Para pebisnis pelayaran optimistis pengiriman kargo laut nasional tetap tak tergoyahkan kendati kondisi perdagangan internasional bergejolak akibat perang dagang China-AS. Bahkan, pebisnis yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners' Association (INSA) yakin kinerja masih bisa bertumbuh pada 2020.
Pertumbuhan tersebut ditopang dari pengiriman kargo laut dalam negeri yang bisa tumbuh hingga 6% pada 2020 dibandingkan dengan proyeksi realisasi pada 2019.
Ketua DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto menuturkan dari sisi perkembangan, kinerja kargo laut di dalam negeri dapat tetap tumbuh seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Kalau dari perkembangan kargo dalam negeri mungkin sekitar 5%—6%,” paparnya kepada Bisnis.com, belum lama ini.
Adapun, lanjutnya, muatan ekspor dan impor, tidak bisa diprediksi apakah akan surut atau melimpah karena kinerja perdagangan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
Sekuat apapun kebijakan pemerintah menginginkan kenaikan volume ekspor nasional, jika kondisi pasar global lebih suram pada tahun depan, kinerja kargo laut dipastikan ikut terpukul. Namun, lanjutnya, pebisnis berharap kondisi ekonomi domestik tetap terjaga dengan baik guna meredam penurunan yang tajam di pasar global.
Bisnis kargo angkutan laut, ujar Carmelita, selalu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai negara kepulauan, angkutan laut menjadi tulang punggung logistik nasional.
Menurutnya, program pemerintah tentang tol laut juga tetap berlanjut untuk konektivitas daerah terjauh, terluar, terpencil dan perbatasan. (T3P) mengingat pelayaran nasional juga terlibat di dalamnya.
“Sementara itu, angkutan barang dan penumpang fluktuatif, bergantung pada situasi yang dipicu oleh libur-libur hari besar, seperti Natal, Tahun Baru dan Lebaran,” terangnya.
Dia mengatakan tantangan ke depan bagi pelayaran nasional adalah dari sisi pendanaan. Para pelaku industri memerlukan pendanaan murah untuk meremajakan armada dan bersaing dengan kapal-kapal asing.
“Pinjaman di luar negeri bunganya hanya 2%—3%, dan tenor yang panjang, sedangkan di Indonesia masih 2 digit. Untuk pinjaman dengan mata uang dolar AS, masih di atas 7%,” katanya.
Para pengusaha kargo, lanjutnya, menginginkan prioritas pembangunan industri pelayaran disamakan dengan infrastruktur, agar bisa mendapatkan pinjaman yang murah dan pengembalian atau tenor jangka panjang dari perbankan.
Sementara itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendukung wacana dibentuknya pasar ikan internasional di salah satu pelabuhan. Langkah ini ditempuh guna membantu peningkatan kinerja ekspor perikanan, sehingga dapat lebih cepat langsung sampai ke konsumen akhir (end user).
“Pengumpulan ikan di Dobo itu adalah sesuatu yang sangat baik, kita angkut ke Jawa Tengah. Ada lagi yang lebih baik dengan memberikan akomodasi langsung ke luar , apakah di Tual atau Ambon. Silakan Kementerian KKP menyiapkan , kami menyiapkan kapal lautnya,” paparnya.
TUMBUH 11%
Pakar kemaritiman Institut Teknologi Sepuluh Nopember Raja Oloan Saut Gurning mengatakan secara umum bisnis di sektor maritim masih menjanjikan.
Pada 2020, lanjutnya, sektor ini masih menjanjikan pertumbuhan hingga 11% karena potensinya lebih tinggi dibandingkan dengan beban dan masalah operasional serta komersialnya.
Pertumbuhan ekonomi domestik yang berkisar 5%, lanjutnya, bisa menjadi penopang kuat pertumbuhan dan stabilitas bisnis maritim nasional. “Secara nasional, masih bisa tumbuh mencapai sekitar dua kali dari pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 10%—11%,” ujarnya.
Pertumbuhan itu utamanya didorong oleh konsumsi pangan, pakan, energi, barang modal serta pertambangan yang menjadi modal penguat permintaan serta suplai angkutan layanan kapal dan layanan kargo di pelabuhan. Ini juga termasuk pertumbuhan jasa pihak ketiga seperti forwarder dan keagenan.
Menurutnya, industri galangan kapal perlu terus menjadi perhatian utama untuk diperkuat dan dikembangkan. Khususnya dalam meningkatkan porsi pembangunan kapal dalam negeri serta pemanfaatan komponen permesinan dan bahan baku nasional untuk industri kapal nasional.
“Penguatan industri perkapalan menjadi stimulator reindustrialisasi berbagai potensi industri berat, baja, karet dan komponen kapal lainnya,” papar Raja.
Selain itu, dalam struktur bisnis, dia menilai pola kolaborasi dan koordinasi akan menjadi tren yang dapat memperbesar kapasitas bisnis industri maritim pada 2020.
Berdasarkan data Kemenhub dan INSA, kinerja sektor maritim pada tahun ini diperkirakan relatif meningkat dari angka 2,1 miliar ton pada 2018 menjadi 2,3 miliar ton.
Adapun perinciannya, sekitar 1,38 miliar ton kemungkinan diperoleh untuk sektor kargo dalam negeri atau menguasai sekitar 62%, kargo luar negeri 0,83 miliar ton atau sekitar 38%, dengan distribusi yang sama antara domestik dan luar negeri.
Potensi kenaikan tersebut akibat tetap menguatnya permintaan angkutan domestik karena dorongan konsumsi dalam negeri yang terus meningkat.
Namun, dia mengakui potensi kargo luar negeri yang porsinya sekitar 38% itu kemungkinan dapat terkoreksi bila resesi berlanjut pada 2020 dan terus memberikan tekanan bagi akumulasi kargo maritim. “Mungkin penurunannya sekitar 3%—5% bahkan lebih tergantung eskalasi faktor luar negeri," jelasnya.
Dia menuturkan dengan kondisi kapal niaga yang kelebihan kapasitas sekitar 15% dengan kuantitas sekitar 25.000—26.000 unit kapal, hal itu akan mendorong persaingan sehingga menurunkan potensi komersial operator pelayaran nasional khususnya untuk layanan luar negeri.
Sementara itu, Carmelita menambahkan sektor pelayaran Indonesia sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena mayoritas armada telah berbendera Merah Putih sehingga tak membutuhkan investasi asing.
Dia menuturkan pertumbuhan armada nasional sejak 2005 terus meningkat yang pada 2018 sudah mencapai 25.000 unit kapal dengan status kepemilikan lebih dari 4.000 perusahaan.
“Tidak ada komoditas dalam negeri yang tidak terangkut oleh armada nasional. Artinya, kita sudah menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” jelasnya.
Sektor armada nasional, ujarnya, berbeda dengan industri lainnya yang masih membutuhkan investasi asing. “Semua sudah bisa dipenuhi oleh armada nasional dan sudah banyak pengusaha nasional yang berinvestasi di industri pelayaran nasional,” tuturnya.
Menurutnya, investasi asing pada industri pelayaran hanya ada pada kepemilikan aset atau kapal. Ketika hal ini terjadi, maka tidak memberikan keuntungan bagi perekonomian nasional. Pasalnya, keuntungan dari aktivitas operasi kapal di Indonesia, tetap akan ditarik ke luar negeri untuk membayar pinjaman cicilan kapal tersebut.
“Tidak bisa mengubah defisit neraca jasa transportasi, yang selalu negatif mencapai US$6,6 miliar akibat dominasi kapal asing pada muatan ekspor dan impor,” kata Carmelita.
sumber: bisnis