Kamis, 26 September 2019

Wima Ina Tolak Pencabutan Hak Eksklusif Asas Cabotage



Women in Maritime Indonesia menolak rencana sejumlah pihak mencabut hak eksklusif bagi kapal berbendera Merah Putih mengangkut komoditas domestik atau sering disebut asas cabotage.

Ketua Umum Women in Maritime Indonesia (Wima Ina) Nirmala Chandra Motik menyatakan, penolakan itu disampaikan seiring dengan rencana revisi Undang-Undang (UU) No. 17/2008 tentang Pelayaran terutama pasal asas cabotage.

“Kalau UU Pelayaran direvisi dan asas cabotage dibuka negara kita akan kemasukkan kapal asing. Jangan sampai asas cabotage dikhianati sehingga kapal asing masuk lagi,” katanya dalam Simposium Wima Ina bertema Empowering Women on the Maritime Community di Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur, Rabu (18/9/2019).

Asas cabotage adalah prinsip yang memberi hak eksklusif kegiatan angkutan barang dan orang dalam negeri oleh perusahaan angkutan laut nasional dengan menggunakan bendera Merah Putih serta awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Wakil Ketua Wima Ina yang juga Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto menyatakan asas cabotage bersifat universal.

Negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, China, Australia, atau Filipina juga menerapkan asas cabotage.

Dia menilai revisi UU Pelayaran yang diusulkan DPD RI yang salah satunya juga merevisi asas cabotage dan badan tunggal penjaga laut dan pantai (coast guard) sangat disayangkan.

“Kami sangat kaget dipanggil DPD RI ada keinginan revisi UU Pelayaran terutama asas cabotage padahal masih banyak PR [pekerjaan rumah] seperti soal pembiayaan dan lain-lain,” kata Carmelita.

Sejak asas cabotage diberlakukan, dia memaparkan jumlah kapal niaga nasional juga meningkat menjadi 25.000 unit per 2018 dibandingkan pada 2005 masih sekitar 6.041 unit.

Menurut UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Negara, armada niaga nasional itu bisa menjadi komponen pertahanan negara yang dapat dimobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya.

sumber: bisnis 

Senin, 23 September 2019

Fitch Rating Ganjar Buana Lintas Peringkat A


Fitch Ratings menyematkan peringkat nasional jangka panjang A-(idn) dan outlook stabil untuk PT Buana Lintas Lautan (BULL). Peringkat itu merefleksikan posisi perseroan solid dalam industri perkapalan. Itu karena didukung peraturan cabotage, hubungan kuat dengan pelanggan, salah satunya PT Pertamina (Persero), dan proporsi kontrak time-charter besar.

”Kami perkirakan profil leverage moderat tiga tahun ke depan, dengan Fund From Operation (FFO) adjusted gross leverage di bawah empat kali, setelah memperhitungkan investasi pertumbuhan armada signifikan selama periode tersebut,” tutur Senior Analyst Fitch Ratings Christie Pardede di Jakarta, Kamis (19/9/2019).

Peringkat nasional kategori A itu menunjukkan ekspektasi risiko gagal bayar relatif rendah terhadap emiten atau surat utang lain di Indonesia. Namun, kondisi itu bisa berubah jika ada perubahan dalam situasi ekonomi dapat mempengaruhi kapasitas perseroan melakukan pembayaran secara tepat waktu. Selain itu, sejumlah faktor penggerak peringkat bagi perusahaan.

Pertama, visibilitas pendapatan kontrak charter. Porsi kontrak time-charter mencapai 75 persen pendapatan perusahaan kuartal pertama tahun ini. Pada kuartal dua, pangsa pasar naik menjadi 80 persen dengan bertambahnya kontrak time-charter. Per Juli 2019, sekitar 86 persen kapasitas armada berada di bawah kontrak time-charter. Secara keseluruhan, perusahaan mematok porsi kontrak time-charter mencapai 90 persen hingga pengunjung tahun ini.

Kedua, posisi bisnis kuat. Fitch menyatakan perusahaan meningkatkan pangsa pasar tanker Aframax yang disewa Pertamina 42 percentage points (pp) selama 2014-2019. Kondisi itu diklaim atas peningkatan pangsa pasar tanker medium-range 11 pp. ”Pertumbuhan permintaan didukung ekonomi Indonesia, kami yakini kemungkinan akan terus berlanjut,” imbuh Christie.

Fitch memproyeksi industri kapal tanker domestik bakal menikmati day rates relatif stabil. Karena industri terfragmentasi, dengan banyak pemain kecil, dan perlindungan pemain internasional melalui peraturan cabotage. Ketiga, konsentrasi pelanggan, rendah risiko. Kontribusi Pertamina mencapai 56 persen terhadap pendapatan perusahaan pada kuartal pertama 2019, meningkat dari 40 persen pada akhir tahun lalu.

sumber: indopos

Jumat, 20 September 2019

Meluncur dari Galangan Surabaya, Kapal Bahtera Nusantara Terbesar di Maluku


Dinas Perhubungan (Dishub) Maluku menyatakan Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Bahtera Nusantara II bantuan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merupakan KMP berkapasitas terbesar pertama di Maluku, yakni 1.500 gross tonnage (GT).

Kepala Dishub Maluku Frangky Papilaya di Ambon, Sabtu, mengapresiasi bantuan KMP Bahtera Nusantara II yang merupakan kapal penyeberangan (Roll on-Roll off/Roro) sebagai realisasi dari janji Presiden Joko Widodo saat menghadiri puncak perayaan Hari Pers Nasional (HPN) di Kota Ambon pada 2017.

"Jadi Gubernur Maluku Murad Ismail yang langsung menemui Menhub Budi Karya Sumadi untuk meminta realisasi janji Kepala Negara dan langsung ditindaklanjuti," ujarnya, dilansir Antara.

Frangky mengatakan KMP Bahtera Nusantara II yang baru diluncurkan dari Galangan Kapal PT Dumas Tanjung Perak Shipyard, Surabaya, Jawa Timur pada Kamis, 8 Agustus 2019 dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan penyeberangan di Maluku yang memang membutuhkan armada berkapasitas besar karena sering dihadapkan dengan kondisi cuaca ekstrem.

"Kami sedang mengkaji KMP Bahtera Nusantara II ini dioperasikan di trayek mana," katanya.

Menurut Frangky, Gubernur Murad berkoordinasi dengan Menhub Budi Karya Sumadi agar peluncuran KMP ini dan disesuaikan dengan program 100 hari kerjanya bersama Wagub Barnabas Orno, menyusul dilantik Presiden Jokowi di Jakarta pada 24 April 2019.

"Pastinya kapal berkapasitas besar itu sangat strategis karena 92,4 persen dari wilayah Maluku seluas 712.480 km2 merupakan laut dengan 1.340 buah pulau," katanya.

Kapasitas Angkut 400 Orang
KMP baru ini memiliki kapasitas angkut 400 orang dan 29 unit kendaraan campuran (19 unit truk besar dan 10 unit kendaraan) dengan kecepatan percobaan 16 knot per jam.

Kapal penyeberangan yang dibangun oleh PT Dumas Tanjung Perak Shipyard menggunakan dana APBN tahun anggaran 2018-2019 sebesar Rp90 miliar dengan waktu pembangunan selama 22 bulan.

Pengoperasiannya akan ditangani oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) dengan aset dari Ditjen Perhubungan Darat akan dialihkan melalui mekanisme Penyertaan Modal Negara (PMN).

Sebelumnya Maluku juga telah memperoleh dua KMP berbobot 500 GT yang diresmikan Presiden Jokowi saat perayaan hari puncak HPN di Ambon pada 9 Februari 2017 yakni KMP Tanjung Sole dan KMP Lelemuku.

KMP Tanjung Sole saat ini melayari rute Namlea (Pulau Buru)-Manipa-Waesala, kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), sedangkan KMP Lelemuku melayari lintasan Saumlaki-Adaut-Letwurung di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

sumber: liputan6

Selasa, 17 September 2019

Mengenal PT PAL Indonesia, Industri Galangan Kapal di Surabaya


Indonesia menyimpan potensi ekonomi yang tinggi mengingat kondisi dan luas wilayah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia.

Terkait hal itu Indonesia membutuhkan strategi pertahanan yang solid dan berintegrasi. Salah satu untuk memenuhi hal tersebut dengan membangun industri terutama memproduksi alat utama sistem pertahanan Indonesia terutama matra laut.

PT PAL Indonesia, salah satu industri strategis yang memproduksi alat utama sistem pertahanan Indonesia. Keberadaan PT PAL Indonesia ini pun mendukung pengembangan industri kelautan nasional.

Namun, tahukah Anda, mantan presiden ke-3 RI BJ Habibie juga turut berperan dalam memajukan PT PAL Indonesia? BJ Habibie pernah menjadi Direktur Utama PT PAL Indonesia pada 1980-1998.

"Habibie mempunyai jasa besar bagi Surabaya, khususnya memperkuat industri pertahanan matra laut dengan membesarkan PT PAL," kata Ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwijono yang kerap disapa Awi, dikutip dari Antara.

Lalu, bagaimana cerita awal mula terjadinya pendirian PT PAL Indonesia? Berikut ini, Liputan6.com menelusuri dari laman pal.co.id.

Perusahaan ini bermula dari sebuah galangan kapal bernama Marine Establishment (ME). Pemerintah Belanda meresmikan perusahaan itu pada 1939. Kemudian perusahaan berganti nama menjadi Kaigun SE 2124 pada masa pendudukan Jepang.

Pemerintah Indonesia pun menasionalisasikan perusahaan ini setelah kemerdekaan. PT PAL Indonesia pun berubah nama menjadi Penataran Angkutan Laut (PAL). Pada 15 April 1980, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1980, status perusahaan PT PAL Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1980, status perusahaan PT PAL Indonesia (Persero) berubah dari yang sebelumnya adalah Perusahaan Umum kini menjadi Perseroan Terbatas. Hal itu berlangsung pada 15 April 1980.

Mengutip instagram @ptpal_indonesia, Presiden ke-3 RI, BJ Habibie pun pernah berkarya di PT PAL Indonesia. BJ Habibie menjadi peletak dasar-dasar industri maritim yang mandiri dan menjadi kebanggaan nasional.

BJ Habibie membangun infrastruktur utama yang dimiliki PT PAL Indonesia (Persero) seperti Dok Semarang. Selain itu, pria kelahiran Pare-Pare ini menjadi tokoh penting dalam alih teknologi Kapal Perang FPB 57 dari Lurssen Shipyard Jerman yang merupakan cikal bakal Kapal Cepat Rudal (60M).

Setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan dimana Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis memberi ruang yang lebih luas, maka disinilah kedudukan PT PAL Indonesia (Persero) semakin kuat.

Bersumber pada Undang-Undang tersebut, PT PAL Indonesia (Persero) secara profesional mengemban amanah sekaligus kewajiban untuk berperan aktif dalam mendukung pemenuhan kebutuhan alutsista matra laut. Selain itu, perseroan juga berperan sebagai pemandu utama (lead integrator) matra laut.

Selanjutnya, PT PAL Indonesia (Persero) yang berada di Ujung, Surabaya, Jawa Timur memiliki kegiatan bisnis utama diantaranya memproduksi kapal perang dan kapal niaga, memberikan jasa perbaikan dan pemeliharaan kapal, serta rekayasa umum dengan spesifikasi tertentu berdasarkan kebutuhan klien.

Kemampuan dan kualitas rancang bangun dari PT PAL Indonesia (Persero) telah diakui di pasar internasional. Kapal-kapal produksi PT PAL Indonesia (Persero) telah melayari perairan internasional di seluruh dunia.

Bangun Kapal Rumah Sakit hingga Kapal Selam
Perseroan mengembangkan produk kapal niaga untuk pasar dalam negeri dan luar negeri. Saat ini, fokus pengembangan untuk mendukung model-model industri pelayaran nasional dan perintis bagi penumpang dan kargo, serta mengembangkan kemampuan untuk pembangunan kapal LPG/LNG Carrier.

Kapasitas produksi saat ini mencapai 1.600 ton per bulan atau setara tiga unit kapal per tahun, dua kapal tanker 30.000 DWT dan satu kapal tanker 17.500 DWT.

Selain itu, perseroan juga menguasai teknologi produksi canggih hingga mampu dan berpengalaman memproduksi kapal bulk carrier (bulker) hingga bobot 50.000 DWT, kapal kontainer hingga 1.600 TEUS, kapal tanker hingga 30.000 DWT, kapal AHTS hingga 5.400 BHP kapal ikan tuna long line 60 GT kapal penumpang hingga 500 PAX. Sementara itu, produksi yang dikembangkan kapal kontainer hingga 2.600 TEUS, dan kapal chemical tanker hingga 24.000 LTDW.

Perseroan juga memenuhi kapal perang dan kapal negara sesuai pesanan antara lain dari Kementerian Pertahanan, Kepolisian RI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan otonomi daerah maupun swasta serta pesanan luar negeri.

Produk jasa harkan kapal maupun non-kapal meliputi jasa pemeliharaan dan perbaikan kapal hingga tingkat depo dengan kapasitas docking 894.000 DWT per tahun.

Perseroan juga telah menguasai teknologi produksi komponen pendukung industri pembangkit tenaga listrik dan konstruksi lepas pantai. Kemampuan ini akan terus ditingkatkan hingga taraf kemampuan modular dan EPCIC.

Baru-baru ini, perseroan juga membantu menggarap proyek pengerjaan kapal bantu rumah sakit untuk memenuhi pesanan TNI AL. Kapal ini berfungsi seperti rumah sakit terapung yang memiliki fasilitas poliklinik, unit gawat darurat, fasilitas operasi, rawat inap, dan beberapa fasilitas kesehatan lainnya.

Perseroan bersama Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea Selatan juga akan kembali membangun tiga kapal selam untuk memenuhi Minimum Essential Force (MEF).

sumber: liputan6

Senin, 16 September 2019

Bangkai Kapal KM Santika Nusantara Berhasil Menepi di Gresik, Begini Kronologinya


Bangkai kapal KM Santika Nusantara berhasil ditarik ke Gresik, Jawa Timur. Kapal tersebut telah bersandar di dermaga PT Indonesia Marina Shipyard Gresik pada 2 September 2019.

Humas SAR Surabaya, Novita menuturkan, perkembangan terkini operasi SAR bangkai kapal KM Santika Nusantara, berdasarkan dari data SMC (SAR Mission Coordinator). 

"Kejadiannya mulai Minggu hingga Senin kemarin," tutur dia, Selasa (3/9/2019). 

Novita menceritakan, Tug Boat Jala Artha 02 berhasil menarik bangkai KMP Santika Nusantara sampai ke sekitar perairan Karang Jamuang, tepatnya di koordinat 6° 47’ 8.51” S 112° 49’ 3.01” E, pada Minggu, 1 September 2019  sekitar pukul 18.20 WIB. 

Selanjutnya, PT Pelindo III Tanjung Perak mengerahkan Tug Boat Bima 333 menuju ke lokasi KM Santika Nusantara di perairan Karang Jamuang, Senin, 2 September 2019 pukul 08.35 WIB. 

"Ikut on board di dalam TB Bima 333, di antaranya perwakilan dari KN SAR 225 BASARNAS, Kesyahbandaran Tanjung Perak, Kepanduan Gresik, PT Pelindo dan PT Jembatan Nusantara," ujar dia.

Selanjutnya pada hari yang sama, sekitar pukul 13.10 WIB, Tug Boat Bima 333 berhasil merapat ke bagian Buritan KM Santika Nusantara. "Selanjutnya, melakukan pengecekan bagian luar kapal untuk menentukan langkah selanjutnya," ucapnya. 

Kemudian, sekitar pukul 13.42 WIB, KMP Santika Nusantara ditarik oleh Tug Boat Bima 333 menuju ke PT IMS Indonesia Marina Shipyard Gresik. "Perkembangan informasi terbaru, akan disampaikan kemudian," ujar Novita. 

Ia menambahkan, usai penarikan bangkai kapal KM Santika Nusantara, pihaknya akan mendinginkan kapal. Kemudian melihat apakah kapal sudah dingin dan aman untuk Tim SAR yang melakukan pencarian korban hilang dan evakuasinya.

Operasi SAR terhadap KM Santika Nusantara
Sebelumnya, operasi SAR KM Santika Nusantara sudah memasuki hari ke-7. Tujuh instansi yang berwenang dalam operasi tersebut merapatkan barisan dan membahas mengenai operasi gabungan tersebut, pada Rabu, 28 Agustus 2019.

Ketujuh instansi dalam operasi SAR KM Santika Nusantara tersebut adalah KPLP Tanjung Perak, Kesyahbandaran Utama Tanjung Perak, KKP Kelas I Surabaya, Distrik Navigasi Surabaya, BMKG, Polres Tanjung Perak dan KSOP Tanjung Perak. 

Anggota SAR Surabaya, Tholib menyampaikan, sesuai dengan informasi yang didapat dari SAR Mission Coordinator (SMC), ada tiga poin hasil rapat tersebut. 

"Poin pertama adalah jumlah ABK dan Penumpang KM Santika Nusantara yang berhasil dievakuasi tim SAR gabungan adalah sebanyak 311 orang, dengan rincian 308 orang selamat dan 3 orang dalam kondisi meninggal, dalam pencarian (konfirmasi) sebanyak 3 orang," tutur dia.

Poin kedua adalah, sesuai dengan instruksi Kepala BASARNAS, operasi SAR terhadap KM Santika Nusantara tetap dilanjutkan hingga kapal berhasil dibawa ke perairan Gresik, Jawa Timur.

Kemudian dilakukan pemadaman dan penyisiran di dalam kapal oleh tim rescuer BASARNAS guna memastikan masih ada tidaknya korban di dalam KM Santika Nusantara.

"Selanjutnya poin ke tiga adalah, posko SAR yang semula di Gapura Surya Nusantara atau GSN Tanjung Perak dipindahkan ke Kantor SAR Surabaya di Juanda. Telepon 0318669611. Demikian. Jika ada perkembangan informasi, akan kami sampaikan kemudian," ujar dia. 

sumber: liputan6

Kamis, 12 September 2019

Alasan di Balik Daya Saing Industri Galangan Kapal Indonesia Kalah Saing



Wakil Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Anita Puji Utami, mengakui bahwa daya saing industri galangan kapal dalam negeri masih relatif rendah. Meskipun kemampuan dalam membangun kapal sudah memadai.

Penyebabnya, ungkap dia, lantaran belum berkembangnya industri penunjang di Indonesia. Selain itu, impor bahan baku yang masih cukup tinggi juga menjadi penyebab. Dia menyampaikan, dari total bahan baku, 60 persen diperoleh dengan impor.

"Kami mengakui bahwa struktur industri galangan kapal nasional masih belum kuat karena belum didukung oleh industri penunjang dalam negeri dan ketergantungan akan impor bahan baku yang masih tinggi sehingga daya saing masih relatif rendah," ujarnya di Jakarta, Rabu (28/8).

Karena itu dia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian, untuk mendorong pertumbuhan industri penunjang di dalam negeri. "Saya kira ini yang harus didorong terus menerus bagaimana investasi industri penunjang di Indonesia semakin tinggi. Industri penunjang sangat bisa kita kuasai tergantung bagaimana komitmen dan kerja sama yang baik antara pengguna jasa dengan industri tersebut," ungkapnya.

Selain itu, dia pun meminta Kementerian Perindustrian untuk mendorong pelaku usaha pelayaran maupun pemerintah daerah untuk membangun kapal di dalam negeri alias tidak membeli kapal dari luar.

"Salah satu yang kami usulkan perkembangan penggunaan kapal di Indonesia sudah mulai naik. Ini terbukti sudah adanya beberapa tender-tender kapal, walaupun pemerintah tidak cukup mempunyai anggaran untuk melakukan pembangunan kapal. Jadi harapan kami dari sektor industri swasta maupun pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan kapal," tandasnya.

Sebagai contoh, Iperindo memiliki 195 anggota. Jumlah tersebut terdiri dari industri galangan kapal sebanyak 116 anggota, industri penunjang dan juga bahan baku sebanyak 71 anggota, industri biro klasifikasi sebanyak 3 anggota, dan konsultan sebanyak 5 anggota.

sumber: merdeka 

Rabu, 11 September 2019

60 Persen Bahan Impor, Industri Galangan Kapal Indonesia Sulit Bersaing


Wakil Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Anita Puji Utami mengakui bahwa daya saing industri galangan kapal dalam negeri masih relatif rendah. Meskipun kemampuan dalam membangun kapal sudah memadai.

Penyebabnya karena belum berkembangnya industri penunjang di Indonesia. Selain itu, impor bahan baku yang masih cukup tinggi juga menjadi penyebab.

Anita menyampaikan, dari total bahan baku, 60 persen diperoleh dengan impor. "Kami mengakui bahwa struktur industri galangan kapal nasional masih belum kuat karena belum didukung oleh industri penunjang dalam negeri dan ketergantungan akan impor bahan baku yang masih tinggi sehingga daya saing masih relatif rendah," jelas dia pada Rabu (28/8/2019).

Karena itu dia meminta pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian untuk mendorong pertumbuhan industri penunjang di dalam negeri.

"Saya kira ini yang harus didorong terus menerus bagaimana investasi industri penunjang di Indonesia semakin tinggi. Industri penunjang sangat bisa kita kuasai tergantung bagaimana komitmen dan kerja sama yang baik antara pengguna jasa dengan industri tersebut," ungkapnya. 

Selain itu, dia pun meminta Kementerian Perindustrian untuk mendorong pelaku usaha pelayaran maupun pemerintah daerah untuk membangun kapal di dalam negeri alias tidak membeli kapal dari luar.

"Salah satu yang kami usulkan perkembangan penggunaan kapal di Indonesia sudah mulai naik. Ini terbukti sudah adanya beberapa tender-tender kapal, walaupun pemerintah tidak cukup mempunyai anggaran untuk melakukan pembangunan kapal. Jadi harapan kami dari sektor industri swasta maupun pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan kapal," tandasnya.

Sebagai contoh, Iperindo memiliki 195 anggota. Jumlah tersebut terdiri dari industri galangan kapal sebanyak 116 anggota, industri penunjang dan juga bahan baku sebanyak 71 anggota, industri biro klasifikasi sebanyak 3 anggota, dan konsultan sebanyak 5 anggota.

sumber: liputan 6 

Selasa, 10 September 2019

Loss Ratio Asuransi Marine Hull Membengkak, Perang Tarif Premi Diharapkan Berhenti


BUMN reasuransi, Indonesia Re berharap perang tarif premi dapat segera dihentikan oleh para pelaku industri asuransi marine hull, dengan tujuan agar pembengkakan loss ratio yang terjadi di lini bisnis ini bisa segera membaik.

Marine Underwriting Department Head Indonesia Re Gadis Purwanti mengatakan bahwa berdasarkan data dari bisnis fakultatif Indonesia Re, klaim yang berasal dari tug dan barge selama 2017 mencapai Rp113,6 miliar. Kemudian, pada tahun 2018, naik jadi Rp208,3 miliar, dan pada semester I-2019 sudah mencapai Rp218,4 miliar.

"Situasinya itu harga premi sangat kompetitif, padahal loss-nya juga tinggi," ujar Gadis saat ditemui beberapa waktu lalu.

Dia pun mengungkapkan, pihaknya telah melakukan sosialisasi data teknis dengan Indonesia Professional Reinsurance (IPR) dalam rangka menentukan acuan tarif premi, yang pada akhirnya disepakati di kisaran angka 0,8 persen dari total sum insured (TSI) khusus untuk tipe kapal Tug dan Barge yang memang mendominasi dibandingkan dengan tipe kapal lainnya.

Beberapa bulan setelah sosialisasi data teknis tersebut, saat ini peningkatan tarif Marine Hull mulai terasa. Sudah ada yang menerapkan tarif di kisaran angka 0.6 sd 0.7 pct. kondisi ini sangat baik untuk menyehatkan Asuransi Rangka kapal di Indonesia.

"Sekarang itu kan ada yang 0,4 persen. Berdasarkan hitungan statistik yang dikerjakan oleh IPR, dari data yang kita punya, sebenarnya yang pas itu 0,8 persen," katanya.
Lebih lanjut, perusahaan pelat merah ini pun aktif menyelenggarakan rapat sosialisasi untuk membahas isu-isu terkini seputar asuransi marine hull.

Baru-baru ini, Indonesia Re berinisiatif untuk membawa kegiatan sosialisasi industri ke tingkat yang lebih tinggi.

Alih-alih menggelar rapat di hotel-hotel, Indonesia Re mengajak para ceding untuk rapat di atas kapal yang berangkat dari Jakarta menuju Surabaya.

Bertajuk Marine On-Board, rapat ini bertujuan untuk mengajak para ceding company untuk meninjau langsung kondisi di lapangan.

"Melalui 'Marine on Board', kita ingin memberi gambaran bahwa loss ratio sudah tinggi. Lalu banyaknya masalah di industri asuransi marine hull juga harus diperhatikan, seperti kekuatan tug boat, cuaca buruk, dan lain-lain," tukas dia.

sumber: wartaekonomi

Senin, 09 September 2019

Premi Lini Bisnis Asuransi Rangka Kapal Meningkat 13,2% di Semester I 2019


Premi lini bisnis asuransi rangka kapal (marine hull) pada Semester I 2019 meningkat. Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Semester I 2019, premi asuransi ini tumbuh 13,2% secara year on year (yoy), dari Rp 752 miliar Semester I 2018 menjadi Rp 851 miliar. 

Asuransi rangka kapal ini memberikan jaminan kerusakan atau kerugian terhadap kapal, mesin dan perlengkapannya. Jenis asuransi ini juga memberi jaminan terhadap bahaya laut dan risiko pelayaran lainnya.

Menurut Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe, Lini bisnis asuransi rangka kapal memiliki kompleksitas tersendiri, dan tidak banyak perusahaan asuransi yang bermain di lini bisnis ini.

"Sumber bisnis pun lebih banyak diperoleh dari perantara, selain perusahaan yang memiliki captive business,"ujar Dody AS Dalimunthe kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8).

Dody mengatakan pertumbuhan di Semester I 2019 juga karena adanya Peningkatan pertumbuhan asuransi kapal di kuartal II tahun 2019 memang ada pada jalur perantara distribusi yang memiliki portfolio industri pelayaran.

Meski demikian, Dody mengingatkan kepada pemain yang bermain di lini bisnis ini. Yang perlu diperhatikan dalam bisnis marine hull adalah analisa underwriting terkait kondisi kapal, kepemilikan kapal dan penggunaan kapal itu sendiri.

Underwriter juga perlu memiliki kemampuan untuk memperhitungkan arus kas perusahaan. Alasannya, nilai klaim asuransi rangka kapal cukup besar.

Selain itu, para underwriter ini juga perlu menganalisis jaringan reasuransi perusahaannya serta memperhitungkan mitigasi fraud. Pasalnya, selama ini, ketidakmampuan underwriter dalam menganalisis risiko dan faktor fraud menjadi penyebab buruknya hasil bisnis ini. 

Dody yakin, lini bisnis asuransi rangka kapal memiliki potensi tumbuh tinggi ke depan karena kebijakan pemerintah untuk meningkatkan industri maritim.

"Asas cabotage juga diharapkan meningkatkan industri kapal-kapal nasional. Dengan demikian permintaan asuransi rangka kapal maupun marine cargo juga diharapkan meningkat,"kata Dody Dalimunthe.

sumber: kontan 

Rabu, 04 September 2019

Asuransi Marine Hull : Kapal Kerap Tak Sesuai Standar


Minimnya kekuatan kapal tunda atau tug boat dinilai sering kali menjadi penyebab kecelakaan dalam pengangkutan barang di laut.

Hal itu terungkap dalam rapat dan diskusi Marine On-Board bertajuk 'Insufficient Tugs Power vs Unseaworthiness' yang diselenggarakan BUMN reasuransi, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re, dengan menghadirkan sejumlah perusahaan asuransi.

Marine On-Board, yang untuk kali pertamanya diselenggarakan di atas kapal ini, merupakan platform strategis untuk mensosialisasikan isu-isu penting terkait produk asuransi pengangkutan laut atau marine hull, terutama tentang klaim yang sering datang akibat kecelakaan tug boat.

General Reinsurance CEM and Administration Division Head Indonesia Re, Arie Surya Nugraha, mengatakan cuaca buruk kerap menjadi kambing hitam terjadinya kecelakaan. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, kecelakaan kapal biasanya terjadi karena kekuatan tarikan tug boat tidak dapat mengimbangi tonase kapal yang ditariknya.

“Selama ini, kecelakaan dikaitkan dengan cuaca buruk. Padahal, kekuatan tug boat-nya di bawah standar,” jelasnya dalam keterangan resmi, Selasa (3/9/2019).

Tug boat merupakan kapal yang berfungsi sebagai kapal penarik (towing) atau kapal pendorong (pusher) kapal barge yang umumnya digunakan untuk mengangkut barang seperti batubara, peti kemas, dan bahkan kendaraan.

Standar kekuatan tarikan tug boat adalah 2 x 1.200 tenaga kuda, dengan kapasitas tarikan beban hingga 30 ton. Arie menjelaskan, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak tug boat dengan kekuatan tarikan di bawah standar dan dipaksakan beroperasi.

“Ada gelombang yang sedikit tinggi, bisa kandas," ujarnya.

Lebih lanjut, Arie menjelaskan Indonesia Re menyelenggarakan rapat industri asuransi dan reasuransi Marine On-Board di atas kapal Pelni dengan rute Jakarta-Surabaya, pada tanggal 30 Agustus-1 September 2019.

Dia mengatakan, pihaknya berinisiatif untuk menyelenggarakan rapat di atas kapal agar para pelaku asuransi dapat meninjau langsung kondisi di lapangan.

“Kami ingin memberikan nilai tambah, experience yang berbeda kepada para ceding company karena dengan terjun langsung ke lapangan, kita semua akan mendapatkan bayangan langsung seputar seluk beluk marine hull,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Marine Underwriting Department Head Indonesia Re, Gadis Purwanti mengatakan bahwa pihaknya juga akan terus melakukan sosialisasi dalam rangka meminimalisir tingginya angka kecelakaan karena minimnya pengetahuan di lapangan.

“Dalam setahun, kami aktif menggelar rangkaian ceding company gathering dengan harapan mampu membantu mencegah terjadinya kecelakaan karena faktor teknis maupun non teknis,” tuturnya.

sumber: bisnis 

Senin, 02 September 2019

Penerapan MFO Sulfur Rendah Sulit Dongkrak Kinerja Industri Galangan Kapal


Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyatakan keputusan penggunaan bahan bakar kapal (marine fuel oil/MFO) rendah sulfur yang ditetapkan Organisasi Maritim Dunia tidak berdampak besar pada industri galangan kapal.

Ketua Umum Iperindo Eddy Kurniawan Logam memprediksi penerapan MFO dengan kadar sulfur di bawah 5% hanya akan meningkatkan utilitas reparasi tidak lebih dari 5%. Penerapan MFO bersulfur rendah tersebut akan membuat kapal-kapal berbobot besar memasang komponen baru yakni scrubber.

“Apakah ada pekerjaan buat galangan? Ya ada, tapi tidak signifikan. Scrubber ini lebih mahal di alatnya daripada ongkos pasangnya. Jadi, yang lebih diuntungkan adalah manufaktur dari alat tersebut,” ujarnya kepada Bisnis pekan lalu.

Eddy mengatakan belum ada pelaku industri lokal yang memproduksi scrubber. Pemilik kapal harus mengimpor alat tersebut dari pasar global.

Pihaknya belum melihat adanya peningkatan kapasitas produksi MFO sulfur rendah oleh PT Pertamina (Persero).

Industri galangan kapal dalam negeri saat ini memiliki kapasitas produksi sebesar 1,2 juta dead wieght ton (DWT), sedangkan untuk reparasi kapal sebesar 10 juta DWT per tahun.

Eddy mengatakan utilitas produksi pembangunan kapal baru saat ini berada di level 20%-30%. Indutri galangan lokal hanya memproduksi 240.000—360.000 DWT per tahun. Menurutnya, industri galangan kapal lokal idealnya memproduksi 840.000—960.000 DWT per tahun.

Peningkatan utilitas pabrikan lokal tersebut, katanya, hanya dapat dibantu oleh adanya program pembangunan kapal baru oleh pemerintah. Walaupun jumlah pelaku industri kapal swasta lebih banyak, tetapi kekuatan industri perkapalan nasional masih dimiliki oleh pemerintah.

sumber: bisnis