Sejumlah sektor industri terpapar fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Industri yang banyak menggantungkan pada bahan baku impor paling terdampak pelemahan rupiah. Nah, salah satunya adalah industri galangan kapal.
Berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), posisi rupiah kemarin (3/8) di level Rp 14.503 per dollar AS. Alhasil, dominasi the green back terhadap mata uang Garuda turut mempengaruhi prospek industri galangan kapal.
Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Galangan Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo), Eddy Kurniawan Logam, menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah akan mengerek harga produksi kapal. Maklumlah, komponen kapal yang diimpor masih sebesar 65%-70%. Artinya, komponen yang dapat dipasok dari dalam negeri untuk membangun kapal hanya 30%-35%.
Untuk kapal-kapal yang akan dibangun di kemudian hari, harganya harus disesuaikan. "Sebagian galangan, yang masuk penawaran ke pihak-pihak peminat sudah harus disesuaikan dengan kurs yang baru," ungkap Eddy kepada Kontan.co.id, kemarin.
Iperindo berharap pelemahan kurs rupiah tidak berlarut-larut dan bisa stabil pada satu titik keseimbangan baru. Sebab, apabila nilai tukar rupiah terus melemah, maka berpotensi menggerus laba industri galangan kapal.
Direktur PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR), Bani M Mulia, juga menyebutkan dalam bisnis galangan kapal komponen impor masih cukup tinggi. "Di atas 60% sampai 70% untuk impor komponen," ujar dia.
Tak pelak, pelemahan kurs rupiah akan mempengaruhi kinerja perusahaan galangan kapal. Celakanya, beberapa proyek SMDR terpaksa ditunda.
Misalnya, proyek-proyek dengan pendapatan dalam rupiah, tapi investasinya dalam dollar AS. "Ini, kan, hitungannya jadi berubah," tukas Bani.
Sementara PT PAL Indonesia mengaku belum terdampak pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab, mereka belum menggarap kontrak-kontrak baru.
Pembangunan kapal baru masih delay, kontrak-kontrak yang ditargetkan diteken pada semester pertama tahun ini, untuk sementara ditunda. "Jadi saat ini kami masih menyelesaikan proyek-proyek sebelumnya," ungkap Direktur Keuangan PT PAL Indonesia, Irianto.
Alhasil, dampak pelemahan rupiah tidak terlalu mempengaruhi beban PAL Indonesia. Sebab, tidak ada komponen yang harus diimpor.
Meski begitu, PAL Indonesia ternyata harus melunasi utang dengan menggunakan dollar AS. "Kami punya angsuran pengembalian utang masa lalu, pendapatan dalam rupiah dan harus mengembalikan dalam dollar AS. Beban untuk mengembalikan utang ini besar sekali. Untuk semester I-2018, kami masih merugi karena terkena kurs tadi," keluh Irianto.
sumber: kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar