Minggu, 08 Juli 2018

Analisa ITS Atas Karamnya KM Sinar Bangun IV di Danau Toba

                                                                         Dok: Jurnalmaritim

Tim Departemen Teknik Sistem Perkapalan (Siskal) Fakultas Teknologi Kelautan ITS menyampaikan analisanya mengenai kasus karamnya KM Sinar Bangun IV pada 18 Juni 2018 di Danau Toba. Operasi SAR terhadap penumpang KM Sinar Bangun dihentikan setelah berlangsung 16 hari. Selama pencarian tersebut, 21 orang berhasil diselamatkan, 3 orang ditemukan meninggal dunia, dan diperkirakan 164 orang belum ditemukan

Mewakili tim Siskal kepada Jurnal Maritim, Ketua Pasca Sarjana Departemen Teknik Siskal ITS, Saut Gurning, PhD mengatakan bahwa analisa dari sisi teknik sistem perkapalan merupakan bentuk kepedulian ITS bagi upaya perbaikan dan pembenahan pelayaran nasional.

Kapal Yang Tak Layak

Kapal seperti KM Sinar Bangun IV banyak ditemui di perairan Danau Toba. Berbobot 35 GT, LOA 17,44 meter, lebar 4,8 meter dan tinggi 1,8 meter. Dari aspek teknik siskal, kapal yang disebut “Tuktuk” tersebut diperkirakan tidak memenuhi persyaratan atau tidak memenuhi kelaikan pelayaran. Berikut rincian alasannya:

Tuktuk merupakan kapal yang dibangun dengan cetakan kapal yang sebanding dan tidak memiliki gambar teknik. Konstruksi lambung kapal didominasi material kayu dan tidak memiliki sekat sebagai penambah kekuatan kapal.

Penggerak kapal adalah mesin truk yang tipe land use (daya 100-150 PS), yang kemampuan menahan beban operasi tidak sebaik mesin laut (tipe marine use). Mesin yang khusus untuk kapal (marine engine) didesain mampu beroperasi sesuai dengan kondisi olah gerak dan kemiringan kapal di perairan. Kemudi kapal mirip kendaraan angkutan darat. Pada sebagian besar kapal tuktuk, koneksi kemudi dan propelerq penggerak tidak menggunakan gearbox.

Free-board kapal sangat rendah dan terjadi penambahan dek terbuka di atas kapal (rooftop). Membuat jarak antara titik gravitasi dan meta-centre semakin jauh sehingga kestabilan kapal menjadi negatif.

Peralatan navigasi praktis hanya menggunakan HP/mobil phone. Sehingga tidak ada komunikasi dan informasi terkait kondisi perairan dan operasi kapal, atau hubungan dengan kapal lain

Peralatan keselamatan seperti life-jacket, life-ring; dan life-raft sangat minim. Jikapun ada, sebagian besar dalam keadaan tidak terawat atau tidak dapat digunakan.

Sebagian besar jendela dan ruang akomodasi penumpang ditutupi dengan railing besi sehingga mengurangi akses penumpang saat kondisi emergency.

Kapal tidak memiliki sertifikat apapun, seperti sertifikat pembuatan kapal, konstruksi/penggerak kapal, awak/nakhoda, peralatan keselamatan, navigasi penyeberangan, dan lain-lain.

Perawatan kapal tidak standar, dilakukan setiap 10-15 tahun. Perawatan rutin tahunan hanya berupa pengecetan. Tidak ada pembaruan konstruksi, permesinan, alat komunikasi dan peralatan keselamatan.

Nir Pengawasan

Selain aspek kelayakan kapal di atas, buruknya pelaksanaan di lapangan menambah daftar penyebab tenggelamnya KM Sinar Bangun IV.

Saut menjelaskan, dari analisa terhadap seluruh informasi yang tersedia, pihaknya memperoleh beberapa temuan sebagai berikut, yaitu:

Pengaturan penumpang dan barang tidak memenuhi kapasitas aman kapal (tidak diikat dan disusun dengan baik), baik untuk kondisi normal atau cuaca buruk.

Ada pihak tertentu, non petugas, yang mengendalikan naik-turunnya penumpang serta tingkat pemenuhan kapal. Penumpang umumnya tidak memiliki tiket, sehingga manifest kapal tidak mencerminkan kondisi aktual.

Rendahnya kesadaran penumpang atas keselamatan pelayaran. Banyak penumpang yang memaksa naik walau kondisi kapal sudah penuh.

Rendahnya kompetensi awak kapal (secara nautika dan teknika). Pengelolaan armada dilakukan koperasi kapal yang tidak memilki otoritas dan kemampuan yang memadai.

Menurut Saut, semua analisa dan temuan di atas menjadi bukti buruknya manajemen keselamatan pelayaran di Danau Toba. Terhadap aspek ini, ITS memberi beberapa simpulan, antara lain:

Tidak ada pengawasan sama sekali terhadap kelaikan kapal, baik untuk beroperasi dalam kondisi normal atau dalam cuaca buruk.

Tidak ada pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pemuatan penumpang dan barang. Sehingga terjadi kelebihan kapasitas, kapal berlayar dangan tingkat stabilitas yang buruk, serta manifest yang tidak dapat dipercaya.

Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupaten) tidak menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab keselamatan pelayaran. Pengawasan dilepas kepada koperasi angkutan Tuktuk. Pemda terlihat hanya peduli pada urusan yang terkait restribusi daerah, seperti perijinan dan pembagian area operasi.

Pihak ITS mendesak segera dilakukannya upaya yang serius, sistematis dan holistik terhadap pelayaran Danau Toba. Selain -terutama- untuk menghindari berulangnya kejadian serupa yang telah menelan ratusan korban jiwa dan harta benda, danau terbesar di Asia Tenggara tersebut kini sedang dipersiapkan sebagai destinasi wisata utama Indonesia. 

sumber: jurnalmaritim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar