Indonesian National Shipowners Association (INSA) mendukung kewajiban pemasangan sistem identifikasi otomatis (AIS) demi keselamatan pelayaran. Meskipun demikian, asosiasi menyoroti kewajiban pemasangan AIS Klas B untuk kapal-kapal nonkonvensi berukuran minimal 35 GT.
Indonesian National Shipowners Association (INSA) mendukung kewajiban pemasangan sistem identifikasi otomatis (AIS) demi keselamatan pelayaran. Meskipun demikian, asosiasi menyoroti kewajiban pemasangan AIS Klas B untuk kapal-kapal nonkonvensi berukuran minimal 35 GT.
"Jumlahnya sangat banyak, maka INSA akan pelajari peraturan ini, apakah tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah lainnya atau peraturan IMO [Organisasi Maritim Dunia]," kata Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, Minggu (10/3/2019).
Wakil Ketua I DPP INSA Witono Soeprapto menambahkan kapal di atas 300 GT sudah diwajibkan lebih dulu memasang dan menyalakan AIS Klas A sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 5/2010 tentang Kenavigasian dan Peraturan Menteri Perhubungan No PM 26/2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran.
Kedua beleid mengadopsi aturan IMO yang pada 2000 menyatakan pemasangan AIS wajib diterapkan pada kapal-kapal mulai dari 50.000 GT yang dibangun pada atau setelah 1 Juli 2002 dan pada kapal-kapal pelayaran internasional yang dibangun sebelum 1 Juli 2002.
Secara terperinci, kapal penumpang diwajibkan selambatnya 1 Juli 2003, tanker selambatnya saat survei pertama peralatan keselamatan pada atau setelah 1 Juli 2003, dan kapal di luar kapal penumpang dan tanker selambatnya 1 Juli 2004.
Amendemen pada 2002 kemudian menambahkan kapal-kapal mulai dari 300 GT juga terkena kewajiban selambatnya saat survei pertama perlengkapan keselamatan setelah 1 Juli 2004 atau pada 31 Desember 2004.
Witono memerinci biaya pemasangan AIS Klas A 2.300 poundsterling atau Rp42,8 juta (kurs Rp18.627 per pound), sedangkan AIS Klas B 500 poundsterling atau Rp9,3 juta. "[Apakah memberatkan pemilik kapal atau tidak], relatif," ujarnya.
AIS Klas A adalah sistem pemancaran radio VHF yang menyampaikan data melalui VDL untuk mengirim dan menerima data statik dan data dinamik kapal secara otomatis. Sistem AIS ini wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.
Adapun AIS Klas B adalah sistem pemancaran radio VHF yang menyampaikan data melalui VDL untuk mengirim data secara otomatis. Sistem AIS ini wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal penumpang dan kapal barang berbendera Indonesia nonkonvensi dengan ukuran paling rendah 35 GT, kapal yang berlayar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain di bidang kepabeanan, serta kapal penangkap ikan berukuran paling rendah 60 GT.
Pemerintah mewajibkan pemasangan dan pengaktifan AIS pada kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang berlayar di wilayah perairan Indonesia mulai Agustus 2019. Kewajiban itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No PM 7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis Bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia yang diundangkan 20 Februari 2019. Beleid akan berlaku enam bulan setelah diundangkan.
Jika nakhoda selama pelayaran tidak mengaktifkan AIS dan tidak memberikan informasi yang benar, maka mereka akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan sertifikat pengukuhan (certificate of endorsement/COE).
Begitu pula dengan kapal asing yang tidak melaksanakan kewajibannya, akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan Tokyo MOU dan perubahannya.
sumber: bisnis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar