Ilustrasi
Kementerian Perhubungan berharap bisa memindahkan dua juta TEUs peti kemas dari Singapura dengan pelayaran dagang rute langsung (direct call) Indonesia.
Diharapkan, pelayaran langsung dapat menarik barang-barang Indonesia yang selama ini ditransitkan di Singapura (transhipment) untuk pelayaran dengan kapasitas yang lebih besar.
Saat ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan rata-rata barang dari Indonesia barat yang ditransitkan mencapai 3 juta TEus per tahun. Jika 2 juta TEUs berhasil ditarik, maka daya angkut di terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) bisa tumbuh 20 persen tahun depan.
"Karena dengan direct call, barang-barang dari Indonesia barat, seperti Belitung, yang tadinya ingin ke Singapura akan dipindah ke Jakarta. Kalau bisa menarik 2 juta TEUs, maka pertumbuhan muatan Jakarta bisa tumbuh 20 persen," ujarnya, Selasa (15/5).
Ia melanjutkan, transhipment di Singapura memang terkenal akan biaya murah dan pengiriman yang cepat. Rencananya, Indonesia juga akan melakukan hal serupa, sehingga JICT harus bekerja sama dengan kapal-kapal ukuran besar agar tercipta skala ekonomi yang besar.
Pada awalnya, lanjut dia, JICT sudah bekerja sama dengan kapal-kapal berukuran 1.000 TEUs, 2 ribu TEUs, dan 3 ribu TEUs. Saat ini, kapal berukuran 10 ribu TEUs sudah singgah ke JICT.
Salah satunya adalah kapal CMA CGM Tage berkapasitas 10 ribu TEUs yang mengangkut ekspor Indonesia ke Los Angeles, AS, yang dilepas oleh Presiden Joko Widodo. Nilai ekspor di atas kapal tersebut bernilai US$11,98 juta yang diproduksi oleh 32 perusahaan di Indonesia.
"Kami harap bagi produksi di daerah yang tadinya 60 persen dikirim ke Jakarta, kini bisa mencapai 80 persen. Sejauh ini, informasi yang kami dapat, sudah ada 800 ribu TEUs yang pindah dari Singapura ke Indonesia," jelasnya.
Hanya saja, direct call bukan satu-satunya kunci bagi Jakarta untuk menggantikan fungsi pelabuhan transit dari Singapura. Menurut dia, kecepatan pelayaran dan frekuensi kapal adalah kunci utama dalam menciptakan hal tersebut.
Tak hanya itu, masalah administrasi pelabuhan juga disebut sebagai faktor utama.
Ia berkisah, kala itu kapal pengangkut barang dari pelabuhan yang dikelola PT Pelindo 3 (Persero) dijadwalkan ke Jakarta dua minggu sekali. Namun, pemilik barangnya enggan memuatnya ke kapal tersebut karena kapal dari Singapura datang setiap sepekan sekali.
"Itu yang menjadi pekerjaan rumah saat ini. Kami akan melakukan improvement internal (perbaikan internal) terlebih dulu," imbuh dia.
Saat ini, direct call dari Jakarta baru akan menjangkau Amerika Serikat dan pelayaran intra Asia. Namun, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan rencananya destinasi pelayaran direct call akan diperluas dengan menjangkau Eropa.
AS dianggap sebagai tujuan pertama direct call karena Indonesia mengalami neraca perdagangan yang positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia membukukan neraca perdagangan surplus US$2,78 miliar dengan AS antara Januari hingga April tahun ini.
"Tapi saat ini barang Indonesia masih kena bea masuk 10 persen hingga 20 persen ke AS. Sehingga tentu diperlukan perjanjian dagang agar ekspor lebih kompetitif," jelasnya.
sumber: cnnindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar