Mencairnya es di kawasan kutub utara (Arctic) telah membuka peluang adanya rute baru bagi pelayaran internasional. Namun, rute layak navigasi di kawasan Arctic diperkirakan hanya berlangsung pada rentang waktu tertentu, yaitu saat musim panas. Artinya, tidak sepanjang tahun rute artic layak untuk dilayari.
Namun demikian, dunia pelayaran tetap mengamati kemungkinan berkembangnya rute baru di atas. Saat ini, terdapat empat rute yang berpotensi besar menjadi jalur pelayaran komersil, yaitu: The Northern Sea Route (NSR), Northwest Passage (NWP), Transpolar Sea Route (TSR), dan Arctic Bridge.
The Northern Sea Route (NSR), sepanjang pantai utara Rusia. Rute NSR merupakan rute yang memiliki peluang terbesar akibat fenomena mencairnya es di kawasan kutub. Rute ini yang paling komersil karena menghubungkan Eropa Barat dan Asia Timur yang padat. Melalui NSR, jarak Eropa Barat – Asia Timur hanya sekitar 12.800 km. Jauh lebih pendek dibanding rute konvensional melalui Terusan Suez yang sepanjang 21.000 km, dengan waktu berlayar 10-15 hari lebih singkat.
NSR pernah digunakan Uni Soviet sebagai jalur logistik militer, dan terhenti saat Uni Soviet runtuh pada tahun 1990-an. Pada tahun 2009, dua kapal Jerman yaitu Beluga Fraternity dan Beluga Foresight, dikawal kapal pemecah es Rusia melakukan pelayaran komersial perdana dari Busan (Korea Selatan) menuju Rotterdam (Belanda) melalui NSR. Karena harus berhenti di beberapa titik dengan alasan keselamatan, pelayaran perdana tersebut menjadi tidak menguntungkan. Setelah itu, belum ada lagi pelayaran komersil yang melewati NSR.
Northwest Passage (NWP), melintasi Laut Arctic di utara Kanada. Melalui NWP, jarak pelayaran Asia Timur – Eropa Barat (melalui Selat Bering) hanya berkisar 13.600 km. Jauh lebih pendek dibanding melalui terusan Panama yang sepanjang 24.000 km. Sejak tahun 2007, NWP sudah dibuka walau hanya selama musim panas. IMO terus memantau kestabilan kelayakan navigasi pada rute ini. Diperkirakan mulai tahun 2020, NWP sudah dapat digunakan secara reguler sepanjang tahun.
Transpolar Sea Route (TSR), sama dengan rute NWP di atas, namun rute TSR melintas langsung melalui bagian tengah dari kutub utara. tidak melalui pesisir utara Kanada. Namun, rute ini masih bersifat hipotetis mengingat tutupan es yang masih sangat padat. Jika terwujud, TSR merupakan rute terpendek (berkisar 5000 km) yang menghubungkan Asia Timur – Eropa Barat.
Arctic Bridge, yang menghubungkan pelabuhan Murmansk (Rusia) atau Narvik (Norwegia) ke pelabuhan Churchill Kanada. Rute ini sudah digunakan terutama untuk transportasi gandum. Walau tidak menghubungkan dua samudera, namun Arctic Bridge masih dianggap rute kutub karena melalui kawasan Artic.
Menjadikan rute Arctic sebagai rute navigasi komersial masih dipandang sebagai upaya yang spekulatif. Setidaknya ada empat alasan yang mendasarinya, yaitu:
Pertama, tidak ada kepastian sampai kapan tren mencairnya atau berkurangnya tutupan es di kawasan kutub utara tersebut akan berlangsung. Sampai kini, rute Arctic tetap tertutup untuk navigasi komersial selama musim dingin (kecuali ada perubahan pola cuaca yang radikal). Pada tahun 2010, Arctic hanya dapat dilayari selama sekitar 30 hari pada musim dingin. Bagi perusahaan pelayaran yang memerlukan rute yang reguler dan konsisten, tentu ini bukan pilihan yang menguntungkan.
Kedua, aktivitas ekonomi, sebagai cargo generator, sangat terbatas di sekitar kawasan Arctic. Tidak banyak kota atau pelabuhan yang layak (secara keekonomian) disinggahi di sepanjang rute Arctic. Pelayaran Arctic lebih cocok untuk point to point shipping.
Yang ketiga. Arctic masih tergolong jalur rintisan karena rendahnya informasi cuaca dan dukungan sistem navigasi. Kedua hal tersebut menyiratkan aspek keselamatan pelayaran di kawasan tersebut masih belum dapat diandalkan. Batimetri di Arctic yang umumnya dangkal membatasi ukuran kapal yang dapat dioperasikan. Kapal yang digunakan untuk melayari Arctic juga memerlukan sertifikasi tertentu (Polar Code) sehingga menimbulkan tambahan biaya dan mengurangi keuntungan perusahan pelayaran.
Keempat adalah adanya persaingan dari moda kereta. Layanan pengiriman barang melalui koridor kereta antara China dan Eropa di Asia Tengah (the Eurasian landbridge) menawarkan pilihan rute yang lebih stabil daripada rute Arctic.
Keempat alasan di atas yang membuat perusahaan pelayaran belum secara serius mempertimbangkan penggunaan jalur Arctic. Namun, rute Arctic yang lebih pendek (waktu tempuh lebih singkat) tersebut akan berpeluang besar jika praktek slow steaming sudah tidak lagi mampu mengkompensasi kenaikan harga bahan bakar kapal.
sumber: jurnalmaritim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar