Bisnis pelayaran diprediksi masih memiliki prospek yang baik pada tahun 2020. Sejumlah faktor seperti ketidakpastian ekonomi global memang menjadi tantangan tersendiri. Namun tidak berarti sama sekali tidak ada peluang bagi industri pelayaran di tahun 2020.
Ketua Umum Indonesian National Shipowner’s Association (INSA), Carmelita Hartoto mengatakan terdapat pasar jasa pelayaran niaga masih memiliki potensi untuk tumbuh secara moderat di tahun 2020.
Hal ini didorong oleh sejumlah katalis positif yang berpotensi mengerek permintaan jasa pelayaran pada sejumlah sektor. Pada sektor pariwisata misalnya, penetapan 10 destinasi wisata prioritas diyakini akan menjadi peluang yang baik bagi pelayaran wisata domestik. Maklum saja, sebanyak delapan dari destinasi wisata yang dijadikan sebagai destinasi wisata prioritas merupakan objek wisata bahari.
Pada sektor infrastruktur, berlanjutnya berbagai pembangunan infrastruktur yang terus berlangsung hingga setidaknya lima tahun ke depan juga diyakini akan akan mendorong pergerakan muatan dalam negeri. Hal ini pada gilirannya akan memunculkan kebutuhan akan jasa pengangkutan oleh angkutan laut.
Dalam hal ini, kebijakan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur merupakan salah satu katalis di sektor infrastruktur yang diduga akan mengerek kebutuhan akan angkutan material secara signifikan.
Di sisi lain, penerapan kebijakan program mandatori biodiesel 30% alias B30 juga dilihat sebagai katalis positif yang akan memunculkan kebutuhan baru untuk mengangkut fatty acid methyl ester (FAME) untuk keperluan distribusi.
Pada saat yang bersamaan, adanya kewajiban untuk menggunakan angkutan laut yang dikuasai oleh perusahaan angkutan laut nasional bagi eksportir ataupun importir beberapa komoditas dan barang tertentu juga diyakini akan memperbesar efek dari katalis-katalis di atas dalam mengerek permintaan jasa angkutan laut kepada pelaku industri pelayaran dalam negeri.
“Mungkin ini bisa menjadi pasar baru bagi para pelaku usaha pelayaran di tahun ini,” jelas Carmelita kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Seperti yang diketahui, pemerintah memang akan memberlakukan kewajiban bagi eksportir beberapa komoditas seperti batubara, minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan importir beras serta barang untuk pengadaan barang pemerintah untuk menggunakan angkutan laut yang dikuasai oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional.
Ketentuan ini dimuat dalam sejumlah aturan hukum positif seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu, dan Permendag Nomor 80 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 82 Tahun 2017 tentang Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Dengan kondisi yang demikian, beberapa anggota INSA diketahui berencana melakukan pembelian kapal baru di tahun 2020. Namun demikian, Carmelita tidak menyebutkan secara rinci berapa jumlah anggota atau jumlah kapal baru yang ingin dibeli.
Kendati demikian, prospek pasar yang baik rupanya tidak serta membuat pelaku industri pelayaran tergesa-gesa memutuskan untuk melakukan pembelian kapal baru. Ambil contoh PT Logindo Samudramakmur Tbk (LEAD) misalnya. emiten pelayaran yang bergerak di bidang dukungan operasi perusahaan minyak dan gas (migas) atawa Offshore Support Vessel (OSV) ini belum memiliki rencana untuk melakukan pembelian kapal baru di tahun 2020.
Seperti halnya bisnis pelayaran niaga, bisnis pelayaran di bidang OSV juga sebenarnya diyakini memiliki prospek yang baik di tahun 2020. Pasalnya. sejumlah perusahaan migas yang memang merupakan pangsa pasar industri jasa pelayaran di bidang OSV diketahui memiliki target untuk meningkatkan aktivitas hasil produksi migas di tahun 2020.
Namun demikian, opsi untuk membeli kapal baru dinilai menjadi kurang tepat untuk dilakukan menimbang kondisi persaingan pasar yang ada. Menurut Sekretaris Perusahaan Logindo Samudramakmur Adrianus Iskandar, jumlah kapal-kapal offshore yang belum terutilisasi di pasaran terbilang tinggi.
Dengan demikian, persaingan untuk mendapatkan kontrak ataupun penyewaan kapal-kapal offshore menjadi ketat.Hal ini pada gilirannya membuat harga sewa menjadi semakin tertekan.
Di sisi lain, pengajuan pinjaman ke lembaga perbankan juga terbilang sulit untuk didapatkan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya minat lembaga perbankan untuk membantu pembiayaan pembelian kapal akhir-akhir ini.
Sebenarnya, Logindo bisa melakukan pembelian kapal baru dengan mengandalkan kas internal perseroan. Namun demikian, hal ini dipandang sebagai opsi yang kurang tepat menimbang segala risiko yang ada.
“Bila kas internal digunakan untuk membeli kapal baru, otomatis akan berkurang dan berisiko untuk apabila industri ini kembali turun dan melemah kembali,” jelas Adrianus kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
sumber: kontan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar