018 senilai Rp69,85 triliun. Dody menjelaskan porsi asuransi rangka terus menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 2017 sebanyak 2,5% dan 2016 sebanyak 2,8% dari total premi asuransi nasional.

Penurunan tersebut, menurut Dody, didorong oleh kombinasi antara tingginya risiko dari penggunaan kapal-kapal berusia tua serta fraud dalam lini asuransi rangka kapal. Hal tersebut menyebabkan loss ratio meningkat dan membuat hasil underwriting asuransi rangka kapal kecil, bahkan minus.

"Kondisi ini bahkan menyebabkan beberapa perusahaan pull out dari bisnis ini [asuransi rangka kapal]," ujar Dody kepada Bisnis.

Dia menjelaskan, penggunaan kapal-kapal berusia tua dan faktor class vessel yang 'tidak disiplin' memiliki potensi risiko tinggi bagi perusahaan asuransi. Meskipun begitu, objek pertanggungan kapal yang sangat banyak di Indonesia menjadi potensi besar bagi premi asuransi nasional.

Dody pun menilai diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 Tentang Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu menjadi sinyal positif bagi industri asuransi nasional.

Peraturan tersebut mengharuskan aktivitas ekspor batubara dan CPO menggunakan kapal-kapal nasional. Menurut Dody, hal tersebut dapat meningkatkan ketersediaan kapal di dalam negeri yang selama ini terdiri dari banyak kapal impor bekas.

"Hal penting adalah adanya insentif dari pemerintah bagi industri kapal nasional agar dapat memproduksi kapal-kapal baru yang sesuai class vessel. Beberapa insentif tersebut seperti penurunan pajak impor bahan baku pembuat kapal serta insentif pajak pembuatan kapal itu sendiri," ujar Dody.

Dia pun mendukung langkah Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) yang menjalin kerja sama dengan Indonesian National Shipowners Association (INSA) serta Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) untuk mendorong pemerintah memberikan keringanan pembiayaan sektor galangan kapal dan jasa angkutan penyeberangan.

Ketua Umum Iperindo, Eddy Kurniawan Logam, menilai suku bunga yang tinggi dan periode pengembalian pembiayaan yang singkat menghambat daya saing industri galangan kapal. Hal tersebut membuat pebisnis memiliki kecenderungan membeli kapal bekas dari luar negeri karena harga yang jauh lebih murah.

Dody menjelaskan belum mengetahui dan belum bisa memperkirakan berapa potensi pertumbuhan produksi kapal baru setelah permintaan asosiasi industri dipenuhi. Meskipun begitu, apabila keringanan pembiayaan diberikan kepada industri dinilai berpotensi meningkatkan pertumbuhan asuransi rangka kapal.

sumber: bisnis 

Rabu, 10 Juli 2019

Jasindo Bayar Seluruh Klaim Asuransi Aset SKK Migas – KKKS


PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) (Jasindo), pemimpin dari Konsorsium Asuransi Aset Industri, Sumur, dan Aset LNG SKK Migas-KKKS sejak 2010, mengumumkan telah selesai melakukan seluruh pembayaran klaim asuransi sebesar 102 juta dolar (net of deductible) atas kejadian semburan gas yang tidak terkendali di Sumur TNC-414 & TNC-436 pada tanggal 8 November 2013 yang pada saat itu dioperasikan oleh Total E&P Indonesie. 

Pembayaran dilakukan dalam 5 tahap. Tahap ke-1 sampai tahap ke-4 (sebesar 74.466.693,11 juta dolar) telah dibayarkan kepada Total E&P Indonesie dan tahap ke-5 (sebesar 27.533.306,89 juta dolar) telah dibayarkan kepada PT Pertamina Hulu Mahakam sebagai operator baru Wilayah Kerja Mahakam. 

Pembayaran ini tercatat sebagai pembayaran Klaim terbesar yang pernah dibayarkan oleh Konsorsium kepada SKK Migas – KKKS sejak terbentuknya Konsorsium Asuransi Aset Industri, Sumur dan Aset LNG SKK Migas – KKKS tahun 2004. 

“PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atas nama Konsorsium Asuransi Aset Industri, Sumur dan Aset LNG SKK Migas-KKKS senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip profesionalisme dan Tata Kelola Perusahaan yang baik, dan terus mengupayakan pelayanan Asuransi terbaik kepada Industri Hulu Migas Indonesia,” ujar Direktur Utama Jasindo Edie Rizliyanto.

sumber: wartaekonomi

Selasa, 09 Juli 2019

Tiga Daerah di Sulsel Didorong Jadi Industri Galangan Kapal


Industri galangan kapal di Sulawesi Selatan saat ini mulai menjadi perhatian penting pemerintah provinsi.  Pasalnya, potensi yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.

Guna mendorong pertumbuhan industri perkapalan, Pemprov Sulsel akan membangun industri galangan kapal baru.

Adapun tiga daerah yang didorong untuk pembangunan industri tersebut yakni Kabupaten Barru, Takalar, dan Maros. Kepala Dinas Perindustrian Sulsel, Ahmadi Akil menyatakan, saat ini di Sulsel baru PT Industri Kapal Indonesia (IKI), perusahaan galangan kapal milik Pemerintahan Indonesia.

"Kita ingin mendorong pertumbuhan industri perkapalan di wilayah timur Indonesia dengan menghadirkan industri galangan kapal di tiga titik di Sulsel," kata Ahmadi,  Senin (1/7).

Ahmadi menerangkan, aktivitas perkapalan di wilayah timur Indonesia, khususnya di Sulawesi cukup signifikan. Sementara galangan kapal hanya ada satu di Makassar. Ia mencontohkan, jika ada kapal yang butuh perbaikan, maka butuh waktu lama untuk proses pemindahan kapal dari lautan ke daratan.

Bahkan biasanya kata Ahmadi, kapal yang membutuhkan perbaikan harus antre hingga 3 bulan. Belum lagi jika kapal bersangkutan harus naik dock di Surabaya, Jawa Tengah. Melihat potensi yang dimiliki Sulsel, maka menurutnya mengapa tidak untuk menambah porsi untuk pengembangan industri galangan kapal.

Sebagai langkah awal, Pemprov Sulsel telah membuat tim percepatan pembangunan dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan birokrasi. Tim ini juga dipimpin oleh tim ahli yang siap mengkaji lebih detail ketiga daerah yang direncanakan untuk pembangunan proyek tersebut.

"Dari hasil FGD yang kami gelar beberapa waktu lalu, diputuskan untuk memprioritaskan Barru dulu. ebab dilihat dari kawasan dan infrastruktur, semua sudah siap. Wilayahnya juga cukup strategis," ungkap Ahmadi.

Sementara untuk Takalar dan Maros masih dalam pengkajian meski secara geografis, kedua wilayah tersebut juga cukup mendukung. Dalam waktu dekat kata Ahmadi seluruh tim akan melakukan survei kelayakan di ketiga kabupaten itu.

Ahmadi sendiri belum bisa menyebut nilai investasi yang disiapkan. Sebab menurutnya, anggaran untuk proyek industri galangan kapal merupakan kewenangan investor.

Namun, ia memastikan proyek ini mulai dilirik oleh investor perkapalan terbesar di Indonesia yang berpusat di Cilacap.

"Investornya sudah ada, selanjutnya akan dilakukan penghitungan bersama tim. Jika investor sudah siap, kami akan menyediakan lahan," tutur Ahmadi.

Sebelumnya Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman juga telah menyampaikan dukungannya untuk mendorog Sulsel sentra industri pemeliharaan kapal Indonesia dalam rangka mendukung program tol laut dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman juga telah menyatakan kesiapannya guna mendorong pembangunan industri galangan kapal di Sulsel.

Adapun tim percepatan pembangunan yang dibentuk agar proyek tersebut bisa berjalan sesuai target dengan adanya sinergitas antar akademisi, praktisi, dan birokrasi dalam hal ini OPD terkait.

"Harapannya kita ciptakan kolaborasi, bukan lagi berkompetisi. Artinya, mari kita bersinergi agar proyek ini berjalan dengan maksimal," terang Sudirman.

sumber: bisnis

Senin, 08 Juli 2019

Berlaku Efektif Juni, Ekspor Batubara Tanpa Asuransi Nasional Akan Kena Sanksi


Masa transisi implementasi kewajiban penggunaan asuransi nasional untuk ekspor batubara sudah berakhir pada 31 Mei 2019 lalu. Artinya, kewajiban tersebut sudah berlaku penuh terhitung sejak 1 Juni 2019.

"Masa transisi berakhir 31 Mei dan mulai 1 Juni mandatory sudah berlaku penuh. Jadi wajib menggunakan asuransi nasional yang sudah terdaftar," Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (12/6).

Oke mengatakan, hingga saat ini sudah ada 20 asuransi nasional yang terdaftar. Jumlah itu terdiri dari 15 perusahaan asuransi dan 5 konsorsium asuransi nasional.

Jumlah tersebut bisa terus bertambah asalkan perusahaan atau konsorsium asuransi nasional yang mau mendaftar memenuhi ketentuan.

Untuk pelayaran ekspor (shipment) yang sudah menggunakan asuransi nasional, Kemendag masih mengumpulkan data per 31 Mei 2019. Namun, hingga April 2019, Oke mengatakan bahwa baru ada 8% shipment yang sudah menggunakan asuransi nasional.

Menurut Oke, masa transisi atau pilot project yang kala itu masih berlangsung menjadi penyebab masih kecilnya shipment ekspor batubara yang menggunakan asuransi nasional.

"Itu karena masih dibolehkan pakai asuransi asing selama pilot project. Diharapkan dengan berlakunya mandatory per 1 Juni ini penggunaan asuransi nasional melonjak pesat," terangnya

Sebagai informasi, penggunaan asuransi nasional dalam shipment ekspor batubara selama masa pilot project terpantau berfluktuasi. Berdasarkan data yang diperoleh Kontan.co.id sebelumnya, per bulan Maret 2019 shipment ekspor batubara yang sudah memakai asuransi nasional berada di angka 9%.

Jumlah itu dihitung berdasarkan Laporan Surveyor (LS) dalam aktivitas ekspor batubara yang tercatat sebanyak 1.095 shipment.

Artinya, baru ada 103 Shipment dari 1.095 Shipment ekspor batubara yang memakai asuransi nasional di bulan Maret.

Sementara itu, menurut Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir, pada umumnya dalam tiga bulan terakhir para pelaku usaha atau eksportir batubara sudah melakukan penjajakan penggunaan asuransi nasional.

"Dari banyak anggota merasa selama harga sama, nggak ada cost yang berbeda, oke saja untuk asuransi nasional," kata Pandu beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, sambung Pandu, diperlukan penyesuaian bagi pelaku usaha karena selama ini kegiatan ekspor batubara pada umumnya memakai skema jual lepas di atas kapal atau Free on Board (FOB).

Dengan skema tersebut, batubara yang telah diserahkan ke titik jual akan menjadi tanggung jawab pihak importir (pembeli), dan merekalah yang menyiapkan keperluan asuransi hingga angkutan laut.

Pandu bilang, kontrak dengan skema FoB sudah digunakan cukup lama, yang terkait juga dengan tingkat kenyamanan dan kepercayaan dari pelaku usaha.

sumber: kontan

Jumat, 05 Juli 2019

Mendorong Pertumbuhan Industri Galangan Kapal di Sulsel


Industri galangan kapal mulai jadi perhatian pemerintah guna mendorong percepatan pembangunan di kawasan timur Indonesia.

Sayangnya, potensi yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Di Sulsel misalnya, hanya ada satu industri galangan kapal yakni PT Industri Kapal Indonesia (IKI).

Karenanya, Pemprov Sulsel bakal menawarkan tiga daerah yang potensial untuk menjadi kawasan industri kapal. Investor lokal pun mulai digaet untuk turut menggarap proyek yang sudah direncanakan sejak Februari 2019 lalu.

Sebagai langkah awal Pemprov Sulsel mulai membentuk Tim Percepatan Pembangunan Kawasan Industri Perkapalan Terpadu berdasarkan SK Nomor 1119/VI/2019.

Sekretaris Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani mengatakan rencana pembangunan industri kapal di Sulsel akan dilakukan setelah melihat fakta jumlah populasi kapal yang berlayar di kawasan timur Indonesi. Di mana operasionalnya terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

"Apalagi setelah beroperasinya tol laut. Aktivitas perkapalan tentu semakin meningkat," ungkap Hayat, Kamis (4/7).

Dari 18 jalur tol laut yang ada, sebanyak 15 jalur yang beroperasi melewati Sulsel. Olehnya itu, menurut Hayat, pembangunan kawasan industri perkapalan akan digenjot. Tak hanya untuk mendorong percepatan pembangunan di KTI, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kemakmuran ekonomi masyarakat Sulsel.

Secara teknis, Kepala Dinas Perindustrian Sulsel Ahmadi Akil menyebutkan saat ini telah ada tiga daerah yang menjadi target lokasi pembangunan industri galangan kapal yakni Kabupaten Barru, Takalar dan Maros.

"Ketiganya punya potensi itu, terkait daerah yang lebih dulu akan dibangun industri galangan kapal tersebut kita akan menunggu hasil survei," kata Ahmadi Akil yang juga merupakan Ketua Tim pembangunan industri galangan kapal Sulsel,

Ia memaparkan, Sulsel yang hanya memiliki satu industri galangan kapal dinilai kerap kali menghambat aktivitas perkapalan. Apalagi jika ada kapal yang mengalami kerusakan. Untuk naik dock, kapal tersebut biasanya antre selama 3-4 bulan. Belum lagi jika harus dikirim ke Surabaya terlebih dulu.

Ia menyebutkan, berdasarkan data lalu lintas Kementerian Perhubungan terdapat lebih dari 1.300 kapal niaga yang beroperasi di perairan timur. Terdiri dari angkutan perintis, tol laut, sabuk nusantara yang beroperasi di pulau-pulau kawasan timur.

"Galangan kapal akan menyediakan fasilitas pemeliharaan, perawatan, dan pembangunan bagi kapal-kapal yang beroperasi nantinya," kata Ahmadi.

Ia menilai, dengan kehadiran industri kapal tersebut, secara otomatis juga mampu menumbuhkan industri penunjang lainnya. Misalnya saja bengkel otomotif, juga penjualan alat-alat berat.

Adapun investor yang digandeng dalam pembangunan proyek ini yaitu PT Dok Bahari Nusantara, sebuah perusahaan terbuka yang bergerak di industri perkapalan asal Cirebon, Jawa Barat.

sumber: bisnis

Kamis, 04 Juli 2019

CMA CGM Group Sabet Penghargaan Operator Kapal Terbaik


CMA CGM Group, perusahaan pelayaran dan logistik global asal Prancis, meraih penghargaan pemilik atau operator kapal terbaik pada ajang Seatrade Maritime Awards Asia 2019. 

Penghargaan itu telah mengakui CMA CGM sebagai pemilik atau operator kapal yang  berkinerja luar biasa dalam beberapa kategori, seperti inovasi layanan customer, profitabilitas bisnis, keandalan jadwal, pengembangan jaringan dan layanan, investasi dan komitmen terhadap perlindungan lingkungan, kesejahteraan awak, dan utilisasi armada.

Managing Director Asia Regional Office CMA CGM Thomas Cassuto mengatakan, apresiasi itu akan menjadikan perusahaan lebih inovatif dan berkelanjutan. Penghargaan itu merupakan bentuk pengakuan terhadap CMA CGM sebagai pelopor terdepan dalam inovasi teknologi secara global dan di Asia Pasifik.

"Kami bangga menjadi shipping line pertama di dunia yang melengkapi kapal kontainer raksasa dengan mesin bertenaga LNG, memperkuat komitmen berkelanjutan kami untuk perlindungan lingkungan melalui keberanian dan semangat perintis kami," ujarnya dalam siaran pers, Rabu (3/7/2019).

Seatrade Maritime Asia Awards adalah program penghargaan terkenal di industri pelayaran yang mengakui dan mengapresiasi pencapaian bisnis dan profesional maritim di Asia. 

Seatrade Maritime Awards Asia ke-12 diadakan 28 Juni 2019 di Hong Kong dan dihadiri oleh lebih dari 400 pemain maritim senior. Penghargaan dari Seatrade merupakan penghargaan ketiga yang diterima CMA CGM dalam 6 bulan pertama 2019. 

sumber: bisnis 

Rabu, 03 Juli 2019

Kapal Kargo di Pelabuhan Tanjung Perak Terbakar, Mesin hingga Ruang Nahkoda Ludes Dilumat Api


Sebuah kapal kargo dengan nama lambung KM Persada 10 yang bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak terbakar, Sabtu (29/6/2019).

Saat itu, kobaran api pertama kali terlihat di ruang buritan kapal yang berada di lantai lima di lambung kapal.

Ruang buritan itu ialah ruang paling dasar yang difungsikan sebagai gudang penyimpanan barang.

Kobaran api yang baru diketahui sekitar pukul 04.30 WIB ternyata melumat ruang-ruang lain yang ada di lantai atasnya.

Termasuk melumat ruang nahkoda yang berisikan mesin kemudi kapal dan beberapa benda atau perkakas kapal.

"Yang terbakar adalah buritan. Puritan itu adalah tempat mesin nahkoda dan lain-lain," kata Kabid Operasional PMK Surabaya Bambang Vistadi, saat dihubungi TribunJatim.com, Sabtu (29/6/2019).

"Semua ornamen yang ada di dalam kapal termasuk ruang kemudi dan ada pakaian ada barang-barang ada gudangnya juga," lanjutnya.


Ia menerangkan, kapal kargo tersebut dalam keadaan kosong tidak ada aktivitas pekerja maupun awak kapal.

"Kapal sedang ngedock dan tidak ada aktivitas di dalam kapal, untuk BBM di dalam kapal nihil," katanya.

"Mereka itu kan kerjanya mulai dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore hari Jumat kemarin itu terakhir tidak ada orang sama sekali," lanjutnya.

Dikarenakan, api utama telah ditangani oleh Tim PMK Pelindo, lanjut Bambang, pihaknya hanya menerjunkan lima mobil PMK Surabaya sekitar pukul 06.45 WIB.

"Tingkat kesulitan, kalau rumah kan bisa dijebol. Lah ini besi semua. Jarak kapal dari bibir pelabuhan 10 meter," ucapnya.

Bambang melanjutkan, pihaknya belum bisa memastikan penyebab kebakaran.

Untuk sementara pihaknya masih fokus melakukan pemadaman sekaligus pembasahan area terbakar.

Lalu sekitar 50 menit yang lalu status kebakaran kapal kargo tersebut, telah dinyatakan padam.

"Sementara masih belum diketahui penyebab kebakaran karena ini kan kapal ini lagi ngedock dan tidak ada aktivitas," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketut, seorang pegawai galangan kapal.

Saat dihubungi TribunJatim.com ia membenarkan jikalau kapal tersebut jenis kargo dan sedang bersandar di pelabuhan untuk dilakukan perbaikan.

"Kapal itu kapal kargo, tidak ada pekerja, dan memang sedang dalam perbaikan ngedock sejak sebulan lalu," jelasnya.

Sementara itu, Kepala (Plt) Dinas PMK Surabaya Irvan Widyanto menyebutkan, berdasarkan catatan yang diperoleh personelnya yang bertugas di lokasi, sedikitnya ada dua korban luka atas insiden tersebut.

sumber: tribunnews (gambar adalah ilustrasi)

Senin, 01 Juli 2019

Tiga Daerah di Sulsel Didorong Jadi Industri Galangan Kapal


Industri galangan kapal di Sulawesi Selatan saat ini mulai menjadi perhatian penting pemerintah provinsi.  Pasalnya, potensi yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara maksimal.

Guna mendorong pertumbuhan industri perkapalan, Pemprov Sulsel akan membangun industri galangan kapal baru.

Adapun tiga daerah yang didorong untuk pembangunan industri tersebut yakni Kabupaten Barru, Takalar, dan Maros. Kepala Dinas Perindustrian Sulsel, Ahmadi Akil menyatakan, saat ini di Sulsel baru PT Industri Kapal Indonesia (IKI), perusahaan galangan kapal milik Pemerintahan Indonesia.

"Kita ingin mendorong pertumbuhan industri perkapalan di wilayah timur Indonesia dengan menghadirkan industri galangan kapal di tiga titik di Sulsel," kata Ahmadi,  Senin (1/7).

Ahmadi menerangkan, aktivitas perkapalan di wilayah timur Indonesia, khususnya di Sulawesi cukup signifikan. Sementara galangan kapal hanya ada satu di Makassar. Ia mencontohkan, jika ada kapal yang butuh perbaikan, maka butuh waktu lama untuk proses pemindahan kapal dari lautan ke daratan.

Bahkan biasanya kata Ahmadi, kapal yang membutuhkan perbaikan harus antre hingga 3 bulan. Belum lagi jika kapal bersangkutan harus naik dock di Surabaya, Jawa Tengah. Melihat potensi yang dimiliki Sulsel, maka menurutnya mengapa tidak untuk menambah porsi untuk pengembangan industri galangan kapal.

Sebagai langkah awal, Pemprov Sulsel telah membuat tim percepatan pembangunan dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan birokrasi. Tim ini juga dipimpin oleh tim ahli yang siap mengkaji lebih detail ketiga daerah yang direncanakan untuk pembangunan proyek tersebut.

"Dari hasil FGD yang kami gelar beberapa waktu lalu, diputuskan untuk memprioritaskan Barru dulu. ebab dilihat dari kawasan dan infrastruktur, semua sudah siap. Wilayahnya juga cukup strategis," ungkap Ahmadi.

Sementara untuk Takalar dan Maros masih dalam pengkajian meski secara geografis, kedua wilayah tersebut juga cukup mendukung. Dalam waktu dekat kata Ahmadi seluruh tim akan melakukan survei kelayakan di ketiga kabupaten itu.

Ahmadi sendiri belum bisa menyebut nilai investasi yang disiapkan. Sebab menurutnya, anggaran untuk proyek industri galangan kapal merupakan kewenangan investor.

Namun, ia memastikan proyek ini mulai dilirik oleh investor perkapalan terbesar di Indonesia yang berpusat di Cilacap.

"Investornya sudah ada, selanjutnya akan dilakukan penghitungan bersama tim. Jika investor sudah siap, kami akan menyediakan lahan," tutur Ahmadi.

Sebelumnya Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman juga telah menyampaikan dukungannya untuk mendorong Sulsel sentra industri pemeliharaan kapal Indonesia dalam rangka mendukung program tol laut dan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman juga telah menyatakan kesiapannya guna mendorong pembangunan industri galangan kapal di Sulsel.

Adapun tim percepatan pembangunan yang dibentuk agar proyek tersebut bisa berjalan sesuai target dengan adanya sinergitas antar akademisi, praktisi, dan birokrasi dalam hal ini OPD terkait.

"Harapannya kita ciptakan kolaborasi, bukan lagi berkompetisi. Artinya, mari kita bersinergi agar proyek ini berjalan dengan maksimal," terang Sudirman.

sumber: bisnis