Emiten pelayaran masih harus menghadapi beberapa tantangan untuk bisa mencatatkan kinerja keuangan yang menarik tahun ini. Tapi, rebound harga minyak dunia bisa menjadi salah satu sentimen positif emiten sektor ini.
“Permintaan pelanggan bisa meningkat terutama bagi emiten yang selama ini mengangkut minyak,” kata Sukarno Alatas, analis Oso Sekuritas.
Bagai pisau bermata dua, kenaikan itu sekaligus dapat menjadi beban emiten lantaran harus menambah biaya operasional kapal. “Perusahaan tidak bisa seenaknya menaikkan nilai transaksi karena sifatnya sudah kontrak ketika minyak naik. Itu menjadi konsekuensi logis bagi emiten pelayaran,” ungkap Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali, Kamis (20/6).
Asal tahu saja, harga minyak dunia berada di sekitar US$ 57,43 per barel. Harga minyak ini naik sekitar 22% sejak awal tahun.
Frederik menambahkan, menarik atau tidaknya prospek pelayaran juga tergantung pada komoditas atau barang apa yang diantar oleh kapal perusahaan tersebut. Ia mencontohkan Soechi Lines (SOCI) dan Wintermar Offshore Marine (WINS) yang telah memiliki kontrak jangka panjang dengan beberapa perusahaan tambang untuk mendistribusikan komoditas seperti minyak dan batubara. “Biasanya akan lebih stabil karena itu komoditas sehari-hari ya,” kata Frederik.
Hal itu akan berbeda bagi emiten-emiten pelayaran yang mengangkut peti kemas seperti Pelayaran Tamarin (TAMU). Emiten itu akan sangat bergantung pada kondisi ekspor-impor Indonesia. “Selain regulasi domestik, kondisi ekonomi global yang tidak kondusif seperti ini juga bukan tidak mungkin memengaruhi usaha emiten,” kata Frederik.
Untuk itu Frederik tidak memungkiri bahwa investasi di saham pelayaran memiliki tingkat risiko lebih tinggi. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan investor yang ingin berinvestasi di sektor tersebut. Salah satunya adalah utilisasi kapal emiten.
Frederik mengatakan, rata-rata emiten pelayaran memiliki utilisasi armada sebesar 88% hingga 90%. “Tidak mungkin 100% karena emiten kapal harus melakukan docking 2 tahun hingga 5 tahun sekali,” terang Frederik.
Di lain sisi, Sukarno menambahkan alasan lain mengapa saham emiten pelayaran cukup riskan. “Pelemahan rupiah terhadap dollar AS serta kenaikan tarif masuk ekspor Indonesia bisa menurunkan permintaan,” kata Sukarno.
Kondisi fundamental perusahaan juga beragam. Dari segi net profit margin (NPM) dan return on equity (ROE) emiten pelayaran masih menyajikan nilai yang menarik. Humpuss Intermoda Transportasi (HITS) misalnya memiliki NPM sebesar 14,7% dan ROE 37,13% . Atau coba tengok Transcoal Pacific (TCPI) yang memiliki rasio NPM sebesar 10,8% dan ROE 25,78%. Sedangkan SOCI memiliki NPM sebesar 10,4% dan 4,3%.
Dari valuasi, tak semua saham emiten pelayaran menarik. Beberapa saham memiliki nilai price earning ratio, price book value dan EV/EBITDA lebih tinggi dari industri yang masing-masing senilai 31,32x, 3,34x dan 148x.
“Hanya SOCI yang menarik karena secara valuasi masih ada di bawah rerata industri yakni PE sebesar 6,04x, PBV 0,33x, EV/EBITDA 6,54x,” papar Sukarno. Untuk itu Sukarno merekomendasikan untuk mengamati saham SOCI dengan target harga Rp 256.
sumber: kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar