Sebagaimana diketahui, seluruh aspek keselamatan kapal yang berlayar internasional--meliputi antara lain, konstruksi kapal, permesinan dan kelistrikan kapal, peralatan radio, perlengkapan keselamatan, pengawakan, dan keamanan-- telah diatur dalam Konvensi Safety of Life at Sea ( solas ). Pengaturan Konvensi SOLAS ini harus dipenuhi oleh semua kapal yang berasal dari negara anggota IMO.
Namun demikian, aturan tersebut hanya berlaku bagi kapal dengan ukuran 500 GT atau lebih atau kapal yang melakukan pelayaran internasional. Lalu, bagaimana dengan kapal-kapal yang tidak berlayar internasional dan juga kapal-kapal berukuran kurang dari 500 GT?
Demikian pertanyaan yang dilontarkan oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan Capt Sudiono, pada pembukaan acara Non-Convention Vessel Standards (NCVS) Course yang dihelat selama 3 (tiga) mulai Rabu-Jumat, (12-15/11) bertempat di Hotel Mercure Sabang, Jakarta.
Pertanyaan tersebutlah, lanjut Sudiono, yang kemudian membawa pembahasan terkait standar kapal non-konvensi. Sebagai negara yang memiliki lebih dari 51 ribu kapal non-konvensi, dengan tonase bruto (GT) kurang dari 500, standar kapal non-konvensi ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia. Apalagi sesuai dengan aturan internasional, standar kapal non-konvensi ini diemban oleh negara bendera.
Adapun aturan standar kapal non konvensi (NCVS) di Indonesia, kata Sudiono, tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, dan SK Dirjen Perhubungan Laut No. UM.008/9/20/DJPL-12 tentang Pemberlakuan Standar dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia.
“Saya bangga pada kesempatan ini bisa menyampaikan, bahwa Indonesia telah berpengalaman dalam menyusun dan mengembangkan standar kapal non-konvensi,” ujar Sudiono dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (13/10).
Sudiono beranggapan, dengan diselenggarakannya kursus ini, Indonesia dapat membagikan informasi, pengalaman, dan pengetahuan kepada para peserta yang terdiri dari perwakilan maritime administration dari beberapa negara berkembang.
“Setelah kursus ini, saya percaya bahwa para peserta akan lebih mengenali Standar Kapal Non-Konvensi Indonesia melalui pertukaran informasi dan pengetahuan dari para narasumber,” tukas Sudiono.
Sebagai informasi, penyelenggaraan NCVS Course ini diselenggarakan di bawah kerangka kerja sama Selatan-Selatan (KSS), yang merupakan kerja sama pembangunan di antara negara-negara berkembang dalam rangka mencapai kemandirian bersama yang dilandasi oleh solidaritas, kesetaraan (mutual opportunity) serta saling menguntungkan (mutual benefit). Model kegiatan KSS berupa knowledge sharing, training, pengiriman tenaga ahli, pengiriman peralatan, dan beberapa kegiatan lainnya untuk negara berkembang.
Pada NCVS Course ini, Ditjen Perhubungan Laut mengundang perwakilan maritime administration dari beberapa negara berkembang, antara lain Fiji, Brunei Darussalam, Kamboja, Kenya, Maladewa, dan Timor Leste. Sedangkan narasumber berasal dari stakeholder nasional serta perwakilan pejabat di lingkungan Kementerian Perhubungan.
sumber: republikacoid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar