PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) kini tengah bersiap menghadapi perubahan lingkungan strategis yang melingkupinya. Perubahan itu adalah akan berakhirnya kerjasama antara PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III dengan Dubai World Port (DP World) dalam mengelola terminal petikemas yang terletak di Pelabuhan Tanjung Perak tersebut.
Sejak tahun 2015 DP World sudah mengajukan perpanjangan kontrak kerjasama di TPS dengan syarat dan ketentuan yang baru. Namun hingga saat ini, pihak Pelindo III belum memberi sinyal positif atas tawaran tersebut. Manajemen TPS yang ada saat ini nampaknya akan sepenuhnya menjalankan roda perusahaan tanpa keterlibatan DP World. Kontrak kerjasama antara Pelindo III dan DP World di TPS akan berakhir pada 30 April 2019 mendatang.
The National Maritime Institute (NAMARIN) meyakini perubahan di atas akan berjalan mulus karena kemampuan dalam negeri (manajeman dan pekerja) di TPS dinilai sangat baik dan dapat diandalkan.
“Jika melihat data yang ada, kinerja mereka di TPS sangat baik dan dapat diandalkan. Saya kira tidak akan ada masalah dengan performa terminal jika DPW tidak lagi terlibat,” kata Siswanto Rusdi, Direktur Eksekutif NAMARIN, saat dihubungi Redaksi.
Rusdi menambahkan, dengan akan berubahnya komposisi kepemilikan dan manajemen di TPS, semua pemangku kepentingan terkait perlu mengawal dengan cermat agar rencana terminasi (berakhirnya waktu kerjasama) tersebut agar menimbulkan kegaduhan di kemudian hari.
“Kegaduhan bisnis kepelabuhanan nasional cukup terjadi di Jakarta, tidak perlu berulang di Surabaya. Karenanya, sebagai bagian dari komunitas kemaritiman nasional, NAMARIN berharap besar kepada manajemen Pelindo III, PT TPS dan para pekerja untuk menyiapkan secara baik proses (terminasi) tersebut,” tutup Rusdi.
Untuk diketahui, privatisasi TPS Pelindo III terjadi pada tahun 1999, bersamaan dengan privatisasi JICT dan TPK Koja di Pelindo II Jakarta. Awalnya, P&O Maritime (Australia) memiliki 49 persen saham TPS. DP World mengakuisisi seluruh saham P&O Maritime pada tahun 2006, sehingga komposisi saham TPS hingga hari ini adalah Pelindo III 51 persen dan DP World 49 persen.
Peningkatan Kapasitas Terminal
Posisi TPS dan TTL di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Beroperasinya Terminal Teluk Lamong (TTL) sejak bulan Mei 2015 telah mendorong TPS melakukan sejumlah upaya peningkatan kapasitas dan kinerja layanan.
Dalam rencana kerja tahun 2015-2020, TPS menargetkan peningkatan kapasitas produksi
hingga 2,2 juta TEUs per tahun, dari saat ini 1,8 juta TEUs per tahun. Kebutuhan investasi diperkirakan mencapai 200 juta dolar AS. Sejumlah pengembangan yang sudah dilakukan antara lain: pengoperasian container crane baru, elektrifikasi alat bongkar muat, penambahan kapasitas lapangan penumpukan, dan pendalaman kolam dermaga internasional dan domestik, dan lain-lain.
TPS memiliki dermaga sepanjang 1.000 m dengan kedalaman 13 m (internasional), dan dermaga domestik dengan panjang 450 m dengan kedalaman 7,5 m. Lapangan penumpukan seluas hampir 40 Ha. Mengoperasikan 14 unit (3 unit tambahan) Container Crane sebagai alat bongkar muat utama.
Sejak tahun 1999, seluruh kegiatan operasional bongkar muat dan dokumen didukung oleh perangkat lunak Sistem TOPS, yang memungkinkan pergerakan petikemas dapat dipantau secara real time, baik oleh Petugas TPS atau Pemilik Barang.
Pada 2016 arus petikemas internasional yang melalui TPS mencapai 1,241 juta TEUs, sementara arus petikemas domestik tercatat 156,203 TEUs. Pada periode Januari-Juni 2017 (semester I), TPS mengumumkan terjadinya peningkatan arus petikemas sebesar 7 persen (637.410 TEUs) dibanding target yang sudah ditetapkan (595.135 TEUs). Sementara itu, arus kunjungan kapal tercatat sebanyak 484 unit atau naik 4% dari periode yang sama pada tahun 2016.
sumber: jurnalmaritim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar