Senin, 26 Agustus 2019

Sungdong Serius Relokasi Industri Galangan Kapal ke Bandar Kayangan


Investor asal Korea, Sungdong Industry Holding serius berinvestasi di Bandar Kayangan Lombok Utara. Perusahaan ini akan  merelokasi atau memindahkan industri galangan kapal yang berada di Korea ke Bandar Kayangan lantaran di sana biaya produksi  atau ongkos tenaga kerja sangat mahal.

‘’Dia merelokasi pabrik dari Korea ke Lombok. Dia cari kemudahan. Setelah dihitung dengan kebijakan di sana (Korea)  terutama ongkosnya mahal di tenaga kerja. Dia memindahkan dan memilih Lombok,’’ kata Asisten II Perekonomian dan Pembangunan Setda NTB, Ir. H. Ridwan Syah, MM, M. Sc, M.TP dikonfirmasi Suara NTB usai salat Idul Adha di Islamic Center (IC) NTB, Minggu, 11 Agustus 2019.

Ridwan mengatakan, Sungdong merupakan perusahaan raksasa di Korea. Perusahaan ini bergerak dalam bidang galangan kapal. Ridwan menjelaskan alasan Sungdong yang berencana memindahkan industri galangan kapal ke Bandar Kayangan.

‘’Kalau saya dengar dari Pak Son Diamar (Direktur PT. Diamar Mitra Kayangan, pengelola kawasan Bandar Kayangan) kenapa dia ke Lombok. Karena dia (Sungdong) gagal di Korea. Karena kebijakan politik di Korea sekarang, tenaga kerja mahal,’’ ungkapnya.

Apabila Sungdong meneruskan usahanya di Korea, maka kemungkinan mereka akan bangkrut. Akibat besarnya biaya produksi. Sehingga Sungdong mencari lokasi lain yang lebih menjanjikan investasinya. Dan dipilihlah Bandar Kayangan Lombok Utara.

Ia menuturkan kesungguhan Sungdong berinvestasi di Lombok Utara terlihat saat penandatangan nota kesepahaman beberapa waktu lalu. Saat menyampaikan sambutan ketika penandatangan nota kesepahaman dengan Gubernur NTB dan Bupati Lombok Utara. Pemilik atau bos besar Sungdong, Jung Hong Jun menyampaikan kesungguhannya berinvestasi di Bandar Kayangan.

‘’Semangatnya dia mantap sekali ke Lombok. Bahkan kepingin meninggalnya di Indonesia, di Lombok,’’ kata Ridwan yang ikut mendampingi Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah dalam penandatangan nota kesepahaman antara Sungdong dan Pemprov NTB dan Pemda Lombok Utara.

Mantan Kepala Bappeda NTB ini menambahkan, nasib serupa pernah dialami perusahaan asal Korea, Hanjin. Setelah pindah ke Filipina, perusahaan tersebut menjadi besar.

Untuk mempercepat realisasi investasi Sungdong di Bandar Kayangan, kata Ridwan, sedang didorong percepatan pembebasan lahan. Sungdong membutuhkan lahan seluas 1.000 hektare untuk merealisasikan investasinya yang mencapai 1 miliar dolar Amerika.

Pemda bersama pengelola kawasan, PT. Diamar Mitra Kayangan (DMK) sedang mempercepat pembebasan lahan. Pascapenandatangan nota kesepahaman, Sungdong diberikan waktu setahun untuk merealisasikan investasinya. ‘’Kami sedang mendetailkan rencana action plannya,’’ tandasnya. 

sumber: suarantb

Kamis, 22 Agustus 2019

Kementerian Pertahanan Mulai Lirik Industri Kapal di Karimun



Kementerian Pertahanan (Kemhan) mulai melirik industri kapal di Karimun. Hal ini ditandai dengan kunjungan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemhan RI, Laksdya TNI Agus Setiadji ke perusahaan itu, Selasa (20/8/2019).

Dalam kunjungan tersebut, Agus meninjau sejumlah pengerjaan kapal dan kedatangannya bersama rombongan disambut langsung oleh Direktur Utama PT MOS, Hartono.

Kunjungan kali ini, yakni untuk melihat sejauh mana kompetensi, kapasitas dan kualitas dari perusahaan galangan kapal tersebut.

Dikabarkan Kemhan akan menggarap proyek dengan PT MOS dalam pembuatan kapal. Kunjungan ini merupakan kali kedua oleh Kemhan.

"Intinya, ini adalah kelanjutan kunjungan Dirjen sebelumnya. Mereka melihat berbagai fasilitas dan pengerjaan yang ada di perusahaan kita," kata Human Resources Departemen (HRD) PT MOS, Nasrul.

Selain meninjau pengerjaan kapal, rombongan juga melakukan pertemuan tertutup bersama pihak perusahaan.

Dalam pertemuan itu pihak perusahaan memaparkan proyek kapal yang tengah dikerjakan atau telah selesai pengerjaan. Salah satunya adalah proyek besar yang tengah dilakukan, yakni pengerjaan kapal milik Pertamina.

Disinggung kepada Nasrul, apakah kedatangan pihak dari Kemhan adalah untuk membuat kapal perang atau pertahanan, dia menjawab bahwa tidak menutup kemungkinan.

"Tidak menutup kemungkinan juga, kita siap jika diminta untuk membuat kapal perang. Untuk pengerjaan kapal Pertamina saja kita mampu," kata Nasrul.

Dia juga mengatakan, pihaknya juga secara teknis akan siap menggarap sejumlah proyek sebagai satu dalam kemitraan strategis industri pertahanan dalam negeri. Meskipun, selama ini belum ada kerja sama.

"Sebelumnya memang kita belum pernah bekerja sama dengan Kemhan. Tapi jika ditunjuk kita mampu, doakan saja," tuturnya.

Sementara Laksdya TNI Agus Setiadji yang hendak dikonfirmasi terkait kunjungan itu mengarahkan jurnalis untuk wawancara langsung ke pihak perusahaan.

Rombongan dari Sekjen Kemhan RI yaitu Laksdya TNI Agus Setiadji, Kabaranahan Kemhan RI Mayjen TNI Budi Prijono, Danlantamal IV TPI Laksma TNI Arsyad Abdullah,  Kapus BMN Baranahan Kemhan Brigjen TNI Marrahmat, Kapuslaik Kemhan Laksma TNI Teguh Sugiono, Kabag Duk Min Sekjen Kolonel Kav I.E. Djoko Purwanto, Kasrem 033/WP Kolonel Inf Jimmy Watuseke, Kasubbag Min Sekjen Letkol Kav Janpristiwandi.

sumber: batamnews

Jumat, 16 Agustus 2019

Kerugian Crane Roboh Tertabrak Kapal Capai Rp60 Miliar



Pihak Pelindo III mengaku mengalami kerugian hingga Rp.60 Miliar setelah crane di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Mas roboh karena tertabrak kapal kontainer, akhir pekan lalu.

"Kerugian total ada Rp60 miliar, ada yang [ditanggung] asuransi, ada yang tidak. Kalaupun asuransi, beda-beda, yang ini ditanggung asuransi mana, yang itu asuransi mana," kata Direktur Utama Pelindo III, Doso Agung, Semarang, Senin (15/7).

Akibat insiden robohnya crane tersebut, Doso mengatakan aktivitas bongkar muat sempat dihentikan seketika. Namun, sambungnya, dalam waktu tak lebih dari empat jam, Pelindo pun kembali membuka aktivitas bongkar muat dengan normal, termasuk aktivitas ekspor-impor.

"Kejadian kita langsung tutup, upayakan evakuasi, tak lama kita buka lagi beraktivitas normal kembali sampai sekarang. Hanya saja bangkai crane masih di lokasi dan butuh waktu sekitar lima hari untuk membersihkannya," ujar Doso.

Pada Minggu (14/7), kapal kontainer MV. Soul Of Luck yang berbendera Panama menabrak sebuah crane bongkar muat di Terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Crane roboh dan menimpa tiga truk kontainer yang ada di bawahnya. Tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.

Dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, VP Corporate Communication Pelindo III Wilis Aji menyatakan tiga jam setelah kapal yang diageni PT Layar Sentosa menyenggol crane, dermaga tersebut pun sudah beroperasi kembali.

Ketua Asosiasi Pemilik Kapal Nasional (INSA) Steven Henry Lasawengen menilai positif kinerja instansi Pelindo III dan KSOP Kelas I Semarang dalam menanggulangi insiden robohnya crane tersebut.

"Kita menilai langkah yang diambil Pelindo III dan Ditjen Perhubungan Laut sudah sangat positif dan profesional. Hanya dalam hitungan jam situasi sudah dapat diatasi dan aktivitas pelabuhan dapat normal kembali," ujar Steven dalam siaran pers yang diterima.

Selain itu, Wilis menyatakan pihaknya terus berupaya memastikan kelancaran pelayanan kapal di Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) pasca insiden kapal MV Soul of Luck.

sumber: cnnindonesia 

Rabu, 14 Agustus 2019

Refleksi Pembangunan Maritim Indonesia


Pidato visi misi Indonesia 2019-2024 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo di Sentul International Convention Centre terkesan janggal. Nawacita, khususnya maritim tidak lagi disebut. 

Pembangunan maritim Indonesia maju pesat sejak dicanangkannya program Tol Laut pada 2014 lalu. Infrastruktur dibangun, armada ditambah, dan alutsista diperkuat. Namun, sebagai negara maritim besar, Indonesia tidak bisa berpuas diri. Masih ada beberapa masalah yang perlu menjadi perhatian baik pemerintah dan masyarakat, di antaranya regenerasi kapal serta modernisasi alutsista. 

Salah satu negara maritim yang berhasil meregenerasi armada lautnya adalah Federasi Rusia. Kekuatan maritim menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki Rusia. Sebagai negara terbesar di dunia, Rusia menempati posisi kedua dalam angkatan laut terkuat sedunia. Walaupun tidak memiliki garis pantai sepanjang Indonesia, tetapi Rusia tetap konsisten untuk membangun kekuatan maritimnya. 

Hal itu didasari oleh keinginan Rusia untuk mempertahankan wilayahnya, terlebih sejak munculnya konflik di Krimea. Rusia berani menjawab tantangan NATO yang dianggap merongrong kedaulatan Rusia sejak Perang Dingin. Faktor kedua diperkuatnya AL Rusia adalah kesadaran mereka bahwa Rute Laut Utara (Arktik) menjadi rute perdagangan yang sangat strategis. Arktik memberikan Rusia akses tanpa hambatan baik ke Samudra Atlantik dan Samudera Pasifik (via Laut Bering). 

Sama halnya dengan Jalesveva Jayamahe-nya Indonesia, dalam membangun kekuatan maritimnya Rusia juga menerapkan sebuah doktrin maritim. Namun, berbeda dengan Indonesia, Doktrin Maritim Rusia merupakan sekumpulan kebijakan yang tersusun seperti sebuah undang-undang. Salah satu latar belakang dibuatnya doktrin maritim ini adalah terbentuknya pola pikir perestroika (restrukturisasi ekonomi) dan uskoreniye (percepatan pembangunan) yang dicanangkan oleh Pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev (1985-1991). Selanjutnya, Presiden Boris Yeltsin juga mencanangkan National Security Concept sebagai sistem pandangan tentang bagaimana memberikan rasa aman bagi tiap individu, masyarakat, dan negara terhadap segala ancaman baik internal maupun eksternal. 

Kebijakan Maritim Nasional yang termuat dalam doktrin maritim berperan penting dalam menerapkan kebijakan sektor pelayaran Federasi Rusia. Hal ini bertujuan untuk menjamin kebebasan ekonomi, keamanan nasional, penurunan tarif dan harga, dan meningkatkan ekonomi daerah-daerah yang menjadi tempat persinggahan dalam rute pelayaran. Poin penting yang ada di dalam kebijakan tersebut (1) Pembentukan kerangka regulasi yang jelas dan sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan tujuan Federasi Rusia, (2) Kompetisi yang baik untuk menarik investor, (3) Modernisasi armada, pembangunan kapal-kapal baru dan penurunan batas ambang pakai (usia layak pakai) seluruh kapal Rusia, (4) Peningkatan ekspor oleh perusahaan lokal, (5) Penerapan transportasi multimoda dan teknologi bidang logistik, (6) Penerapan Safety Health Environment dalam industri maritim serta proaktif dalam melindungi laut dari polusi akibat kegiatan industri melalui serangkaian uji sertifikasi. 

Kebijakan maritim tersebut berlaku hingga 2020 dan diperbaharui tiap 10 tahun. Kebijakan maritim ini juga menghadiahi Rusia banyak galangan kapal baru. Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin mengapresiasi kinerja seluruh pihak dan menekankan bahwa setelah adanya doktrin maritim, industri perkapalan berkembang pesat sehingga hambatan dalam proses distribusi barang menurun. Proses pengangkutan barang melalui jalur laut berjalan lebih lancar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. 

Melalui doktrin maritim yang sudah digalakkan Rusia, setidaknya ada hal yang bisa ditiru oleh Indonesia sebagai negara maritim. Laut adalah nadi Indonesia, sehingga pembangunan maritim yang sustainable dapat dikatakan sebagai asupan gizi untuk bangsa. Periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo diharapkan mampu melihat laut kembali sebagai aset yang berharga. 

Program Tol Laut yang sudah berjalan hampir 5 tahun memberikan dampak yang luar biasa terhadap ekonomi kedaerahan. Distribusi berjalan lancar sehingga harga bahan pokok dan BBM cenderung stabil. Namun sayangnya dalam proses pengangkutan muatan, Indonesia masih menggunakan kapal yang usianya sudah di atas 25 tahun (tidak layak pakai). Oleh karena itu, kerap ditemui kecelakaan seperti halnya masalah permesinan yang dapat mengakibatkan korsleting hingga kebakaran. 

Untuk mengatasi hal itu, industri galangan kapal perlu meningkatkan produksi kapal-kapal baru (di samping kapal tempur) agar terciptanya regenerasi. Dalam kurun waktu 10 tahun, kapal-kapal yang saat ini dipakai tentu akan semakin tua dan tidak berfungsi secara optimal. Jika tidak ada regenerasi, maka kegiatan distribusi bisa mati dan ekonomi daerah terluar bisa tidak stabil. Maka dari itu, Indonesia perlu adanya kebijakan maritim terkait regenerasi dan modernisasi kapal, yang dapat diperbarui (menyesuaikan kebutuhan zaman), sebagai implementasi dari Jalesveva Jayamahe.

Indonesia juga harus tetap mempertahankan eksistensi asas cabotage. Asas ini hanya memperbolehkan kapal berbendera Indonesia (dan dioperasikan oleh perusahaan pelayaran asal Indonesia) untuk beroperasi di wilayah perairan Indonesia. Dengan asas ini, maka terciptanya nasionalisme di bidang maritim. 

Diharapkan produksi kapal berkembang pesat, sehingga perusahaan pelayaran juga bisa memiliki armadanya sendiri tanpa harus tergantung pada kapal charter. Produktivitas perusahaan tentu juga akan meningkat. Dengan adanya armada sendiri maka perusahaan pelayaran dapat lebih fleksibel menentukan kapan muatan harus diangkut. Di sisi lain, konsumen tidak perlu menunggu lebih lama. Dengan demikian, aktivitas logistik tidak terhambat.

sumber: detiknews

Selasa, 13 Agustus 2019

Asosiasi Desak Pemerintah Percayakan Pembuatan Kapal pada Industri Dalam Negeri


Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) berharap program maritim Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat terus berlanjut. Pasalnya, dengan program maritim tersebut dapat memacu permintaan kapal dalam negeri.

"Kedepan, kami melihat prospek industri galangan kapal ini cukup menjanjikan. Oleh karenanya, kami dari Asosiasi berharap program maritim Presiden Jokowi terus berlanjut," kata Ketua Umum Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam saat dihubungi Industry.co.id di Jakarta, Kamis (1/8).

Ditambahkan Edy, pihaknya (Iperindo) melihat kebutuhan kapal dalam negeri masih sangat besar, terutama dari pihak swasta. Menurut Edy, besarnya kebutuhan kapal dalam negeri terlihat dari semakin tingginya angka impor kapal di Indonesia. 

Berdasarkan catatan Iperindo, sejak tahun 2006-2019 impor kapal Indonesia mencapai angka 16 ribu. Pada tahun 2018, impor kapal mencapai lebih dari USD 1 miliar, dan menduduki posisi ketujuh dari seluruh barang yang diimpor oleh Indonesia. 

"Angka impor tersebut menunjukkan bahwa Indonesia itu sangat membutuhkan kapal," jelasnya.

Lebih lanjut, Edy menjelaskan, jika dirata-rata sejak azas cabotage pelayaran hingga saat ini, Indonesia memasukan kapal mencapai 1.000 kapal per tahun baik bekas maupun baru. Namun, sayangnya hampir 99 persen kapal-kapal tersebut buatan luar negeri. 

"Jadi kami dari Asosiasi optimis bahwa kebutuhan kapal itu ada, tinggal bagaimana kita menciptakan sinergi antara pelayaran dan industri galangan kapal di dalam negeri yang akhirnya hal tersebut akan menciptakan sesuatu yang baik dan akan mengurangi tekanan pada APBN," ungkap Edy.

Saat ini, lanjut Edy, industri galangan kapal dalam negeri sudah cukup mumpuni untuk membangun sebuah kapal. "Industri dalam negeri sudah cukup hebat dalam membangun kapal, tinggal diberikan kesempatan kepada industri dalam negeri untuk lebih berkontribusi penuh dalam pembuatan kapal," katanya.

Namun, katanya, untuk mendapatkan kesempatan tersebut tentunya masih butuh waktu. "Memang butuh waktu. Tapi, jika kesempatan itu ada, secara otomatis tingkat efisiensi tertinggi akan tercapai," ungkap Edy.

Dengan begitu, Edy sangat optimis industri galangan kapal dalam negeri akan menjadi industri besar di kemudian hari.

sumber: industry

Jumat, 09 Agustus 2019

Bangun Industri Galangan Kapal Terbesar di Dunia, Gubernur NTB Gaet Investor Korea



Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi bekerjasama dengan PT Diamar Mitra Kayangan (DMK) dan Sungdong Group dalam pembangunan Global Hub Bandar Kayangan di Kabupaten Lombok Utara. 

Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengucapkan rasa syukurnya atas kerja sama ini. “Saya disini mewakili masyarakat NTB berterimakasih kepada PT. DMK dan Sungdong Group karena telah memilih NTB sebagai lokasi investasi. Global Hub Bandar Kayangan akan membangun galangan kapal terbesar di dunia dengan kawasan bisnis lain yang terintegrasi.

Selat Lombok adalah lokasi yang strategis, yaitu berada di ALKI 2 (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang bahkan lebih strategis dari Selat Malaka. Sayangnya belum ada pelabuhan internasional yang bisa mendukung transportasi laut di daerah Selat Lombok. 

Saat ini sekitar 90% export impor harus melalui Singapura, karena kapal yang dimiliki Indonesia terlalu kecil jadi tidak efisien untuk perjalanan jarak jauh. Selain itu hampir seluruh pelabuhan di Indonesia dangkal sehingga tidak mampu melayani kapal Panamax yang memiliki panjang 300 – 500 meter. 

Dengan adanya Global Hub Bandar Kayangan ini maka Lombok akan menjadi poros maritim baru bagi dunia," tutur Zulkieflimansyah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (5/8/2019).

Ia menambahkan, Global Hub Kayangan akan menjadi kawasan industri yang modern. “Pada proyek tersebut, akan dibangun kawasan industri galangan kapal terbesar di dunia dengan luas lebih dari 1.000 Hektare, pelabuhan internasional untuk kapal ukuran panamax (extra large), kilang minyak dengan kapasitas 50.000 barel/hari, pengolahan minyak, pembangunan pembangkit listrik hingga 900 MW. Global Hub Kayangan pun akan menjadi kota mandiri yang akan mendukung kawasan industri tersebut," paparnya.

Sementara itu, Direktur PT. DMK, Soni Diamar menyatakan bahwa proyek ini legal dan sudah mulai dilaksanakan.

“Kami sudah mendapatkan izin lokasi dari kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) untuk areal seluas 7.000 hektar dan didukung oleh PP No. 13 tahun 2017 yang menetapkan Bandar Kayangan sebagai Kawasan Andalan Nasional. 

Rencana pembangunan mega proyek Global Hub masih sedang dalam tahap pembebasan lahan. Kami memiliki kawasan dengan luas 7.000 hektare dan akan dibebaskan secara bertahap selama minimal 5 tahun. 

Kami adalah melakukan pembebasan lahan dengan perkiraan antara 1.500 hektare sampai 2.000 hektar per tahun. Proses pembebasan lahan masyarakat sekitar 1.500 hektar sudah dimulai pada akhir April 2019 lalu," ujar Soni.

Soni menjelaskan tahap awal dari proyek ini adalah pembangunan infrastruktur. “Setelah pembebasan lahan tahun ini selesai, maka kami akan memulai penyediaan infrastruktur jalan, air, listrik dan akses menuju pelabuhan. Pembebasan lahan dan pembangunan Global Hub Bandar Kayangan akan memakan waktu antara 4 sampai 5 tahun," ungkap Soni.

Associate Director for Business Development and Investment PT Diamar Mitra Kayangan, Victor Adiguna berterima-kasih atas dukungan pemerintah NTB. “Saya berterimakasih karena kerjasama antara DMK dan Sungdong ini didukung penuh oleh pemerintah NTB. Kerjasama ini bertujuan untuk membangun industri kapal tercanggih dan terbesar di dunia. Sungdong bersedia memberikan investasi 1 Milyar USD atau sekitar 14 Trilyun Rupiah. Tidak hanya investasi berupa uang, Sungdong pun akan memindahkan teknologinya menjadi milik bangsa Indonesia. Kami akan melakukan seleksi pada 300 orang terbaik untuk mengikuti pelatihan di Korea Selatan selama beberapa tahun lalu kembali ke Indonesia untuk mengelola proyek ini, rencananya proyek ini akan menyerap hingga 300 ribu tenaga kerja," pungkas Victor.

sumber: wartaekonomi

Kamis, 08 Agustus 2019

INSA Diminta Manfaatkan Galangan Nasional


Kementerian Perhubungan menyampaikan agar pelayaran nasional memanfaatkan galangan kapal dalam negeri ketimbang luar negeri.

Permintaan itu disampaikan Ditjen Perhubungan Laut Agus H. Purnomo, khusus kepada anggota Indonesia National Shipowners' Association (INSA). Kalaupun tidak membangun kapal baru di dalam negeri, INSA diharapkan setidaknya melakukan perbaikan rutin (docking) kapal pada galangan nasional.

"Tolong galangan kapal Indonesia dihidupkan oleh INSA. Galangan di Indonesia ini jumlahnya ratusan, semua hampir mati suri," ujarnya dalam sebuah diskusi, Selasa (6/8/2019).

Kemenhub, lanjut Agus, juga sudah meminta agar pengangkutan minyak dan LNG menggunakan tanker-tanker yang dibangun di dalam negeri. Demikian pula dengan fasilitas penyimpanan dan pengolahan LNG, agar menggunakan floating storage and regasification unit (RSFU) buatan lokal. Menurut dia, permintaan itu sudah disampaikan kepada SKK Migas dan Pertamina.

"INSA harus siap-siap, supaya kapal-kapal itu jangan asing. Sekarang hampir seluruhnya asing. Itu kan hanya floating storage. Kenapa enggak dibuat di Indonesia?" ujarnya.

Sebelumnya, Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) menyebutkan utilisasi galangan kapal nasional rata-rata hanya 30% dari kapasitas bangun baru yang sekitar 1,2 juta DWT atau 8,5 juta GT (Bisnis.com, 17/7/2019).

Dimintai tanggapan, Sekretaris Umum DPP INSA Budhi Halim mengatakan hampir semua pelayaran Merah Putih sudah melaksanakan perbaikan dock di galangan dalam negeri.

Namun, pelayaran ada kalanya menemui kendala berupa pelaksanaan docking yang lambat, yakni hingga 1,5 bulan. Sebagai pembanding, docking di Singapura selesai dalam tujuh hari.

Masalah lainnya, ketidaksiapan tenaga ahli khusus bidang permesinan dan kelistrikan membuat galangan nasional kurang kompetitif. Belum lagi koordinasi perencanaan yang tidak konsisten karena kerja sama di lapangan yang tidak baik.

"Sehingga, pengusaha mengalami lost of time dan opportunity loss yang sangat besar, plus beban biaya yang tinggi karena lamanya pelaksanaan dock. Jadi, double impact," katanya.

Budhi melihat masalah galangan kapal nasional berpangkal pada keinginan galangan untuk melaksanakan sendiri semua pekerjaan. Padahal di Singapura, pekerjaan docking dan bangun kapal baru lazim disubkontrakkan oleh satu galangan kepada galangan lain. Menurut Budhi, cara pengusaha galangan di Negeri Merlion ini meniru langkah Jepang. 

"Dibantu kontraktor sesuai dengan keahlian masing-masing dengan koordinasi yang baik," ujarnya.

sumber: bisnis 

Selasa, 06 Agustus 2019

Tarif Asuransi Kapal Tanker Minyak Timur Tengah Melonjak 10 Kali Lipat


Hati-hati. Tarif asuransi untuk kapal tanker yang melewati Selat Hormuz telah meroket 10 kali lipat dalam dua bulan sejak serangan pertama terhadap tanker di lepas pantai UEA. Demikian dikatakan seorang CEO perusahaan pelayaran kepada CNBC yang dikutip rt.com.

Berita itu bisa mengantisipasi atas harga minyak yang lebih tinggi, bukan karena faktor fundamental semata, tetapi karena tingkat asuransi.

Kejadiannya dimulai pada akhir Mei, ketika media Timur Tengah melaporkan serangan terhadap empat kapal tanker di lepas pantai pelabuhan Fujairah, di Teluk Persia dan dekat Selat Hormuz. Kemudian, sekitar dua minggu kemudian, serangan lain dilaporkan, kali ini di Teluk Oman, tepat di luar Selat Hormuz. Akhirnya, Iran menembak jatuh sebuah drone AS yang sedang terbang di atas wilayahnya.

Setelah AS menyalahkan kedua serangan kapal tanker terhadap Iran, insiden drone dinilai oleh banyak orang sebagai pukulan terakhir sebelum konfrontasi militer terbuka. Hal ini belum terwujud, tetapi harga minyak telah melonjak setelah kedua serangan dan penembakan drone terjadi, serta laporan tentang perusahaan asuransi menaikkan premi kapal tanker mereka yang melintasi Selat Hormuz dengan berlipat ganda.

Selat Hormuz adalah titik sempit minyak terbesar di dunia; aliran minyak harian melalui saluran menyumbang sekitar 30% dari semua minyak mentah yang diperdagangkan di laut serta cairan lainnya. Meskipun berada di Timur Tengah, namun selat ini tidak pernah sepenuhnya aman, setelah kapal tanker itu menyerang, kekhawatiran terkait kapal yang melintasinya telah meningkat secara substansial.

"Kami memiliki orang-orang dari setiap bangsa dan kapal dari setiap bendera yang transit di jalur laut yang sangat penting itu," ujar ketua Asosiasi Internasional Pemilik Tanker, Paolo d'Amico, kepada New York Times (NYT) setelah serangan kedua. "Jika perairan menjadi tidak aman, pasokan ke seluruh dunia bagian Barat bisa berisiko," lanjutnya.

"Sebagai perusahaan pelayaran dan bagian dari industri pelayaran global, kami menanggapi ancaman terhadap awak dan kapal kami dengan sangat serius," kata Anthony Gurnee, CEO Ardmore Shipping, kepada CNBC minggu ini. "Saat ini, itu adalah bisnis biasa, (tetapi) asuransi untuk transit di Selat Hormuz sebenarnya telah meningkat 10 kali lipat dalam dua bulan terakhir sebagai konsekuensi dari serangan," sambungnya.

Efek dari peristiwa ini terhadap harga minyak lebih menonjol daripada keputusan OPEC+ yang sebagian besar diperkirakan akan memperpanjang pemotongan produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari hingga kuartal pertama 2020.

sumber: wartaekonomi 

Senin, 05 Agustus 2019

Mulai 20 Agustus, Seluruh Kapal di Indonesia Wajib Pasang Ini


Aturan mengenai pemasangan dan pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia akan diberlakukan mulai 20 Agustus 2019. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 7 Tahun 2019. 

Direktur Kenavigasian Direktorat Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Basar Antonius mengatakan, pemerintah fokus terhadap upaya peningkatan keselamatan dan keamanan pelayaran. 

Salah satunya dengan memberlakukan kewajiban pemasangan dan pengaktifan AIS di kapal-kapal yang berlayar di Perairan Indonesia baik kapal nasional maupun kapal asing. 

“Dengan mengaktifkan AIS juga mempermudah pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang ilegal seperti penyeludupan, narkoba maupun illegal fishing," ujar Basar dalam keterangan tertulisnya, Jumat (2/8/2019). 

Basar menambahkan, dengan mengaktifkan AIS dapat mempermudah kegiatan SAR dan investigasi jika terjadi kecelakaan kapal. Sebab, data kapal telah terekam dalam sistem tersebut. 

"AIS juga mempermudah monitoring pergerakan kapal-kapal di alur pelabuhan serta alur-alur lainnya seperti di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)," kata Basar. 

“Selain di Indonesia, lanjut Basar beberapa negara lain juga sudah mewajibkan kapal yang masuk ke perairannya untuk mengaktifkan AIS. 

"AIS berbeda dengan VMS (Vessel Monitoring System) karena AIS menggunakan frekuensi sangat tinggi dan dapat menyampaikan laporan secara real time serta dalam pengoperasiannya tidak dikenakan pembayaran bulanan karena menggunakan Radio Very High Frequency (VHF) 156 Mhz - 162 Mhz," ucap dia. 

Dalam pengoperasiannya, AIS dapat langsung terdeteksi oleh stasiun Vessel Traffic Service (VTS) terdekat. Sedangkan, VMS tidak terdeteksi oleh stasiun VTS terdekat karena peralatannya tidak menggunakan gelombang radio Very High Frequency (VHF). 

AlS adalah sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS),  dan/atau stasiun radio pantai (SROP). 

Terdapat dua kelas tipe AIS, yaitu AIS Kelas A dan AIS Kelas B. AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia. 

Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia. Ketentuannya, yakni Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi berukuran paling rendah GT 35, serta kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. 

Selain itu, yang wajib memasang dan mengaktifkan AIS Kelas B adalah Kapal Penangkap Ikan yang berukuran paling rendah GT 60.

sumber: kompas 

Kamis, 01 Agustus 2019

Tren Kapal Berukuran Jumbo, Ini yang Dilakukan Operator Terminal Peti Kemas


Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia berkomitmen memperbaiki fasilitas terminal untuk ikut menumbuhkan ekspor Indonesia yang tertekan sentimen perang dagang. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia (APTPI) Yos Nugroho mengatakan bahwa terminal peti kemas harus menyesuaikan diri dengan tren ukuran kapal peti kemas yang kian besar. Untuk mencapai skala keekonomian, perusahaan-perusahaan pelayaran internasional beraliansi untuk mengonsolidasi kargo agar dapat diangkut sekaligus menggunakan kapal jumbo. 

Maka, muncullah tiga aliansi besar shipping line global, yakni Alliance, Ocean Alliance, dan 2M. 

Menurutnya, kedalaman alur dan kolam harus memadai untuk disandari kapal besar. Demikian juga dengan peralatan yang dimiliki, harus memiliki daya jangkau dan produktivitas yang tinggi. 

"Terminal peti kemas harus berkembang mengikuti zaman. Makin besar kapal, pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang mencukupi untuk dikunjungi kapal, lalu mempunyai peralatan yang mencukupi untuk meng-handle kapal-kapal yang makin lama makin besar," ujarnya, Senin (29/7/2019).

Sayangnya, masih ada kesenjangan fasilitas di antara terminal-terminal peti kemas di Indonesia sehingga upaya untuk ikut mendorong ekspor tidak optimal.

Bendahara APTPI Riza Erivan menegaskan posisi Pelabuhan Tanjung Priok masih dominan. Hanya Tanjung Priok yang mampu melayani kapal-kapal besar, sementara keterbatasan peralatan dan tingkat kedalaman kolam membuat Tanjung Emas dan Tanjung Perak belum dapat disandari kapal-kapal sebesar kapal di Tanjung Priok. 

"Banyak terminal di luar Tanjung priok yang harus lebih efisien, dari segi alat dan kedalaman terminal," ujarnya.

Yos juga menambahkan, persaingan tidak hanya di antara terminal peti kemas di dalam negeri. Kompetisi juga berlangsung di taraf global. Terminal-terminal peti kemas Indonesia berhadapan dengan terminal kontainer di negara tetangga. Kapasitas terminal akan sangat menentukan ke negara mana kapal-kapal besar singgah. Posisi ini amat menentukan ke mana investasi mengalir. 

"Terminal di luar negeri itu besar. Dengan sendirinya kapal juga makin besar. Dengan sendirinya investor melihat mereka bisa investasi di Vietnam, Thailand, karena memang kapasitasnya sudah besar. Untuk menghadapi persaingan global, kita harus bersiap," ujarnya.

APTPI beranggotakan lima terminal peti kemas yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT), KSO Terminal Peti Kemas Koja (TPK Koja), PT Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS), PT Mustika Alam Lestari (MAL), dan PT New Priok Container Terminal One (NPCT 1).

sumber: bisnis