Serentetan serangan terhadap tanker di sekitar Selat Hormuz dan Teluk Oman, kawasan Timur Tengah, membuat biaya asuransi risiko perang melonjak. Hal tersebut mendorong operator kapal untuk sebisa mungkin mengurangi waktu yang dihabiskan di sana.
Saat memasuki kawasan-kawasan berisiko tinggi, operator kapal membayar biaya pertanggungan risiko perang secara tahunan yang disertai premi 'tambahan'. Premi yang terpisah tersebut dihitung sesuai dengan nilai kapal atau lambung kapal untuk periode perjalanan selama tujuh hari.
Dilansir dari Reuters, premi tambahan tersebut mencatatkan peningkatan sekitar 0,35% dalam 7 hari terakhir, setelah meningkat sekitar 0,5% pada dua pekan lalu. Kondisi tersebut membuat operator kapal terbebani biaya tambahan hingga US$100.000 untuk kapal tanker berkapasitas 300.000 ton atau Very Large Crude Carrier (VLCC), per 7 hari perjalanan.
"Premi risiko perang ini adalah mimpi buruk. [Pembelian premi tambahan] ini adalah keputusan [yang diambil] kasus per kasus, per transaksi perdagangan, dan tidak ada ilmu untuk itu ... Hanya berdasarkan kemampuan dalam setiap perdagangan dan bagaimana mengatasinya dengan baik," ujar salah seorang eksekutif pialang kapal yang berbasis di Singapura pada Rabu (17/7/2019), dilansir dari Reuters.
Berdasarkan sumber Reuters, kondisi tersebut membuat operator kapal meminimalisir waktu perjalanan di kawasan Timur Tengah dan berdampak pada berkurangnya pembelian bahan bakar laut dari pusat minyak Fujairah di Uni Emirat Arab (UEA).
Meningkatnya biaya di kawasan timur tengah membuat para operator kapal beralih untuk membeli bahan bakar laut ke Singapura, pusat pengisian bahan bakar utama di dunia. Selain di Singapura, beberapa operator kapal pun dialihkan ke beberapa pelabuhan pengisian bahan bakar yang lebih kecil, termasuk di India dan Sri Lanka.
Operator-operator tersebut memilih untuk mengisi bahan bakar di Singapura meskipun harga bahan bakar di Fujairah tengah menurun. Berdasarkan tiga sumber Reuters, harga satu ton bahan bakar sulfur tinggi (HSFO) 380-centistoke (cst) di Fujairah telah turun dari rata-rata US$5–US$10 di atas Singapura pada Mei 2019, menjadi sekitar US$30–US$70 di bawah Singapura dalam dua pekan terakhir.
“US$50 per ton di bawah Singapura? Setujui [harga tersebut], jika anda dapat menutupi premi risiko perang. Ada banyak bukti bahwa kapal menghindari Fujairah dan itu menyebabkan meningkatnya permintaan [bahan bakar] di Singapura,” ujar seorang pedagang bahan bakar yang berbasis di Singapura menanggapi menurunnya harga di Fujairah, dilansir dari Reuters.
sumber: bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar