Rabu, 18 Desember 2019

Pemakaian Kapal Nasional Bisa Tekan Defisit Transaksi Berjalan


Untuk mendorong defisit transaksi berjalan menjadi lebih kecil, kegiatan ekspor dan impor harus menggunakan kapal nasional.

Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, ada beberapa penyebab tingginya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) Indonesia yang belum lepas jebakan 3% dari PDB. Dia menyebut ketergantungan perekonomian nasional terhadap komoditas ditambah lemahnya hilirisasi industri membuat CAD tak banyak membaik.

“Selain itu, dalam rangka menekan defisit jasa, pemerintah juga perlu mendorong industri perkapalan nasional untuk menjadi moda utama kegiatan ekspor dan impor,” jelas Josua saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (28/11/2019).

Dia menjelaskan, jika pemerintah bercita-cita mengentaskan CAD pada 2023, maka perlu ada transformasi ekonomi dari ketergantungan terhadap komoditas dan juga pada saat yang sama mendorong hilirisasi industri.

Sementara itu dari aspek neraca jasa, pemerintah juga harus mengoptimalkan kembali industri pariwisata nasional sehingga kunjungan wisatawan internasional ke Indonesia semakin meningkat. Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah mempercepat pengembangan destinasi wisata baru.

Pertama, dalam upaya meningkatkan surplus transaksi barang dengan meningkatkan ekspor nonmigas yang bernilai tamah, dan juga menarik lebih banyak investasi pada hilir industri.

“Pemerintah juga perlu mempercepat pembangunan hilirisasi sumber daya alam yang kita miliki seperti batu bara, nikel, tembaga, bauksit, dan biodiesel,” terangnya.

Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk melakukan substitusi impor.

Secara umum, Josua memperkirakan, cita-cita memangkas CAD dalam 3 tahun ke depan masih sulit mengingat masih banyaknya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Oleh sebab itu, Indonesia berpotensi memangkas CAD menjadi lebih rendah dibandingkan dengan level saat ini.

Dia menilai, yang terpenting saat ini adalah mendorong produktivitas dari defisit transaksi berjalan mengingat Indonesia sebagai negara berkembang masih perlu mendorong investasi dan impor barang modal untuk meningkatkan produktivitas nasional. Sehingga, Indonesia bisa naik kelas menjadi negara maju dan keluar dari jebakan middle income trap.

sumber: bisnis

Selasa, 17 Desember 2019

Jokowi Diminta Batasi Investasi Asing di Sektor Industri Kapal


Presiden Joko Widodo diminta untuk membatasi masuknya investasi asing di sektor industri perkapalan. Permintaan itu diutarakan Asosiasi Pemilik Kapal Nasional atau Indonesia National Shipowners (INSA).

Ketua INSA Carmelita Hartoto mengatakan, jumlah milik pengusaha di Indonesia sudah cukup berlimpah dengan jumlah sekitar 27 ribu unit.

"Jadi jangan sampai Omnibus Law nanti akan mematikan pengusaha-pengusaha pelayaran yang sudah ada dan sudah berkembang di Indonesia," kata Carmelita di komplek Istana Kepresidenan seperti dikutip dari Tribunnews.com.

Carmelita berharap, pemerintah fokus dengan hanya memberikan lampu hijau bagi investor yang ingin masuk ke kapal-kapal khusus berteknologi tinggi seperti kapal drilling dan lainnya.

"Jangan sampai kapal asing masuk yang punya pembiayaan sangat rendah dari luar negeri, nanti akhirnya akan merusak tatanan dari pelayaran yang sudah ada," ucap Carmelita.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyebut, Presiden Jokowi menerima semua masukan dari pengusaha perkapalan nasional dan akan dibahas lebih detail lagi.

"Karena ini bidangnya maritim, Insya Allah kami akan bahas dengan Pak Luhut di Kementerian Kemaritiman dan Investasi," ucap Budi.

sumber: lawjustice.co

Senin, 16 Desember 2019

Bagaimana Prospek Industri Galangan Kapal Tahun Depan?



Prospek bisnis di industri galangan kapal nasional pada 2020 diperkirakan lebih positif setelah sepanjang tahun ini mengalami stagnasi.

Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam meyakini bahwa permintaan produksi kapal baru bisa kembali meningkat setelah pada tahun ini melambat.

Pihaknya berharap agar sejumlah proyek pengembangan kapal dari pemerintah dan BUMN yang sebelumnya tertunda bisa terealisasi pada 2020.

"Kami optimistis [2020] akan lebih baik dari 2019," ujarnya kepada Bisnis, Senin (16/12/2019).

Eddy menjelaskan bahwa pada 2019, permintaan pembuatan kapal baru terbilang stagnan baik dari pihak swasta maupun pemerintah. Alhasil, utilitas galangan kapal untuk pembuatan kapal baru masih tertahan di kisaran 30 persen.

Kendati begitu, dia menilai utilitas galangan kapal untuk proses reparasi masih terbilang tinggi, khususnya untuk sejumlah pelaku industri besar. "[Tahun] 2019 memang relatif stagnan ya, tidak banyak aktivitas."

Untuk mendukung potensi itu, Eddy berharap supaya pemerintah bisa mendukung industri galangan kapal dengan insentif fiskal. Pihaknya berharap agar bea masuk dan pajak pertambahan nilai untuk impor komponen kapal bisa direalisasikan.

Iperindo pun berharap supaya proyek pengembangan kapal pemerintah dan BUMN bisa diserahkan kepada pelaku industri dalam negeri.

Menurutnya, anggota Iperindo sudah memiliki kompetensi, teknologi dan pengalaman yang memadai untuk menghasilkan kapal yang sesuai dengan kebutuhan.

"Pelaku dalam negeri siap untuk memenuhi kebutuhan itu. Dengan kapasitas terpasang kami siap dan sudah terbukti mampu membangun kapal."

sumber: bisnis 

Kamis, 12 Desember 2019

Bisnis Pelayaran Masih Menjanjikan Untung


Para pebisnis pelayaran optimistis pengiriman kargo laut nasional tetap tak tergoyahkan kendati kondisi perdagangan internasional bergejolak akibat perang dagang China-AS. Bahkan, pebisnis yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners' Association (INSA) yakin kinerja masih bisa bertumbuh pada 2020.

Pertumbuhan tersebut ditopang dari pengiriman kargo laut dalam negeri yang bisa tumbuh hingga 6% pada 2020 dibandingkan dengan proyeksi realisasi pada 2019.

Ketua DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan dari sisi perkembangan, kinerja kargo laut di dalam negeri dapat tetap tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Kalau dari perkembangan kargo dalam negeri mungkin sekitar 5%—6%,” paparnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.

Adapun, lanjutnya, muatan ekspor dan impor, tidak bisa diprediksi apakah akan surut atau melimpah karena kinerja perdagangan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.

Sekuat apapun kebijakan pemerintah menginginkan kenaikan volume ekspor nasional, jika kondisi pasar global lebih suram pada tahun depan, kinerja kargo laut dipastikan ikut terpukul. Namun, lanjutnya, pebisnis berharap kondisi ekonomi domestik tetap terjaga dengan baik guna meredam penurunan yang tajam di pasar global.

Bisnis kargo angkutan laut, ujar Carmelita, selalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai negara kepulauan, angkutan laut menjadi tulang punggung logistik nasional.

Menurutnya, program pemerintah tentang tol laut juga tetap berlanjut untuk konektivitas daerah terjauh, terluar, terpencil dan perbatasan. (T3P) mengingat pelayaran nasional juga terlibat di dalamnya.

“Sementara itu, angkutan barang dan penumpang fluktuatif, bergantung pada situasi yang dipicu oleh libur-libur hari besar, seperti Natal, Tahun Baru dan Lebaran,” terangnya.

Dia mengatakan tantangan ke depan bagi pelayaran nasional adalah dari sisi pendanaan. Para pelaku industri memerlukan pendanaan murah untuk meremajakan armada dan bersaing dengan kapal-kapal asing.

“Pinjaman di luar negeri bunganya hanya 2%—3%, dan tenor yang panjang, sedangkan di Indonesia masih 2 digit. Untuk pinjaman dengan mata uang dolar AS, masih di atas 7%,” katanya.

Para pengusaha kargo, lanjutnya, menginginkan prioritas pembangunan industri pelayaran disamakan dengan infrastruktur, agar bisa mendapatkan pinjaman yang murah dan pengembalian atau tenor jangka panjang dari perbankan.

Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendukung wacana dibentuknya pasar ikan internasional di salah satu pelabuhan. Langkah ini ditempuh guna membantu peningkatan kinerja ekspor perikanan, sehingga dapat lebih cepat langsung sampai ke konsumen akhir (end user).

“Pengumpulan ikan di Dobo itu adalah sesuatu yang sangat baik, kita angkut ke Jawa Tengah. Ada lagi yang lebih baik dengan memberikan akomodasi langsung ke luar , apakah di Tual atau Ambon. Silakan Kementerian KKP menyiapkan , kami menyiapkan kapal lautnya,” paparnya.

TUMBUH 11%

Pakar kemaritiman Institut Teknologi Sepuluh Nopember Raja Oloan Saut Gurning mengatakan secara umum bisnis di sektor maritim masih menjanjikan.

Pada 2020, lanjutnya, sektor ini masih menjanjikan pertumbuhan hingga 11% karena potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan beban dan masalah operasional serta komersialnya.

Pertumbuhan ekonomi domestik yang berkisar 5%, lanjutnya, bisa menjadi penopang kuat pertumbuhan dan stabilitas bisnis maritim nasional. “Secara nasional, masih bisa tumbuh mencapai sekitar dua kali dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 10%—11%,” ujarnya.

Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh konsumsi pangan, pakan, energi, barang modal serta pertambangan yang menjadi modal penguat permintaan serta suplai angkutan layanan kapal dan layanan kargo di pelabuhan. Ini juga termasuk pertumbuhan jasa pihak ketiga seperti forwarder dan keagenan.

Menurutnya, industri galangan kapal perlu terus menjadi perhatian utama untuk diperkuat dan dikembangkan. Khususnya dalam meningkatkan porsi pembangunan kapal dalam negeri serta pemanfaatan komponen permesinan dan bahan baku nasional untuk industri kapal nasional.

“Penguatan industri perkapalan menjadi stimulator reindustrialisasi berbagai potensi industri berat, baja, karet dan komponen kapal lainnya,” papar Raja.

Selain itu, dalam struktur bisnis, dia menilai pola kolaborasi dan koordinasi akan menjadi tren yang dapat memperbesar kapasitas bisnis industri maritim pada 2020.

Berdasarkan data Kemenhub dan INSA, kinerja sektor maritim pada tahun ini diperkirakan relatif meningkat dari angka 2,1 miliar ton pada 2018 menjadi 2,3 miliar ton.

Adapun perinciannya, sekitar 1,38 miliar ton kemungkinan diperoleh untuk sektor kargo dalam negeri atau menguasai sekitar 62%, kargo luar negeri 0,83 miliar ton atau sekitar 38%, dengan distribusi yang sama antara domestik dan luar negeri.

Potensi kenaikan tersebut akibat tetap menguatnya permintaan angkutan domestik karena dorongan konsumsi dalam negeri yang terus meningkat.

Namun, dia mengakui potensi kargo luar negeri yang porsinya sekitar 38% itu kemungkinan dapat terkoreksi bila resesi berlanjut pada 2020 dan terus memberikan tekanan bagi akumulasi kargo maritim. “Mungkin penurunannya sekitar 3%—5% bahkan lebih tergantung eskalasi faktor luar negeri," jelasnya.

Dia menuturkan dengan kondisi kapal niaga yang kelebihan kapasitas sekitar 15% dengan kuantitas sekitar 25.000—26.000 unit kapal, hal itu akan mendorong persaingan sehingga menurunkan potensi komersial operator pelayaran nasional khususnya untuk layanan luar negeri.

Sementara itu, Carmelita menambahkan sektor pelayaran Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena mayoritas armada telah berbendera Merah Putih sehingga tak membutuhkan investasi asing.

Dia menuturkan pertumbuhan armada nasional sejak 2005 terus meningkat yang pada 2018 sudah mencapai 25.000 unit kapal dengan status kepemilikan lebih dari 4.000 perusahaan.

“Tidak ada komoditas dalam negeri yang tidak terangkut oleh armada nasional. Artinya, kita sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” jelasnya.

Sektor armada nasional, ujarnya, berbeda dengan industri lainnya yang masih membutuhkan investasi asing. “Semua sudah bisa dipenuhi oleh armada nasional dan sudah banyak pengusaha nasional yang berinvestasi di industri pelayaran nasional,” tuturnya.

Menurutnya, investasi asing pada industri pelayaran hanya ada pada kepemilikan aset atau kapal. Ketika hal ini terjadi, maka tidak memberikan keuntungan bagi perekonomian nasional. Pasalnya, keuntungan dari aktivitas operasi kapal di Indonesia, tetap akan ditarik ke luar negeri untuk membayar pinjaman cicilan kapal tersebut.

“Tidak bisa mengubah defisit neraca jasa transportasi, yang selalu negatif mencapai US$6,6 miliar akibat dominasi kapal asing pada muatan ekspor dan impor,” kata Carmelita.

sumber: bisnis 

Senin, 09 Desember 2019

Premi Asuransi Pengangkutan Terkerek Permendag No 8 Tahun 2018


Industri asuransi umum diuntungkan dengan peraturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 80 tahun 2018 tentang ketentuan penggunaan angkutan laut dan asuransi nasional untuk kegiatan ekspor impor barang tertentu.

Kendati demikian masih terdapat kendala seperti kemungkinan perang harga premi dikemudian hari maupun fluktuatif harga komoditas.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyatakan Permendag ini menjadikan payung hukum bagi perusahaan yang ingin mengekspor batubara dan crude palm oil (CPO) atawa minyak sawit agar menggunakan asuransi Indonesia.

Ketua Bidang Statistik, Riset, Analisa TI dan Aktuarial AAUI Trinita Situmeang menyebut sebelum adanya peraturan ini, para pengekspor menggunakan asuransi dari luar negeri.

“Catatan dari Kementerian Perdagangan sudah 100% ekspor batu bara menggunakan produk asuransi nasional. Memang kami harus melakukan berbagai evaluasi terhadap hal tersebut dan masih perlu peningkatan berbagai teknisnya. Mungkin agak sedikit repot terkait harga (premi), sekarang lagi stabil, nanti ketika mulai menaik pesat bisa terjadi perang harga. Namun sampai hari ini belum terjadi tendensi perang harga,” tutur Trinita pekan lalu.

Memang berkat aturan yang mulai diterapkan pada Agustus 2019 ini, pendapatan premi pengangkutan terkerek naik. Berdasarkan data AAUI lini bisnis ini mulai naik 3,9% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 2,63 triliun pada kuartal ketiga 2019. Padahal pada kuartal kedua 2019 lalu, lini bisnis ini hanya tumbuh 0,3% yoy menjadi Rp 1,86 triliun.

AAUI mencatat terdapat sebanyak 22 perusahaan asuransi yang menjalankan lini bisnis asuransi pengangkutan. Dari jumlah tersebut terdapat empat entitas membentuk konsorsium sedangkan sisanya menjalankan bisnis ini secara individu.

Adapun pendapatan premi asuransi umum secara industri hingga September 2019 tercatat senilai Rp 57,9 triliun. Nilai ini tumbuh 20,9% yoy dari kuartal ketiga 2018 senilai Rp 47,9 triliun.

sumber: kontan 

Jumat, 06 Desember 2019

Pengusaha Kapal Minta Kejelasan Aturan Angkutan Ekspor dan Impor


 Pengusaha tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap pemerintah segera menerbitkan Petunjuk Teknis (juknis) terkait penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.

Sektor yang wajib memenuhi aturan tersebut adalah batubara, minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO), dan impor beras.

“Pemerintah berjanji akan menerbitkan juknis. Segera diterbitkan, karena aturan ini mulai berlaku pada 2020,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto di Nusa Dua, Bali melalui keterangannya, Jumat (29/11/2019).

Carmelita mengatakan, keberadaan juknis sangat diperlukan agar dalam penerapan Permendag 82 tidak menimbulkan perbedaan pendapat dan kesimpangsiuran.

“Pengusaha masih menunggu juknis supaya tidak menimbulkan kesimpangsiuran dan perbedaan pendapat. Itu saja,” tegas Carmelita.

Tak Masalah

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Patria Sjahrir mengungkapkan, pelaku usaha pertambangan batubara nasional tidak mempermasalahkan keputusan pemerintah memberlakukan aturan tersebut mulai Januari 2020 mendatang.

“Aturan ini adalah given bagi pengusaha nasional. Kami mendukung, karena bertujuan untuk memajukan industri nasional, baik asuransi dan juga pelayaran. Nah, yang paling penting adalah memenuhi permintaan dan penawaran (supply and demand),” jelas Pandu.

Ia mengatakan, melalui aturan ini dapat dipastikan bahwa barang yang dieskpor dapat menggunakan harga yang sama dengan yang diterapkan kompetitor.

“Kita harus memajukan industri asuransi dan pelayaran, mulai dari sisi financing maupun policy. Itu yang harus kita majukan. Tentu untuk memajukan itu, perlu dukungan pemerintah melalui aturan,” pungkas Pandu.

sumber:  liputan6

Kamis, 05 Desember 2019

Pengusaha Kapal Minta Jokowi Batasi Investasi Asing


Ketua Umum Asosiasi Pemilik Kapal Nasional Indonesia (INSA) Carmelita Hartoto meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatasi investasi asing dalam sektor perkapalan. Ia ingin investasi asing hanya dibolehkan untuk jenis kapal khusus berteknologi tinggi.

"Investasi asing ini diharapkan kapal-kapal khusus saja, kapal-kapal berteknologi tinggi seperti kapal drilling," kata Carmelita usai bertemu Jokowi, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/12).

Carmelita menyatakan pengusaha Indonesia sudah memiliki banyak kapal. Pada tahun ini saja, terdapat sekitar 27.200 unit yang terdiri berbagai jenis kapal. Jumlah kapal itu sudah mampu mencukupi kebutuhan pelayaran dalam negeri.

Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perhubungan itu mengaku sudah menyampaikan jenis-jenis kapal yang sudah ada dimiliki pengusaha dalam negeri.

"Kita juga menyampaikan jangan sampai Omnibus Law akan mematikan pengusaha-pengusaha pelayaran yang sudah ada dan sudah berkembang di Indonesia," tuturnya.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan Jokowi menyerap aspirasi dari para pengusaha perkapalan itu. Menurutnya, sejumlah masukan, seperti investasi asing di sektor perkapalan, pengamanan di laut, hingga Tol Laut akan dibahas lebih lanjut.

"Karena ini memang bidangnya maritim, insya allah kita akan bahas dengan Pak Luhut di Kementerian Maritim," kata Budi yang mendampingi Jokowi menerima rombongan INSA.

sumber: cnnindonesia